Kamis, 05 Mei 2011

UTS TERAPI 1

PENDAHULUAN
1. Farmakoterapi adalah cabang ilmu yang berhubungan dengan penggunaan obat dalam pencegahan & pengobatan penyakit.
4 macam proses yang tercakup dalam farmakoterapi:
a. Proses Farmaseutik yaitu segala sesuatu yang menyangkut tentang formulasi sediaan, bentuk sediaan & kualitas produk.
b. Proses Farmakokinetik yaitu segala sesuatu yang menentukan ADME.
c. Proses Farmakodinamik yaitu ilmu yang mempelajari efek obat terhadap fisiologi & biokimia berbagai organ tubuh serta mekanisme kerja.
d. Proses Terapeutik yaitu tentang diagnosa / memilih obat, formulasi dosis & memilih regimen obat.

2. 8 langkah proses intelektual dalam farmakoterapi sehingga pengobatan objektif dan berhasil (sukses) :
1) Diagnosis : mendasarkan pengobatan pada diagnosis yang tepat.
2) Patofisiologi : memahami patofisiologi yang mendasari diagnosis.
3) Farmakologi: memahami farmakologi dari berbagai obat.
4) Hubungan antara patofisiologi dengan farmakologi obat.
5) Seleksi obat dalam dosis optimal yang dipilih.
6) Keberhasilan terapi & efek samping terapi (hasil pengobatan).
7) Analisis kritis kepustakaan untuk dipakai pada terapi empiris.
8) Meningkatkan hubungan dokter/farmasis dengan penderita.

3. 5 kesalahan yang sering terjadi dalam penerapan farmakoterapi.
1) Pemberian obat dalam dosis yang lebih tinggi.
2) Adanya penggunaan obat lebih toksik sementara tersedia obat yang lebih aman & sama efektifnya.
3) Memberikan obat yang manfaatnya tidak jelas.
4) Memberikan lebih dari satu macarn obat & menimbulkan interaksi yang berbahaya.
5) Memberikan obat yang lebih mahal sementara tersedia obat yang lebih murah yang sama efektif & keamanannya.

4. Contoh penerapan farmakoterapi yang tidak rasional.
• Tidak tepat dosis
• Tidak tepat cara pemberian
• Tidak tepat lama pemberian
• Tidak tepat rute pemberian

5. 4 konsep yang salah (miskonsepsi)
1) Sebagian besar dokter menganggap pengobatan itu sebagai seni, berdasarkan pengalaman & penghayatan masing2 dlm mengatasi keluhan, gejala & pendapat yg beragam dari penderita tg penyembuhan penyakit
2) Kebanyakan dokter terpaku istilah diagnostik tradisional yg berangkat dari hasil pemeriksaan patologi anatomi, yg cenderug mengesankan penyakit itu suatu statis ketimbang berubah sesuai perkembangan patofisiologi penyakit
3) Seringkali dokter menganggap obat itu sudah diuji secara menyeluruh sehingga pasti aman & manjur tanpa melakukan observasi yg cermat
4) Bila diagnosis penyakit belum pasti, pengobatan biasanya gabungan terapi simtomatik dan terapi asumsi multikausal

6. Obat yang bekerja spesifik. Obat ini hanya bekerja pada 1 reseptor tetapi dapat memberikan efek ganda karena lokasi reseptor ada di berbagai organ. Maksudnya reseptor tidak hanya berfungsi dalam pengaturan fisiologi & biokimia, tetapi juga dipengaruhi oleh mekanisme homeostatic lain. Contoh: Aspirin bekerja pada Prostaglandin (menghambat sintesis PG), dimana PG juga terdapat pada sendi menyebabkan nyeri (efek terapi) & pada saluran cerna menyebabkan regulator sekresi asam lambung (ES).

7. Obat yang bekerja selektif. Obat ini hanya bekerja pada 1 reseptor pada jaringan tertentu pada konsentrasi dimana memberikan sedikit efek di organ lain. Contoh: Antihistamin bekerja pada reseptor Histamin yang dapat mengatasi alergi, tapi juga bekerja pada reseptor SSP yang dapat menyebabkan mengantuk.

8. Pada kebanyakan obat, perubahan2 dalam pengikatan obat dengan protein plasma (protein binding) dapat berdampak pada resiko klinik yang memadai / signifikan.
1) Proses Distribusi
Dengan adanya perubahan pengikatan obat dengan protein plasma maka akan berpengaruh besar pada proses distibusi. Obat tsb akan semakin banyak dalam bentuk bebas & obat inilah yang akan cepat terdistribusi, obat yang dalam bentuk bebas yang dapat mencapai tempat kerja yang sesungguhnya & karena itu dapat menghasilkan respon klinik. Perubahan ikatan protein plasma obat tsb dapat disebabkan oleh berkurangnya kadar albumin dalam tubuh seseorang sehingga obat tsb yang terikat pada protein menurun. Ikatan protein juga tergantung kepada sifat2 bahan berkhasiat, harga plasma darah, umur, interaksi obat yang mempunyai persaingan terhadap ikatan protein.
2) Respon klinik obat
Jika ada obat lain dapat mendesak pengikatan dengan protein plasma tsb. Obat yang berubah ikatan protein plasmanya karena terdesak oleh obat lain akan semakin banyak obat tsb dalam bentuk bebas yang akan berpengaruh terhadap intensitas kerja & lama kerja. Jika kadar obat bebas tsb meningkat drastis dalam darah maka dapat menyebabkan efek toksik.


