Kamis, 05 Mei 2011

RANG TERAPI 2

URINARY TRACT INFECTIONS (UTI)
1. Saluran kemih mengandung uretra, kelenjar prostat, kandung kemih, ureter & ginjal. UTI adalah beberapa kondisi yang berhubungan dengan salah satu dari bagian saluran kemih, dimana terdapat mikroorganisme dalam jumlah yang signifikan.

2. Epidemiologi:
a. Pria: kelainan bawaan pada anak laki2 dan berkembang menjadi hipertropi prostat serta gangguan aliran kencing pada pria dewasa.
b. Wanita: sindrom “honeymoon” cystitis & pyelonephritis pada kehamilan serta bakteriuria.

3. Patogenesis: mikroorganisme menyerang melalui 2 cara yaitu uretra dan penyebaran hematogenous melalui ginjal.

4. Klasifikasi UTI berdasarkan presentasi klinik:
a. Lower Tract Infection: onset yang mendadak termasuk disuria (sakit pada waktu urinasi), frekuensi, urgensi & samar2 terasa tidak enak pada bagian perut. Gejala urinnya yang nyata: urin menjadi keruh, gelap & berbau busuk. Urinalisis menyatakan Pyuria (≥ 5-10 pada sel darah putih per high power field), bakteria & hematuria terjadi pada 50% pasien & Leukositosis.
Presentasi dari prostatitis adalah hal yang umum ditemukan pada Lower UTI; bagaimanapun juga demam, nyeri pada perineal & kerusakan uretra mungkin terjadi. Pada rektal menyatakan pembesaran, perih, kekuatan kelenjar prostat. Pada keadaan infeksi akut, leukositosis. Pada keadaan kronik, pasien mungkin mengeluhkan pada belakang lumbosakral.
b. Upper Tract Infection:keluhan non spesifik mulai dari sakit kepala, demam, mual, muntah. Pasien dapat mengeluhkan sakit area suprapubic, kelemahan costovertebral angle (CVA), demam hingga 390C & menggigil. Urinalisis menampakkan bakteria, pyuria, WBC pada kebanyakan pasien. Hematuria & proteinuria dapat terdeteksi pada sekitar 10-15% pasien khususnya pada beberapa hari pertama.

5. Diagnosis: ada 5 gejala klinik umum pada pasien kultur urinari positif, yaitu:
a. Sejarah dari UTI
b. Nyeri bagian belakang
c. Urinalisis dengan >15 WBC/high-power field
d. Urinalisis dengan >5 sel darah merah/HPF
e. Urinalisis dengan beberapa bakteria

6. Kultur:
a. Infeksi yang berulang atau kambuhan
b. Upper tract infection
c. Infeksi nosokomial
d. Gangguan ginjal atau faktor komplikasi lain.
7. Kriteria yang diperlukan untuk antimikroba ideal yang diberikan untuk UTI:
a. Reaksi alergi yang rendah
b. Dosis sekali sehari
c. Absorpsi GI atas baik yang tidak merubah flora usus besar
d. Tingkat urinari yang tinggi dengan filtrasi glomerulus & sekresi
e. Perubahan minimal dalam flora vagina
f. Mencakup gram negatif yang baik
g. Biaya rendah
h. Kecilnya daya resisten

8. Antimikroba In Vitro (Tes Sensitivitas):
a. Escherichia coli: Sefalosporin, Asam Nalidiksat, Nitrofurantoin, Trimetoprim-Sulfametaksazol.
b. Proteus: Sefalosporin, Asam Nalidiksat, Trimetoprim-Sulfametaksazol.
c. Klebsiella spp: Asam Nalidiksat, Trimetoprim-Sulfametaksazol.
d. Enterococcus: Ampisilin, Nitrofurantoin.
e. Lainnya: Asam Nalidiksat, Trimetoprim-Sulfametaksazol

9. Trimetoprim, Doksisiklin, Karbenisilin & Siprofloksasin memiliki konsentrasi yang tinggi pada prostat. Doksisiklin mungkin tidak mencakup gram negatif & juga Karbenisilin & Siprofloksasin biasanya diberikan pada organisme yang sudah resisten. Oleh karena itu, Trimetoprim yang dapat mencakup gram negatif adalah obat pilihan pertama pada infeksi prostat. Serta biasanya dikombinasi dengan Sulfametaksazol, dimana tidak dapat berpenetrasi dengan baik pada kelenjar prostat, pada dosis dari satu tablet kekuatan ganda 2x sehari. Pasien harus dirawat selama 4-6 minggu.

10. E. coli hanya sekitar 30% dari UTI nosokomial dengan Pseudomonas, Klebsiella, Enterobacter, Serratia, Enterococcus, Staphylococcus & Candida seperti patogen lainnya.

11. Obat pilihan untuk UTI nosokomial adalah kombinasi regimen dari Aminoglikosida (Gentamisin) & Ampisilin. Obat alternatifnya adalah menggunakan Sefalosporin Generasi III & Penisilin spektrum luas.