9. Variasi individual yang dapat mempengaruhi respon obat:
1) Faktor Patofisiologi : Untuk pasien yang mengalami gangguan fungsi hati/ginjal akan berpengaruh terhad.ap proses farmakokinetik sehingga akan memberikan respon yang berbeda, misalnya:
• Pasien yang mengalami gangguan fungsi hati, maka metabolisme di dalam tubuh agak lama sehingga pemberian dosis obat dikurangi, jika tidak dikurangi maka obat akan terakumulasi dalam hati & terjadi toksisitas.
• Pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal, maka berpengaruh terhadap proses ekskresinya dimana jika dosis dinaikkan, kadar obat dalam darah menurun, sehingga ekskresi obat dalam tubuh cepat. Jika dosis diturunkan, kadar obat dalam darah naik/meningkat, sehingga ekskresi obat dalam tubuh lambat.
2) Faktor genetik : dimana kemampuan metabolisme obat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan, misalnya:
• Obatnya : INH, Hidralazin, Prokainamid, Sulfametazin, Dapson.
• Responny : Asetilator cepat (respon menurun, toksisitas meningkat). Asetilator lambat (toksisitas meningkat).
• Mekanisme kerja: berdasarkan perbedaan aktivitas enzim N¬ asetil transferase
3) Faktor usia :
 Anak : usia, berat badan, luas permukaan tubuh atau kombinasi faktor2 ini dapat digunakan untuk menghitung dosis anak dari dewasa
 Neonates dan bayi prematur : pada usia ekstrim ini terdapat perbedaan respon yg terutama disebabkan oleh belum sempurnanya fungsi farmakokinetik tubuh
• Fase biotransformasi hati (terutama glukuronidasi dan jg hidroksilasi) yg kurang
• Fase ekskresi ginjal (filtrasi glomerulus & sekresi tubuli) yg hanya 60-70% dari fase ginjal dewasa
• Kapasitas ikatan protein plasma (terutama albumin) yg rendah
• Sawar darah otak dan sawar kulit yg belum sempurna
Dg demikian diperoleh kadar obat yg tinggi dlm darah & jaringan. Disamping itu, terdapat peningkatan sensitivitas eseptor terhadap obat. Akbatnya terjadi respon yg berlebihan atau efek toksik pd dosis yg biasa diberikan berdasarkan perhitungan luas permukaan tubuh
 Usia lanjut : disebabkan oleh banyaknya faktor yang menurun,
• Penurunan fungsi ginjal (filtrasi glomerulus & sekresi tubuli) merupakan faktor farmakokinetik yg penting
• Perubahan faktor2 farmakodinamik, yakni peningkatan sensitivitas reseptor, terutama reseptor otak & penurunan mekanisme homeostatic kardiovaskular (terhadap obat2 atihipertensi)
• Adanya berbagai penyakit
• Penggunaan banyak obat sehingga meningkatkan kemungkinan terjadi interaksi obat. Akibatnya sering kali terjadi respon yg berlebihan atau efek toksik serta berbagai efek samping bila mereka mendapat dosis yg biasa diberikan pd penderita dewasa muda



10. Untuk memproteksi tubuh dari serangan infeksi di dalam tubuh, kita sudah memiliki mekanisme pertahanan tubuh (Natural Host Defense). Jelaskan mekanisme pertahanan tubuh yang terdapat pada:
a. Kulit
Berfungsi untuk melindungi jaringan terhadap kerusakan secara fisika kimia, terutama kerusakan mekanik & terhadap masuknya mikroorganisme, misalnya luka & trauma
b. Membrane mukosa (saluran nafas)
Ada sila2 (rambut2 hidung) sebagai filter yang dapat menyaring udara yang masuk pada saluran pernapasan atas
c. Saluran cerna
• Sekresi getah lambung merupakan larutan HCl yang berfungsi untuk membunuh bakteri yang terbawa bersama makanan.
• Gerakan peristaltic & se12 epitel yang hilang akan memindahkan mikroorganisme yang berbahaya dari saluran GI.
d. Saluran genitouriter
• Pria : dilindungi dengan panjangnya uretra ± 20 cm, bakteri sangat jarang untuk dapat berpenetrasi.
• Wanita : dilindungi dengan pH yang asam dari vagina.

11. Pengertian dan manfaat SOAP
S (Subjektif) : berdasarkan informasi dari pasien
O (Objektif) : pemeriksaan lebih mendalam (Lab, USG)
A (Assesment) : penilaian terhadap suatu penyakit untuk pengobatan
P (Plan) : tindak lanjut dari obat/bentuk sediaan yang dipilih untuk pengobatan yang lebih baik&kapan mulai diterapi.
Manfaat SOAP:
• Untuk menilai rencana terapeutik seeara sistematis.
• Bisa menentukan terapi yang akan diberikan.
• Menentukan dosis obat berdasarkan umur, BB, fungsi hati & ginjal.
• Dapat memantau kalkulasi farmakokinetik.
• Dapat menentukan koreksi bentuk sediaan, rute pemberian & jadwal pemberian.

12. Paparan manifestasi respon sistemik yang tersedia pada pasien jika terkena infeksi, khususnya:
a. Manifestasi Cardiopulmonary: adanya penyakit infeksi meningkatkan & ada juga penurunan laju denyut nadi (Misal: Demam Tipoid).
b. Manifestasi Renal: akan memproduksi sepsis berkisar pada protein urea sampai ke akut renal (kegagalan fungsi ginjal).
c. Maifestasi Hepatik: disfungsi hati dari berbagai infeksi juga penyakit infeksi yang tidak teralokasi di hati. Contoh infeksi kolestatik (penyakit kuning) & hiperbilirubinemia.
d. Manifastasi Neurologik: ketidakmampuan fungsi otak.

13. Faktor2 yg mempengaruhi absorpsi obat :
1) Kelarutan obat
Agar dpt diabsorpsi obat harus dlm keadaan larut, obat yg diberikan dlm keadaan larut akan lebih cepat diabsorpsi dari pada obat yg harus larut dulu dalam cairan tubuh sebelum diabsorpsi
2) Kemampuan difusi melintasi sel membran
Makin mudah terjadi difusi dan makin cepat melintasi sel membrane makin cepat obat diabsorpsi
3) Kadar obat
Makin tinggi kadar obat dalam larutan, makin cepat diabsorpsi
4) Waktu kontak dg permukaan absorpsi
Obat lebih cepat diabsorpsi oleh bagian tubuh yg mempunyai luas permukaan besar
5) Bentuk sediaan obat
Kecepatan absorpsi tergantung pada kecepatan pelepasan obat dri bahan pembawa bentuk obat
6) Rute penggunaan obat
Obat melalui salran pencernaan lebih lambat disbanding dg penggunaan secara parenteral

14. Faktor yg mempengaruhi metabolisme obat
1) Metabolisme persistemik
Obat yg diberikan peroral bila melewati dinding usus kecil dan melalui hati akan mengalami metabolisme sebelum mengalami sirkulasi sistemik
2) Umur
Bayi metabolismenya lebih lambat
3) Faktor genetik : ada orang yg memiliki faktor genetik tertentu yg dapat menimbulkan perbedaan khasiat obat
4) Lingkungan : meningkatnya laju metabolisme karena adanya insektisida
5) Merokok : meningkatkan laju metabolisme obat
6) Diet : laju metabolisme obat meningkat dg diet tinggi protein atau rendah karbohidrat, menurunkan laju metabolisme obat pada kondisi kekurangan
7) Alkohol : akut, menghambat metabolisme obat. Kronik, meningatkan laju metabolisme obat
8) Obat : dapat meningkatkan / menurunkan laju metabolisme (enzim penginduksi atau penghibisi)

15. Dalam terapi untuk pasien, farmasis harus menentukan:
a. Bentuk sediaan
• Untuk pasien yang cenderung muntah/lambungnya terganggu, lebih disukai pemakaian obat dalam bentuk suppossitoria, sejauh tidak dilakukan pemberian parenteral.
• Untuk pasien yang mengalami iritasi mukosa lambung, dibutuhkan pembuatan bentuk obat dengan penyalut yang tahan terhadap cairan lambung.
b. Rute Pemberian
Untuk pasien muntah2, koma/dikehendaki efek yang cepat karena obat melalui rute oral tidak memungkinkan. Tetapi dapat dilakukan melalui rute rektal, parenteral, dll
c. Jadwal Pemberian
• Untuk obat yang diberikan pada malam hari seperti warfarin, jika diberikan pada pagi hari maka aktivitasnya menurun sehingga resiko pendarahan makin meningkat.
• Prednison diberikan pada pagi hari karena lebih meningkatkan ekskresi hormon.
• Furosemid diberikan pada pagi hari karena jika diminum pada malam hari akan mengalami urinasi.

16. Penggunaan obat pada kondisi
a) Gangguan fungsi hati
Pasien yg mengalami gangguan fungsi hati, maka metabolisme did lm tubuh akan lambat shg pemberian dosis harus dikurangi, bila tidak dikurangi maka obat akan terakumulasi dalam hati & akan terjadi toksisitas
b) Bayi
Pada usia ini perbedaan respon yg utama disebabkan belum sempurnanya berbagai fungsi farmakokinetik tubuh
c) Wanita hamil
Harus dilakukan secara hati2, karena harus mempertimbangkan 2 nyawa yaitu ibu dan janin. Dosis yg diperlukan harus sesuai kebutuhan, terutama obat yg di sekresikan melalui uterus sehingga tidak mempengaruhi janin.
d) Kelainan farmakogenetik
Dalam kemampuan metabolisme obat dipengaruhi oleh faktor genetic dan lingkungan
Contoh :
 INH
Responnya :
 Asetilator cepat, shg dosis ditingkatkan, waktu paruh 1 jam, respon menurun, toksisitas oleh derivate N-asetil meningkat
 Asetilator lambat, waktu paruh 3 jam, shg dosis dikurangi karena jika tidak akan meningkatkan toksisitas
Mekanisme kerja berdasarkan perbedaan aktivitas enzim N-asetil transferase

17. Macam-macam toleransi obat
1) Toleransi farmakodinamik
2) Toleransi metabolik



18. ADR lebih sering terjadi pd usia yg sangat muda dan lanjut usia dibandingkan dg usia dewasa, dan lebih sering terjadi pada wanita disbanding pria (2:1) karena :
Pada usia sangat muda organ2 belum berfngsi sempurna sedangkan pada lanjut usia fungsi rgan sudah mulai menurun sehingga lebih sering terjadi ADR.
Pada wanita lebih sering muncul ADR karena konsumsi obat kontrasepsi oral, shg obat yg sering diberikan bersamaan kontrasepsi oral dpt menurunkan konsentrasi obat tsb.