12. Golongan Kuinolon mungkin berperan penting dalam pengobatan dari infeksi nosokomial. Norfloksasin dapat menyembuhkan secara aman & terapi efektif dari UTI nosokomial.






13. Profilaksis & Suppresif Agen untuk UTI:
Obat Dosis Komentar
Methenamine mandelat 1 gr q.i.d Membutuhkan pH urin sampai <5,5; KI pada gangguan ginjal, dehidrasi; dapat menyebabkan disuria, iritasi GI.
Methenamine hipurat 1 gr b.i.d Sama spt diatas
Nitrofurantoin 50-100 mg q.h.s
TMP/SMX ½ - 1 tab q.h.s

14. Antiinfeksi umum yang menunjukkan keefektifannya sebagai agen profilaksis adalah Trimetoprim/Sulfametaksazol, Nitrofurantoin, Methenamine dll.


GASTROINTESTINAL INFECTIONS (GI)
1. Gejala utama dari infeksi akut GI adalah diare, kelemahan pada pasien & bayi disebabkan kekurangan cairan & elektrolit yang membutuhkan dirawat di RS.

2. Rotavirus. Gejalanya demam & muntah. Penyebarannya melalui rute fecal-oral. Masa inkubasi sampai 1-3 hari, dengan durasi dari kesakitan dari 5-8 hari. Virus diekskresi melalui feses.

3. Norwalk virus terjadi pada saat berkemah, naik kapal, di sekolah & kampus, perawatan di rumah & setelah ingesti dari kontaminasi air atau dari ikan. Masa inkubasinya lebih singkat dari norwalk virus yaitu 4-48 jam, dengan durasi dari kesakitan 1-2 hari. Virus dapat diketahui didalam feses selama 72 jam setelah onset dari kesakitan. Sakit yang disebabkan oleh virus disebut “winter vomitting disease” indikasi muntah & insiden musiman, meskipun dapat terjadi pada semua musim.
Enterik Adenovirus, Calcivirus & Astrovirus juga ditemukan pada sebagian pasien dengan diare.

4. Bakteri.
Salmonella adalah basil gram negatif dari famili Enterobacteriaceae & mewakili 3 sterotipe utama (S. choleraesuis, S. typhi & S. enteritidis). Meskipun ada >2000 sterotipe dari Salmonella, kebanyakan kasus dari Salmonella-induksi GI disebabkan oleh S. enteritidis, S. newport / S. anatum & sebagai hasil dari kontaminasi makanan / air yang terdapat dalam rumah, komunitas / institusi. Kontaminasi telur / produk yang terbuat dari telur. Menular dari orang ke orang melalui rute fecal-oral. Kontaminasi dari pasteurisasi susu dengan Salmonella-infeksi susu. Gejala terjadi dari 6-48 jam setelah terkontaminasi makanan / air. Gejala utama, diare biasanya mereda setelah 3-7 hari.
Campylobacter bentuk spiral dari gram negatif menimbulkan efek sistemil sama seperti GI. Spesies patogeniknya yaitu C. jejuni, C. felis, C. coli. Kejadian infeksi GI dari Campylobacter mungkin seringnya terinfeksi Salmonella / Shigella. Campylobacter sering diimplikasikan sebagai penyebab dari diare-perjalanan. Masa inkubasinya bervariasi dari 24 jam sampai 10 hari.
E. coli adalah gram negatif bentuk batang. Ada 5 tipe dari organisme yang mungkin menyebabkan diare melalui 7 mekanisme. 3 dari mekanisme ini meliputi tahan panas (LTEC) & 2 tipe dari Enterotoksin stabil terhadap panas (STa & STb) ditemukan dalam E. coli enterotoksigenik (ETEC). Lainnya Enteropatogenik E. coli (EPEC), yang menyebabkan diare dengan organisme enteroadherent; enteroinfasiv E. coli (EIEC) yang menyebabkan peradangan kolitis; enterohemorhagik E. coli (EHEC) dimana disebabkan diare hemorhagik dengan memproduksi verotoksin; & E. coli yang memproduksi diare dengan kolonisasi.
Yersinia enterocolitica adalah bentuk lain dari gram negatif organisme yang menyebabkan GTI pada anak & dewasa. Organisme diisolasi dari berbagai jenis hewan termasuk babi, sapi, kuda,domba, kucing & anjing.
Shigella adalah gram negatif bentuk batang yang diketahui menyebabkan GTI pada manusia yang menuju pada disentri. 4 tipe dari Shigella: S. sonnei (terjadi pada negara industri), S. flexneri (terjadi pada tahun 1920an & 1930an), S. boydii & S. dysenteriae (penyebab utama & tidak biasa ditemukan pada negara berkembang sejak beberapa abad terakhir ini). Penyebaran melalui rute fecal-oral. Masa inkubasi dari 2 sampai 20 hari.