19. Fenobarbital disebut autoinduktor dan kaitannya dg toleransi
Fenobarbital disebut autoinduktor pada proses metabolisme karena dapat meningkatkan / mempercepat metabolismenya sendiri (sebelum memberikan efek sudah dikeluarkan) sehingga pemberian berulang dosisnya ditingkatkan
Kaitannya dg toleransi akan terjadi penurunan respon penderita terhadap obat tsb
Pengaruh terhadap sleeping time, waktu paruh eliminasi dan plasma level :
Sleeping time dipersingkat, Waktu paruh eliminasi dipersingkat dan Plasma level menurun

Hasil Type of pretreatment
None Fenobarbital
Sleeping time (menit) 67 ± 4 30 ± 7
Waktu paruh eliminasi (menit) 79 ± 3 26 ± 2
Plasma level 9,9 ± 1,4 7,9 ± 0,6

20. Pengaruh faktor2 dibawah ini terhadap proses absorpsi
1) Kecepatan pengosongan lambung
Semakin cepat waktu pengosongan lambung maka absorpsinya akan makin cepat pula sebaliknya semakin lama pengosongan lambung absorpsi semakin lambat (kurva absorpsi)
2) pH saluran cerna
Untuk obat yg bersifat asam absorpsinya akan lebih baik pada pH lambung yg asam, sedangkan untuk obat yg bersifat basa absorpsinya akn lebih sedikit pada pH lambung yg asam.
3) Lipid solubility dan derajat ionisasi
Obat yg masuk kedalam membrane hanya dalam bentuk non ionic, obat harus bersifat lifofil (dalam bentuk molekul) agar kelarutan lebih besar dari pada air karena bersifat non polar
4) Motilitas saluran cerna
Jika motilitas cepat ma pengosongan lambung cepat sehingga absorpsi cepat








21. Absorpsi obat
Parasetamol dikombinasikan dg metoklopramid dan parasetamol tunggal (Kombinasi mempercepat pengosongan lambung)


Paracetamol dikombinasikan dg propantelin dan paracetamol tunggal (kombinasi memperlambat pengosongan lambung)


Digoksin dikombinasikan dg propantelin dan digoksin tunggal (kombinasi memperlambat pengosongan lambung)


Digoksin dikombinasikan dg metoklopramid dan digoksin tunggal (Kombinasi mempercepat pengosongan lambung)





ISPA
1. Common cold merupakan suatu kelompok penyakit2 yang disebabkan oleh berbagai famili virus yang bisa menghasilkan sindrom yang ringan, sedang, sindrom yang berupa peradangan dan biasa terjadi pada pergantian musim.

2. Patogenesis virus yang menyebabkan common cold:
• Rhinovirus
• Para influenza virus
• Respiratory syncytical virus
• Enterovirus
• Coxsackie virus
• Corona virus

3. Karakteristik klinik (gejala klinik) Common cold :
• Rhinorrhea : basahnya selaput lendir hidung (pilek)
• Nasal congestion : pembasahan hidung
• Sneezing : bersin
• Sore throat : radang tenggorokan
• Non productive cough: batuk yang tidak produktif
• Nasal discharge: penyumbatan hidung yang menyebabkan telinga berdengung
• Kulit kering
• Hilangnya kepekaan rasa & penciuman dan / atau pendengaran atau sinus paranosal
• Demam, meliputi gejala sakit kepala, menggigil, dingin & konjungtivitas air mata.

4. Golongan obat untuk Common cold:
• Antihistamin : gol etanolamin (difenhidramin), gol etilendiamin (pirilamin), gol alkilamin (feniramin, bromfeniramin, ctm)
• Simpatomimetik : gol feniletamin (efedrin, psedoephedrin, phenylpropanolamin, phenyleprin)
• Antikolinergik : intranasal ipratropium
• Analgesik : aspirin, paracetamol, ibuprofen (AINS)
• Antitusif : Dekstrometorfan, Kodein, Difenhidramin
• Ekspektoran : Ammonium Klorida, KI, Potassium Guaiakol, guaifenesin
• Antiviral : turunan benzimidazol (enviroxim)
• Vitamin C

5. Pengobatan Common cold:
• Simtomatis : untuk mengurangi gejala.
Contoh : efedrin, psedoephedrin, phenylpropanolamin, phenyleprin.
Dengan AB tidak rasional, kecuali dengan infeksi sekunder. Yang penting istirahat, gangglus, antihistamin, dekongestan
• Antihistamin : mengusir histamin secara kompetitif dari reseptornya.
Contoh: CTM, Loratadin, Diphenhidramin. Antihistamin yang tidak antikolin & sedasi: Tefanadin, Loratadin
ES: hiposekresi, mulut kering, sedasi, takikardia.
AH gol. Etanolamin: difenhidramin
AH gol. Etilendiamin: Feniramin.
• Bronkodilator : senyawa yang kerjanya mirip kerja syaraf simpatis. Termasuk adrenergik α-vasokonstriktor bersifat β-vasodilator.
Contoh: pseudoefedrin, efedrin, fenilefrin & phenylpropanolamin merupakan selektif agonis α-adrenergik
• Antikolinergik
Contoh: intranasal & ipratopium
ES: hiposekresi pada mulut kering, susah menelan, hidung kering, mimisan karena vasokonstriksi berlebihan serta analgetik & antipiretik.
Coffein: stimulasi SSP 90 mg/hari
Aspirin: 300-500 mg/hari
Parasetamol: 500-600 mg/hari
Ibuprofen: 200-400 mg/hari
Parasetamol tidak memperberat perturunan trombosit
Coffein tidak boleh dikombinasi dengan obat flu. Tapi dengan parasetamol/aspirin/preparat sakit kepala menyebabkan suplai analgesik ke SSP meningkat sehingga kadar analgesik dalam darah naik.
• Antitusiv : untuk batuk nonproduktif.
Contoh: Dekstrometorfan, Kodein, Difenhidramin menekan pusat reflek motorik di medula.
Antitusiv tidak untuk asma: sesak nafas.
• Ekspektoran : Ammonium Klorida, KI, Potassium Gunicol.
• Antiviral : turunan benzimidazol bersifat imunoinductor oleh α-interferon untuk pencegahan & pengobatan flu pada pemberian intraguasal jika dikombinasi dengan α-2 interferon dapat mencegah infeksi rhinovirus & corona virus.
• Vitamin C 5-15 g/hari dapat mecegah flu & pada dosis 15 g/hari dapat menyembuhkan flu. Antistres.

6. Perbedaan definisi / terminologi serta pengobatan dari:
1) Sinusitis : peradangan 1atau lebih dari 4 macam struktur sinus di mukosa hidung yaitu paranasalsinus, termasuk maxillary, enthomoidal, sphenoidal & frontal sinus.
Klasifikasi sinus :
S. Akut : kongesti, pembengkakan submukosa & epitel seluler, 2-4minggu.
S. Subakut : 2 minggu - 3 bulan
S. Kronik : > 3 bulan, berakibat ada perubahan dalam epitel pada sinus.
Etiologi: Streptococcus pneumonia, Haemophyllus influenzae.
Pengobatan : Amoksisilin, Tetrasiklin, Eritromisin, Asam Klavulanat.
2) Otitis media: peradangan pada telinga bagian tengah (infeksi lanjutan pada pediatrik pada umumnya)
Etiolologi : Streptococcus pneumonia. Haemophyllus influenzae.
Pengobatan: Amoksisilin & Ampisilin, Eritromisin, Asam Klavulanat, Kotrimoksazol, Sulfisoksazol.
3) Pharingitis : radang pada tenggorokan karena proses radang akut pada faring yang disebabkan oleh faktor lingkungan, infeksi virus & bakteri.
Etiologi: rhinovirus 20%, corona. virus 5% dan Herpes simplex pharingitis 4%, adenovirus pharingitis 5%.
Pengobatan: Penisilin, Benzatin, Eritromisin, Rifampin.
4) Laringitis : peradangan akut pada laring yang menyebabkan kehilangan suara, umumnya berhubungan dengan sindrom virus
Etiologi: Influenza virus, adenovirus, rhinovirus.
Pengobatan: istirahat dan AB.

7. Contoh antibiotik yg lazim diberikan pd ISPA
1) Penicillin
• Ampisillin
• Amoksisillin
• Dikloksasillin
2) Sepalosporin
• Cefaclor
• Cefuroxime
3) Klindamisin
4) Cotrimazole
5) Erytromisin

8. Seleksi obat untuk nasal ekongestan dan bronkodilator untuk kategori kasus batuk dan pilek untuk phenylpropanolamin, pseudoefedrine, efedrin dan phenylephrine
Phenylpropanolamin dan phenylephrine selektif α-adrenergik agonist sedangkan pseudoefdrin dan efedrin menstimulasi reseptor α- dan β-adrenergik agonist

9. Interferon Alpha
Dihasilkan terutama oleh leukosit, β-IFN oleh fibroplast & sel epitel.
Mekanisme kerja: efek antivirus kemungkinan sekali akibat interferon mengikat pada reseptor khusus di permukaan sel yang kemudian reaksinya menghambat/menganggu proses uncoating, RNA transcription, protein synthesis dan assembly virus.
ES : demam, malaise, leukopenia & rasa lelah. Pemberian jangka lama dapat menyebabkan rambut rontok.