5. Host defense pada GTI:
a. Keasamaan lambung = lambung yang asam dapat menolong secara preventif
b. Daya tahan tubuh = gerakan peristaltik
c. Sekresi dari mukus = pencernaan & enzim2
d. Kemampuan sel2 pada darah lumen memiliki sifat intraluminal fagositosis
e. Sekresi imunoglobulin A / produksi Imunoglobulin A
f. Residen dari mikroflora
Antagonis / Antagonis H2 menurunkan inokulum yang dibutuhkan untuk memproduksi secara klinik GTI yang penting dari organisme. Antibiotik (khususnya spektrum luas) mengurangi flora normal dari saluran intestinal. S. enteritidis menyerang 28% dari pasien pada 1045 rawat inap yang mengidap Diabetes yang memakai insulin / hipoglikemik oral sehingga meningkatkan resiko dari infeksi. Peningkatan beresiko menurunkan produksi asam lambung & gangguan lambung serta kesakitan perut biasanya diakui sebagai komplikasi dari DM.

6. Kekurangan elektrolit: hipokalemia & hiponatremia.

7. Gejala klinik:
a. Diare
b. Fecal leukocytes
c. Fever (demam)
d. Vasculitic rashes
e. Artritis
f. Bacteremia
Hati2 pada: perjalanan, penggunaan Antibiotik, keluarga / kontak lain, kehilangan berat badan, rawat inap & tampilan serta kualitas dari feses dapat mempengaruhi etiologi.

8. Resisten Antimikroba
Multiresisten Salmonella, Shigella & ETEC telah berkembang pada negara berkembang. Resisten Shigella biasanya menggunakan Ampisilin (7-87%), Tetrasiklin (11-91%) & TMP-SMX (0-55%). Resisten Salmonella menggunakan Ampisilin (3-81%), Tetrasiklin (8-48%), Kloramfenikol (0-65%) & TMP-SMX (0-76%). ETEC diketahui telah resisten Ampisilin, Tetrasiklin & TMP-SMX.

9. AB Pilihan untuk Bacterial GE
Agen Kausatif Pilihan Obat Obat Alternatif
Shigella TMP/SMX Tetrasiklin hidroklorida, Ampisilin / Siprofloksasin
ETEC TMP/SMX Siprofloksasin / Doksisiklin
EPEC Aminoglikosida oral -
EIEC Ampisilin TMP/SMX
Campylobacter Eritromisin Siprofloksasin / Tetrasiklin hidroklorida
Pseudomonas Aminoglikosida oral -
Aeromonas/Plesiomonas TMP/SMX Tetrasiklin hidroklorida, Aminoglikosida oral / Siprofloksasin
Vibrio TMP/SMX Siprofloksasin / Tetrasiklin hidroklorida

10. Mekanisme kerja dari antidiare:
a. Loperamide: mampu menormalisasi keseimbangan resorpsi-sekresi sel2 mukosa, yaitu memulihkan sel2 yang berada dalam keadaan hipersekresi ke keadaan normal kembali. Maka, obat ini banyak digunakan pada diare akut.
b. Kaolin-Pectin: sebagai adsorben toksin pada diare.
c. Bismuth subsalisilat: dengan membentuk suatu lapisan pelindung untuk menutup luka2 di dinding usus akibat peradangan.

CENTRAL NERVOUS SYSTEM INFECTIONS (CNSI)
1. Patogen pada Infeksi CNS:
Bacterial meningitis
• Bayi prematur & baru lahir







• Bayi & anak2



• Dewasa



• Geriatri



• Adanya trauma / pembedahan
E. coli
Grup B streptococci
Listeria monocytogenes
Enterobacteriaceae lainnya
Streptococcus faecalis
Streptococcus pneumoniae
Staphylococci

Haemophilus influenzae
Neisseria meningitidis
S. pneumoniae

S. pneumoniae
N. meningitidis
Staphylococci

S. pneumoniae
Enterobacteriaceae
Listeria monocytogenes

S. pneumoniae
Staphylococcus aureus
Enterobacteriaceae
Fungal meningitis
• “Normal” host


• Imunocompromised host
Cryptococcus neoformans
Coccidioides immitis

C. neoformans
C. immitis
Candida albicans
Aspergillus spp.
Viral meningoencephalitis
• Bayi baru lahir
• Imunocompromised host
Herpes simplex
Herpes zoster
Kerusakan otak
• Umum



• Adanya trauma / pembedahan



• Imunocompromised host
Streptococci
Mixed anaerobes
Enterobacteriaceae

S. aureus
Mixed anaerobes
Enterobacteriaceae

Nocardia asteroides

2. Patogenesis:
Pada neonatus mekanisme pertahanan tubuh belum terbentuk & terdapat kekurangan pada fungsi dari leukosit, Imunoglobulin A & IgM.
Splenectomy, DM & alcoholism meningkatkan resiko infeksi karena rusaknya fungsi leukosit.
Penyakit dasar / terapi imunosupresif dapat meningkatkan resiko meningitis.
Tahapan inisiasi bakterial meningitis:
a. Sel inang memperoleh dari organisme baru, biasanya dari kolonisasi nasofaringeal
b. Translokasi dari organisme melewati jaringan mukosa lokal
c. Bakteremia dengan pertahanan intravaskular
d. Serangan meningeal
e. Pertahanan bakterial & replikasi dengan CNS
f. Produksi dari tempat peradangan subarachnoid
Otitis media, sinusitis, infeksi gigi & mastoiditis adalah kondisi predisposisi pada meningitis. Implantasi langsung dari trauma / prosedur operasi saraf merupakan presentase kecil dari kasus meningitis.