ISPB
1. Penyakit infeksi yang paling sering terjadi pada saluran nafas bawah adalah Pneumonia.
Pengobatannya :
1) Eritromisin, Penisilin, Ampisilin, Klindamisin
2) Sefalosporin Generasi 1 & 2
3) Penisilin spectrum luas, aminoglikosida
4) Sefalosporin generasi 2 & 3, kotrimoksazol



2. Membedakan diagnosa infeksi Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri & non bakteri.
Bakteri Non Bakteri
Mula – mula Tiba-tiba Tidak terduga
Demam > 390C < 390C
Menggigil Bisa ada/ bisa tidak Biasanya tidak ada
Batuk Produktf Non produktf
Sputum Non produktif Berlendir
Keadaan secara umum Toksik Umumnya rasa tidak enak badan
Status pernafasan Sianosis, takikardia, sakit dada Tidak dapat diketahui tandanya
Bentuk gram Bakteri & Leukosit Flora oral campuran
Jumlah Leukosit Meningkat Normal
Chest X-Ray Infiltrat Infiltrat berbintik


TUBERKULOSIS (TBC)
1. 2 cara diagnosis yang tepat untuk TBC & karakteristiknya
1) Tuberculin Skin Test
2) Chest X-Ray
3) Pemeriksaan Sputum (Mikroskopik/Kulturasi)
Karakteristiknya: DTA - Test (Diagnosis TBC Acid)

2. Prinsip seleksi pembelian regimen kemoterapi yang efektif untuk TBC
1) Terapi yang efektif memerlukan sedikitnya 2 obat. Paling penting, gunakan kombinasi obat yang dapat mencegah terjadi bahaya organisme yang resistensi terhadap obat.
2) Kontribusi bahaya dari jumlah obat2 yang digunakan resisten. Resisten yang hebat terjadi pada saat pemakaian 2 obat.
3) Seharusnya paling efektif penggunaan obat anti TBC tunggal/kombinasi regimen yang subpopulasi dari bacilli.



3. Penerapan terapi untuk penderita TBC yang tidak terkena HIV dan yang kena infeksi HIV.
TBC sering diderita pula oleh penderita infeksi HIV karena adanya infeksi dengan Mycobacterium Avium-intracellulare (MAI). Dimana pasien yang terkena ke 2 penyakit ini, yaitu infeksi HIV & TBC, 85% seharusnya mendiagnosa TBCnya, setelah 1 bulan mendiagnosa TBCnya.

Pasien TBC Negatif HIV Pasien TBC Positif HIV
Sensitive obat TB Kemungkinan Resisten TB Resisten beberapa obat
Terapi awal :
INH+RMP+PZA tiap hari selama 2 bulan.
Lalu : INH + RMP tiap hari atau 2x seminggu selama 4 bulan. Atau
Terapi awal :
INH + RMP tiap hari selama 1 bulan
Lalu : INH + RMP tiap hari atau 2x seminggu selama 8 bulan Terapi awal :
INH+RMP+PZA+EMB atau SM
Lalu : jika tes sensitivitas positf ganti dg INH+RMP+PZA selama 2 bln pertama, yg diikuti dg INH+RMP selama 4 bln Terapi harus dipertahankan paling sedikit menggunakan 3 obat, dimana organismenya sensitive dan harus dilanjutkan selama 12-24 bulan.
Empirik awal mungkin bisa menggunakan INH+RMP+PZA+EMB+ Kanamisin, Amikasin atau Kapreomisin+ Ciprofloksasin atau Ofloksasin+Sikloserin, Etionamid atau asam p-amino salisilat Terapinya sama seperti pasien yg negative HIV, tapi terapi harus dilanjutkan selama 9 bln dan setidaknya 6 bln sampai terlihat perubahan pada sputum.

4. Pengobatan khusus TBC
 Anak-anak
 Selama 9 bulan : INH+RMP tiap hari selama 1 bulan, kemudian 2x seminggu selama 8 bulan
 Selama 6 bulan : INH+RMP+PZA
Dosis dihitung berdasarkan mg/kg BB.
Tidak dianjurkan menggunakan EMB karena dapat mengakibatkan Retrobulbar neuritis.
Pengalaman menggunakan PZA pada anak2 masih terbatas. Tetapi masih aman an efektif terutama untuk pengobatan TB meningitis
 Kehamilan
Pengobatan TBC selama masa kehamilan, harus dirawat dengan obat kemoterapi yang efektif. Resiko pada wanita hamil & janinnya lebih besar jika TBC tidak diobati. Obat yang pertama diberikan yaitu INH, RMP & EMB dapat diberikan secara aman. Regimen INH & RMP dengan atau tanpa EMB selama 9 bulan adalah pengobatan pilihan. Piridoksin harus selalu diberikan dengan INH selama kehamilan karena meningkatkan kebutuhan untuk vitamin pada wanita hamil. Streptomisin kontraindikasi untuk kehamilan, karena berpotensi untuk ototoksisitas pada fetus. Sedikit data yang menyebutkan bahwa PZA bersifat teratogenitas. Meskipun INH, RMP & EMB melewati barrier plasenta, tetapi tidak menunjukkan efek teratogenik. Ethionamid seharusnya dihindari karena menyebabkan peningkatan GI yang serius pada fetus.
 Penderita HIV/AIDS
INH+RMP+PZA/EMB selama 2 bulan, selanjutnya INH+RMP. Jika resisten terhadap INH, maka perlu ditambahkan EMB pada kombinasi INH+RMP+PZA. Optimal terapi tidak diketahui, CDC merekomendasikan pengobatan minimal 9 bulan dan paling sedikit 6 bulan setelah diperoleh hasil kultur biologi negatif.
Alternatif terapi : INH+RMP selama 12-18 bulan dan minimal 9 bulan setelah diperoleh hasil kultur biologi negatif

5. Gejala klinik umum yang sangat khas dalam penentuan diagnosa TBC
1) Demam : biasanya subferil menyerupai demam influenza, tapi kadang2 panas badan dapat mencapai 40-410 C. Serangan demam pertama dapat sembuh kembali, lalu timbul demam lagi, dst. Sehingga penderita merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi daya tahan tubuh. Penderita & beratnya infeksi kuman TBC yang masuk.
2) Batuk : dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah (homoptoe) karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada TBC terjadi pada kavitas, tapi dapat juga terjadi di ulkus dinding bronkus.
3) Sesak nafas : ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana infiltrasinya sudah ½ bagian paru2.
4) Nyeri dada : timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
5) Malaise : gejalanya berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, badan makin kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam. Gejala ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara teratur.

6. Klasifikasi aktivitas utama & site of action dan obat2 anti TBC
Agent Activity Site of action
INH Bakterisidal Basil Intraselular
Basil Ekstraselular
Basil pada luka
RMP Bakterisidal Basil Intraselular
Basil Ekstraselular
Basil pada luka
PZA Bakterisidal Basil Intraselular
STM Bakterisidal Basil Ekstraselular
EMP Bakteriostatik Basil Intraselular
Basil Ekstraselular
7. Definisi Tuberculin Test & faktor2 yang dapat menurunkan respon terhadap test ini
Tuberculin Test : tes secara infeksi intradermal untuk mendeteksi TBC pada anak2 & orang dewasa yaitu dengan PPD (Purified Protein Derivated) untuk mengukur reaksi hipersensitivitas dengan dosis S-tuberculin Unit (STU) → tes Mantoux.
Pengetesan ada 2 kekuatan: tuberculin unit I & 250 tuberculin. Hasil tuberculin dapat diamati setelah 48-72 jam yang diamati adalah area indurasi.
Faktor2 yang dapat menurunkan respon terhadap test ini:
• Faktor yang berkaitan dengan pasien
 Infeksi : Viral, bakteri, jamur
 Life virus vaccine
 Malnutrisi
 Penurunan metabolisme (gagal ginjal kronik)
 Usia
 Telah terinfeksi dengan M Tuberculosis sebelumnya
 Stres
 Terapi obat (kortikosteroid, imunosupresitlobat sitotoksik)
 Kerusakan limfoma (sarkodosis, Penyakit Hodgkin's, limfoma)
• Faktor yang berkaitan dengan tuberculin
 Denaturasi dari cahaya, panas/kontaminasi
 Kesalahan dilusi/diluen
 Adsorpsi (ketidakstabilan Tween)
 Kontaminasi (bakterial)
• Faktor yang berkaitan dengan metode
 Dosis yang tidak tepat
 Injeksi terlalu dekat / terlalu dalam
• Faktor yang berkaitan dengan pembacaan hasil
 Bias/tidak berpengalaman
 Error
 Kesalahan dalam interpretasikan

8. Obat anti TBC First Line Agents dan Second Line Agent
Obat Efek samping utama
First-Line
INH
RMP
PZR
EMB
Streptomisin
Hepatoksik, neuritis peripheral
Hepatoksik
Hepatoksik
Neuritis optic
Kerusakan urat syaraf
Second-Line
Kapreomisin
Kanamisin
Amikasin
Sikloserin
Etionamid
Ciprofloksasin
Ofloksasin
Asam p-amino salisilat
Kerusakan urat syaraf, nefrotoksik
Kerusakan urat syaraf, nefrotoksik
Kerusakan urat syaraf, nefrotoksik
Psikologi, seizure, rash
Intoleransi GI, hepatoksik
Intoleransi GI
Intoleransi GI
Intoleransi Gl
ASMA
1. Patofisiologi dari Asma
Asma adalah obstruksi jalan nafas difus reversibel. Obstruksi disebabkan oleh satu / lebih dari yang berikut ini:
1) Kontraksi otot2 yang mengelilingi bronki, yang menyempitkanjalan nafas.
2) Pembengkakan membran yang melapisi bronki.
3) Pengisian bronki dengan mukus yang kental.