3. Diagnosis dan gambaran klinik
Bisa akut / subakut tergantung dari tanda & gejala yang tampak kurang / lebih dari 24 jam. Pada kondisi akut (10% kasus) tanda & gejala tampak pada ≤ 24 jam & berkembang dengan cepat. Etilogi: S. pneumoniae, N. Meningitidis. Sedangkan pada kondisi subakut (75% kasus) tanda & gejala tampak pada 1-7 hari sebelum evaluasi & mungkin disebabkan oleh beberapa virus, jamur / bakteria.
Tanda & gejala biasanya nonspesifik & berbeda pada tiap golongan umur. Pada neonatus & bayi dibawah 1 tahun biasanya tidak ada gejala / sangat tidak spesifik. Gejala klinik yang umum adalah letargi, iritabilitas, tidak nafsu makan, gangguan pernafasan, sianosis / hipotermia.
Pada bayi diatas 1 tahun, anak & dewasa gejala lebih indikatif dari peradangan meningeal. Demam & cacat mental adalah gejala yang sering terjadi. Gejala lain yaitu mual, muntah, sakit kepala & fotofobia, reflek meningkatkan tekanan intrakranial / peradangan otak. Gangguan syaraf & konvulsi / koma muncul pada 1-3 pasien. Kekakuan nuchal adalah klasik ditemukan pada peradangan meningeal.

4. Komplikasi: pembengkakan otak, lateral sinus thrombosis, cerebral thrombophlebitis & subdural empyema.

5. Sifat fisik sehingga suatu AB dapat memiliki sifat penetrasi yang baik kedalam CNS/SSP:
a. Afinitas relatif untuk air & lemak (derajat ionisasi & kelarutan dalam lemak dari bentuk tidak terion)
b. Afinitas relatif untuk protein serum plasma (hanya fraksi bebas yang diharapkan dapat berpenetrasi ke barier CNS)
c. Transpor media pembawa (biasanya tidak penting untuk AB)
Derajat ionisasi tergantung dari karakteristik obat pada plasma pH. Bentuk ionisasi dari obat meningkatkan afinitas untuk plasma air & yang tidak terionisasi dapat melewati membran selular. Kelarutan dalam lemak dari bentuk yang tidak terionisasi adalah determinasi oleh afinitas relatif dari obat untuk lemak / air.
Kegagalan banyak obat untuk medeteksi tingkat CNS, meskipun kemampuan mereka melewati barier adalah sudah dapat membersihkan aliran obat dari CSF.
Beberapa Penisilin & Sefalosporin diketahui memliki derajat sekresi tubular yang berkontribusi pada eliminasi mereka sendiri. Probenesid menurunkan ekskresi ginjal.
Ketika AB berpenetrasi kedalam CSF harus memiliki sifat mikrobiologi secara aktif. Konsentrasi dari AB pada CSF dimana mirip dengan / hanya melebihi kadar hambatan minimum. CSF harus melebihi kadar bakterisidal minimum. Aktivitas bakterisid dari Aminoglikosida menurun jika pH turun karena kadar dalam darah meningkat.

6. Terapi empirik untuk pembengkakan otak
Obat
Tidak Adanya trauma / pembedahan 1. Penisilin /
2. Ampisilin + Kloramfenikol / Metronidazole
Adanya trauma / pembedahan 1. Nafsilin
Alergi Penisilin: Vankomisin + Kloramfenikol
2. Penisilin + Metronidazol + Aminoglikosida
3. Generasi ke-3 Sefalosporin

7. AB (Sulfonamid, Minosiklin & Rifampin) & Vaksin Meningococcal efektif secara prefentif pada penyakit Meningokokal.

ANTIVIRAL: DRUGS FOR NON-HIV INFECTIONS
1. Pilihan obat untuk infeksi viral non-HIV:
Virus & Infeksi Pilihan Obat
Herpes Simplex Virus
• Genital herpes
• Encephalitis
• Daerah mukosa
• Neonatal
• Resisten Acyclovir
• Radang pada mata
Acyclovir
Acyclovir
Acyclovir
Acyclovir
Foscarnet
trifluridine
Varicella-Zoster Virus
• Varicella (chicken pox)
• Herpes zoster
• Varicella / zoster
• Resisten Acyclovir
Acyclovir
Acyclovir
Acyclovir
Foscarnet
Cytomegalovirus
• Retinitis
Ganciclovir / Foscarnet
Influenza A Virus
• Infeksi saluran pernafasan
Amantadine / Rimantadine
Respiratory Syncytial Virus
• Broncholitis, Pneumonia
Ribavirin
Virus Hepatitis B & C
• Hepatitis kronik
Interferon α-2b

2. Acyclovir
Merupakan pilihan obat pertama untuk infeksi yang disebabkan oleh Herpes Simplex Viruses & Varicella-Zoster Virus. Dapat diberikan topikal, oral & IV. Tidak menimbulkan ES.
Spektrum Antiviral:
Hanya aktif terhadap golongan virus Herpes, termasuk Herpes Simplex Viruses (HSV), Varicella-Zoster Virus (VZV), Cytomegalovirus (CMV). Pada virus ini HSV lebih sensitif terhadap Acyclovir, VZV sedikit sensitif terhadap Acyclovir, sedangkan CMV resisten terhadap Acyclovir.
Mekanisme Kerja:
Menghambat replikasi virus dengan menekan sintesis DNA. Untuk mendapatkan efek antiviral, Acyclovir harus diaktifkan. Tahap kritis dari aktivasi adalah mengkonversi Acyclovir menjadi Acyclo-GMP oleh Timidin kinase, kemudian dirubah lagi menjadi Acyclo-GTP merupakan senyawa yang sangat responsif untuk menghambat sintesis DNA.
Acyclo-GTP menekan sintesis DNA dengan cara:
- Menghambat DNA polimerase virus
- Bergabung kedalam pertumbuhan DNA, sehingga menghambat pertumbuhan virus tsb.
Resisten:
Melalui 3 mekanisme:
a. Menurunkan produksi Timidin kinase
b. Merubah Timidin kinase sehingga tidak dapat mengkonversi Acyclovir menjadi Acyclo-GMP
c. Merubah DNA polimerase virus sehingga menjadi sedikit sensitif untuk menghambat
Penggunaan Terapeutik:
a. Herpes Simplex Genitalis. Infeksi genital herpes disebabkan oleh tipe 2 HSV (HSV-2). Untuk pasien dengan infeksi dini, diberikan secara topikal dapat mengurangi durasi dari pelepasan viral, tapi tidak mempercepat penyembuhan. Topikal Acyclovir tidak efektif untuk infeksi genital yang timbul kembali. Oral Acyclovir lebih baik daripada topikal untuk infeksi dini genital & yang timbul kembali.
Untuk pasien dengan infeksi dini, terapi secara oral dapat mengurangi luka. Ketika penyakit sudah menjadi parah, maka IV Acyclovir dapat diindikasikan.
b. Infeksi Herpes Simplex pada daerah mukosa. Infeksi herpes pada muka & orofaring biasanya disebabkan oleh tipe 2 HSV (HSV-2). Untuk pasien immunocompeten oral Acyclovir dapat mengobati infeksi primer pada gusi & mulut. Oral Acyclovir dapat menyebabkan profilaksis pada episode lanjutan dari herpes labialis yang timbul kembali. Ketika penyakit sudah menjadi parah, maka IV Acyclovir dapat diindikasikan.
c. Infeksi Varicella-Zoster. Dosis tinggi dari oral Acyclovir merupakan terapi efektif dari herpes zoster pada dewasa.
Farmakokinetik:
Bioavailabilitas oral rendah 15-30%. Tidak terjadi absorpsi yang signifikan pada penggunaan topikal. Acyclovir didistribusikan secara luas pada cairan tubuh & jaringan. Level mencapai pada cairan otak adalah 50% dalam plasma. Eliminasi di ginjal, khususnya obat yang sudah berubah. Pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal, waktu paruh 2,5 jam. Sedangkan pada kerusakan ginjal waktu paruh lebih lama. Oleh karena itu dosis harus dikurangi.
Efek samping:
a. Terapi IV: IV Acyclovir secara umum dapat ditoleransi dengan baik. Reaksi yang biasa terjadi adalah phlebitis & peradangan pada daerah infus. Nefrotoksik, manifestasi pada tingginya kreatinin serum & blood urea nitrogen (BUN) terjadi pada beberapa pasien. Nefrotoksik terjadi karena kekurangan Acyclovir pada tubulus ginjal.
b. Oral & Topikal: Oral Acyclovir tidak menunjukan ES yang serius. Kerusakan ginjal tidak dilaporkan. Reaksi yang biasa terjadi adalah mual, muntah, diare, sakit kepala & vertigo. Pada topikal menyebabkan transien burning / sensasi perih.
Preparasi, Dosis & Pemberian:
a. Topikal: salep Acyclovir 5%
b. Oral: kapsul 200 mg; tablet 400 & 800 mg; suspensi 200 mg/5ml
c. IV: serbuk 500 mg/10 ml vial & 1000 mg/20 ml vial.

3. Ganciclovir
Bentuk antiviral sintetik dengan aktivitas terhadap herpes virus, termasuk Cytomegalovirus (CMV). Karena obat ini mempunyai ES yang serius, khususnya Granulositopenia & Trombositopenia, penggunaannya terbatas untuk mencegah & mengobati infeksi CMV.
Mekanisme Kerja:
Mengkonversi menjadi bentuk aktifnya, Ganciclovir triphosphate dengan menginfeksi sel. Ganciclovir triphosphate menekan replikasi DNA dengan cara:
- Menghambat polimerase DNA viral.
- Melalui penggabungan dengan rantai pertumbuhan DNA, sehingga menyebabkan terminasi prematur rantai
Farmakokinetik:
Bioavailabilitas oral rendah hanya 5% dalam keadaan puasa & 9% dengan makanan. Obat ini didistribusikan secara luas pada cairan tubuh & jaringan. Pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal, waktu paruhnya sekitar 3jam. Sedangkan pada kerusakan ginjal waktu paruh lebih lama. Oleh karena itu dosis harus dikurangi.
Penggunaan Terapeutik:
Mempunyai 2 indikasi:
a. Pengobatan dari retinitis CMV pada pasien kekurangan daya tahan tubuh, termasuk AIDS
b. Pencegahan dari retinitis CMV pada pasien transplantasi.
Pada pasien dengan AIDS; CMV retinitis angka kejadian 15-40%.
Resiko relaps lebih tinggi dengan oral Ganciclovir lebih besar dengan IV Ganciclovir.
Efek samping:
Granulositopenia (mempengaruhi sumsum tulang) & Trombositopenia (faktor pembekuan darah). Ganciclovir teratogenik & embrotoksis percobaan pada hewan & kemungkinan pada manusia. ES lain: mual, demam, ruam, anemia, kegagalan fungsi hati & konvusi serta gejala CNS lain.
Preparasi, Dosis & Pemberian:
a. IV: dosis awal untuk dewasa dengan fungsi ginjal yang normal adalah 5 mg/kg (infus lebih dari 1 jam) setiap 12 jam untuk 14-21 hari. 2 bentuk sediaan dosis: 5 mg/kg infus lebih dari 1 jam setiap hari & 6 mg/kg (infus lebih dari 1 jam 1x/hari, 5 hari sampai beberapa minggu. Dosis harus diturunkan pada pasien dengan kerusakan ginjal.
b. Oral: 1000 mg 3x/hari dengan makanan untuk CMV retinitis.
c. Intraokular: implant (Vitraset) untuk pasien CMV retinitis dengan AIDS.

4. Famciclovir
Prodrug yang digunakan untuk mengobati herpes zoster akut. ES kecil.
Mekanisme Kerja & Spektrum Antiviral:
Penciclovir melewati intraselular konversi menjadi Penciclovir triphosphat, senyawa yang menghambat DNA polimerase virus & dengan demikian mencegah replikasi viral DNA. Penghambatan sintesis DNA terbatas hanya sel yang terinfeksi saja, meninggalkan secara cepat sel inang. In vitro, Penciclovir aktif terhadap HSV-1, HSV-2 & VZV.
Farmakokinetik:
Famciclovir dengan cepat terabsorpsi dalam saluran GI melalui konversi enzimatik menjadi Penciclovir, bentuk aktif. Makanan menurunkan laju absorpsi Famciclovir, tapi tidak diperpanjang. Penciclovir diekskresi dalam urin. Waktu paruh Penciclovir sekitar 2,5 jam. Bagaimanapun juga waktu paruh Penciclovir dalam sel tidak begitu lama. Sedangkan pada kerusakan ginjal waktu paruh lebih lama.
Penggunaan Terapeutik:
Saat ini Famciclovir hanya digunakan untuk mengobati herpes zoster akut.
Efek samping:
Famciclovir secara umum dapat ditoleransi dengan baik. Aman bagi kehamilan & menyusui serta pada anak dibawah 18 tahun.
Preparasi, Dosis & Pemberian:
Tablet 500 mg oral. Rekomendasi dosis 500 mg setiap 8 jam, awalnya ≥ 72 jam setelah onset dari gejala herpes zoster. Pada pasien dengan kerusakan ginjal, interval dosis harus ditingkatkan sampai 12 jam / 24 jam, tergantung dari tingkat kerusakan.

5. Valacyclovir
Mekanisme Kerja & Penggunaan:
Bentuk produk dari Acyclovir, digunakan secara oral terapi untuk Herpes zoster. Kegunaan tergantung dari konversi Valacyclovir menjadi Acyclovir, betuk aktifnya. Pada percobaan klinik pada pasien Herpes zoster, Valacyclovir (1000 mg 3x/hari untuk 7-14 hari), dimana lebih efektif daripada Acyclovir (800 mg 5x/hari untuk 7 hari) dalam mengurangi waktu sakit & posttherpetic neuralgia. Pada percobaan klinik untuk terapi Genital herpes awal / kambuh kembali, Valacyclovir 1000 mg 2x/hari & Acyclovir 200 mg 5x/hari menghasilkan hasil yang sama.
Farmakokinetik:
Setelah pemberian oral, Valacyclovir secara cepat diabsorpsi & dikonversi secara utuh menjadi Acyclovir. Ketika Acyclovir itu sendiri diberikan secara oral, bioavailabilitas hanya 15-30%. Pada keadaan yang sama, ketika Valacyclovir diberikan secara oral juga, efektifitas availabilitas dari Acyclovir meningkat hebat-sekitar 55%.
Efek samping:
Thrombotic thrombocytopenic purpura / Hemolytic uremic syndrome. Mual, muntah, diare, sakit kepala & vertigo.
Preparasi, Dosis & Pemberian:
Kapsul 500 mg, diberikan sebelum makan. Untuk terapi Herpes zoster, dosis yang direkomendasikan 1000 mg 3x/hari selama 7 hari. Dosis harus diturunkan pada pasien dengan kerusakan ginjal.

6. Cidofovir
Obat IV baru untuk pengobatan CMV Retinitis pada pasien AIDS. Obat alternatif untuk infeksi ini adalah Foscarnet, secara IV & Ganciclovir, secara IV, oral / intraokular. ES utama dari Cidoclovir adalah kerusakan ginjal.
Mekanisme Kerja:
Diubah menjadi Cidoclovir diphosphate, bentuk aktifnya. Sebagai diphosphate, Cidoclovir menyebabkan penghambatan selektif polimerase viral DNA & dengan demikian menghambat sintesis viral DNA. Konsentrasi intraselular dari Cidoclovir diphosphate adalah rendah untuk menghambat polimerase DNA manusia, oleh karena itu sel inang berkurang.
Spektrum Antiviral & Penggunaan Terapeutik:
Cidoclovir aktif terhadap CMV, HSV-1, HSV-2 & VZV. Pada percobaan klinik pada pasien AIDS & CMV Retinitis, Cidoclovir secara signifikan menghambat pertumbuhan dari retinitis.
Farmakokinetik:
Diberikan secara Infus IV & diekskresi di Ginjal. Probenesid berkompetisi dengan Cidoclovir dalam sekresi tubular ginjal, sehingga memperlama eliminasi. Cidoclovir mempunyai waktu paruh yang lama (17-65 jam). IV Foscarnet & Ganciclovir harus di infus setiap hari.
Efek samping:
ES utama dari Cidoclovir adalah kerusakan ginjal. Untuk mengurangi resiko dari luka, semua pasien harus diberikan Probenesid & terapi hidrasi IV dengan sebagian Infus Cidoclovir. Jika luka sudah tampak, Cidoclovir harus tidak diberikan / dosis harus dikurangi, tergantung tingkat kerusakan ginjal. Selain itu dapat menyebabkan Granulositopenia, termasuk Neurophil harus dimonitor.
Preparasi, Dosis & Pemberian:
Larutan (75 mg/ml) dalam 5 ml ampul.

7. Foscarnet
Aktif dalam melawan Herpes virus, termasuk CMV, HSV-1, HSV-2 & VZV. Dibandingkan dengan Ganciclovir, Foscarnet lebih sulit diberikan, lebih sedikit ditoleransi & lebih mahal. ES utama dari Cidoclovir adalah kerusakan ginjal.
Mekanisme Kerja:
Analog dari Pyrophospate yang menghambat polimerase DNA viral & melawan transkripsi, sehingga menghambat sintesis viral asam nukleat.
Penggunaan Terapeutik:
Memiliki 2 indikasi:
a. CMV Retinitis pada pasien AIDS
b. Resisten Acyclovir pada HSV daerah mukosa
Farmakokinetik:
Memiliki bioavailabilitas oral rendah & harus diberikan secara IV. Solubilitas yang rendah dalam air & tidak dipenetrasi dalam sel. Harus diberikan pada dosis yang besar dengan volume cairan yang besar. Antara 10% & 28% dari sebagian dosis yang diserap dalam tulang. Karena Foscarnet dieliminasi dalam ginjal, dosis harus diturunkan pada pasien dengan kerusakan ginjal. Waktu paruh plasma adalah 3 sampai 5 jam.
Efek samping & Interaksi:
Nefrotoksik, ketidakseimbangan elektrolit & mineral. ES lain demam, mual, muntah, anemia, diare & sakit kepala. Sebagai tambahan menyebabkan lemah otot, tremor, iritabilitas, ulserasi kelamin, ketidaknormalan fungsi liver, neutropenia, anemia & seizure.
Preparasi, Dosis & Pemberian:
Larutan (24 mg/ml) untuk infus IV. Untuk pasien dengan fungsi ginjal normal, dosis awal 60 mg/kg (Infeksi CMV) / 40 mg/kg (Infeksi HSV) infus lebih dari 1 jam setiap 8 jam selama 2 – 3 minggu. Dosis penyembuhan (CMV & HSV Infeksi) adalah 90 – 120 mg/kg infus selama 2 jam sekali sehari. Semua dosis harus diturunkan pada pasien dengan kerusakan ginjal.

8. Ribavirin
Mekanisme Antiviral:
Virustatik. Aktif terhadap Respiratory syncytial virus (RSV), Influenza virus (tipe A&B) & herpes simplex virus.
Penggunaan Terapeutik:
Hanya untuk pneumonia viral yang disebabkan RSV yang digunakan secara hati2, bayi yang dirawat & anak kecil. Sayangnya, kegunaan sangat kecil & harganya mahal.
Ribavirin untuk pengobatan influenza A & B. Pemberian harus dimulai selama 24 jam dari onset pada gejala. Penggunaan tambahan termasuk measles, herpes genitalis, hepatitis akut & kronik, Lassa fever & Korean hemorhagik fever.
Farmakokinetik:
Diberikan secara oral inhalasi. Konsentrasi dalam plasma rendah. Dimetabolisme secara aktif & inaktif. Ekskresi melalui urin (30-55%) & feses (15%).
Efek samping:
Inhalasi Ribavirin menimbulkan sedikit / tidak toksisitas sistemik. Fungsi saluran pernafasan harus dimonitor. Pemberian sistemik (oral/IV) menyebabkan anemia.
Penggunaan dalam Kehamilan:
Dikontraindikasikan selama kehamilan.
Preparasi, Dosis & Pemberian:
Serbuk (6 mg/100 ml vial) pemberian aerosol.




9. Amantadine
Obat antiviral untuk pencegahan & pengobatan infeksi yang disebabkan virus Influenza tipe A.
Mekanisme dari kerja Antiviral:
Dapat mencegah penetrasi virus influenza A memasuki sel inang & dapat menghambat lapisan viral. Sebagai tambahan, menghambat secara mudah pada replikasi dari komponen viral.
Penggunaan Terapeutik:
Obat tidak aktif terhadap Influenza tipe B. Kandidat untuk pencegahan termasuk:
- Individual yang mempunyai resiko tinggi komplikasi influenza
- Petugas kesehatan & keluarga pasien yang kontak langsung dengan pasien
Farmakokinetik:
Diabsorpsi secara baik pada pemberian oral & didistribusi secara luas dalam cairan tubuh & jaringan. Melewati barier darah-otak & plasenta. Ekskresi dalam ginjal. Pada pasien dengan kerusakan ginjal,Amantadine dapat diakumulasi sampai tingkat tinggi jika dosis tidak dikurangi.
Efek samping:
Central Nervous System Effect. Terjadi 10-30%. Reaksi meliputi dizziness, nervousness, insomnia & sulit berkonsentrasi.
Efek Cardiovaskular, Hipotensi ortostatik.
Penggunaan dalam Kehamilan & Laktasi:
Teratogenik & embrotoksik
Interaksi Obat:
Pemberian bersama obat antikolinergik, menyebabkan reaksi psikotik.
Preparasi, Dosis & Pemberian:
Oral: 100 mg kapsul; sirup 10 mg/ml
Untuk pencegahan & pengobatan Influenza tipe A:
- >9 tahun: 100 mg 2x/hari
- Anak 1-9 tahun: 4,4 – 8,8 mg/kg/hari dalam 2/3 dosis terbagi
Dosis harus diturunkan pada pasien dengan kerusakan ginjal.

10. Rimantadine
Mirip dengan Amantadine dalam struktur, kerja & penggunaan, Rimantadine hanya untuk pencegahan & pengobatan dari infeksi virus Influenza tipe A. Pemberian secara oral & bioavailabilitas mencapai 90%. Tidak dimetabolisme, melewati metabolisme lintas pertama sampai ekskresi di urin. ES utama yaitu rasa grogi, peka terhadap cahaya, sulit berkonsentrasi, susah tidur & lemah otot. Dosisnya 100 mg 2x/hari. Dosis untuk pencegahan pada anak 5 mg/kg/hari. Rimantadine 100 mg kapsul & 10 mg/ml sirup.






11. Interferon Alfa
Penggunaan Antiviral & Dosis:
Pada prinsipnya, antiviral sistemik digunakan pada hepatitis kronik tipe B & hepatitis kronik tipe C.
Pasien hepatitis kronik tipe B: parenteral interferon alfa-2b (5 million IU/hari selama 4bulan) secara biokimia & memperlihatkan perubahan pada 40% penderita.
Hepatitis kronik tipe C: interferon alfa-2b (2 / 3 million 3x seminggu hari selama 6bulan) secara biokimia & memperlihatkan perubahan pada 50% penderita.
Sayangnya, setengah pasien dapat sakit kembali jika terapi dihentikan. Hal ini disebabkan pemberian interferon alfa selama hepatitis C akut meningkatkan resiko terjadinya penyakit kronik.
Sebagai tambahan, dapat