2. Klasifikasi obat2 asma yang lazim dipakai:
Antiinflamasi
1) Glukokortikoid
Inhalasi : Beklometason dipropionat (Bekloven, Vanceril), Budesonide (Pulmicort), Deksametason (Decadron), Flunisolide (Aerobid), Fluctisason propionat (Flovent), Triamsinolon asetonid (Azmacort)
Oral: Prednison dan Prednisolon
2) Kromolin dan Nedokromil
Kromolin Inhalasi (Intal) & Nedokromil Inhalasi (Tilade)
3) Leukotrin Antagonis
Zafirlukas Oral (Accolate) & Zileuton Oral (Zyflo)

Bronkodilator
4) B2-Adrenergik Agonis
- Inhalasi: Kerja singkat: Albuterol (Proventil, Ventolin), Bitoterol (Tomalate), Pirbuterol (Maxair), Terbutaline (Brethaire)
- Inhalasi Kerja panjang: Salmaterol (Serevent)
- Oral: Albuterol (Proventil, Ventolin), Terbutaline (Brethaire, Bricanyl)
Metilxantin
Teofilin Oral (Slo-Bid Gyrocaps, Theo-Dur)
Antikolinergik: Ipratropium lnhalasi (Atrovent)

3. Manfaat obat asma yang diberikan secara inhalasi
1) Memberikan efek terapi yang kuat (pemberian obat secara langsung pada tempat)
2) Untuk menghindari First Past Efek
3) Efek sistemik diperkecil
4) Lebih cepat mengobati serangan akut

4. Macam bentuk sediaan inhalasi
1) Metered -Dose Inhalers : bentuk kecil, mudah digenggam, mempunyai alat penekan yang penyemprotan dengan dosis yang terukur.
2) Dry Powder Inhalers: merupakan sediaan obat dalam bentuk kering, serbuk yang termikronisasi yang langsung dihirup ke paru2. Ada 2 obat antiasmatik yang tersedia dalam bentuk DPI yaitu kromolin & Albuterol. Ke-2 obat ini disajikan dalam bentuk kapsul dengan dosis tunggal yang dimasukkan ke dalam DPI.
3) Nebulizer : merupakan mesin kecil yang mengubah bentuk larutan obat menjadi aerosol untuk inhalasi. Penggunaan bisa melalui masker muka atau yang diletakkan di mulut ditekan oleh gigi. Alat ini digunakan untuk membawa dosis obat yang lebih besar ke saluran nafas dibandingkan dengan penggunaan inhalasi standar

5. 4 macam mekanisme kerja yang spesifik dari antiasma Glukokortikoid:
1) Menurunkan / mengurangi sintesis & menghantarkan mediator inflammatory misalnya PG, Leukotrienes, Histamin.
2) Mengurangi infiltrasi & aktivitas sel inflamantory. Misalnya Eosinofil & Leukosit.
3) Mengurangi edema saluran nafas.
4) Menurunkan produksi saluran mukosa & meningkatkan jumlah reseptor β2 bronkial seperti kepekaanya pada agonis β2.

6. Adverse Effect dari glukokortoid yang diberikan secara inhalasi & oral dan berikan cara2 meminimalkan efek2 samping tsb
1) Inhalasi Glukokortikoid
Jenis pemberian ini umumnya diberikan untuk mencegah toksisitas yang serius, bahkan jika digunakan pada dosis tinggi. ES yang umum terjadi yaitu oropharyngeal candidiasis & dysphonia (keparauan, sulit bicara). Ke-2 efek tsb dihasilkan dari disposisi lokal glukokortikoid inhalasi. Untuk meminimalkan efek tsb, pasien harus:
• Cuci mulut (kumur) setelah penggunaan
• Gunakan spacer selama penggunaan, yang kemungkinan besar mengurangi deposisi obat pada orofaring.
2) Oral Glukokortikoid
Ketika digunakan secara mendadak (± 10 hari), bahkan pada dosis tinggi, oral glukokortikoid tidak menyebabkan ES yang berarti. Penggunaan terapi jangka panjang, bahkan pada dosis sedang dapat sangat berbahaya. ES potensial mencakup supresi adrenal, osteoporosis, hiperglikemia, penyakit tukak lambung & pada pasien remaja terjadi penghambatan pertumbuhan.
Supresi adrenal penggunaan jangka lama glukokortikoid dapat mengurangi kemampuan inteks adrenal untuk memproduksi glukokortikoidnya. Karena glukokortikoid tingkat tinggi dibutuhkan untuk mempertahankan stres yang parah (5 tahun operasi, trauma) & supresi adrenal mencegah produksi glukokortikoid endogen, maka pasien harus diberikan peningkatan dosis glukokortikoid secara oral/parenteral pada saat stres terjadi. Kegagalan pemberian glukokortikoid yang tidak tepat menimbulkan hasil yang fatal.

7. Mekanisme kerja dari golongan β2 adrenergik agonis
β2 adrenergik agonis selektif menghasilkan bronkodilatasi. β2 adrenergik agonis selektif kerja pendek digunakan untuk menghilangkan gejala asma dengan segera sedangkan β2 adrenergik agonis selektif kerja panjang biasanya ditambahkan pada kortikosteroid inhalasi untuk pasien yang memerlukan terapi profilaksis.

8. Perbedaan pengobatan Long Term Medication dg Quick Relief Medication pada kasus asma
• Long Term Medication
a) Obat anti inflamasi
 Glukokortikoid oral untuk profilaksis asma kronik
 Kromolin dan Nedocramil
 Leukotriene Antagonis
b) Bronkodilator
 Long action β2 agonis
 Inhaler (salmeterol)
 Oral (albuterol)
 Teofillin

• Quick Relief Medication
a) Bronkodilator
 Short acting inhaled β2 agonis
 Ipratropium
b) Anti inflamasi
 Glukokortikoid sistemik

Tidak ada komentar: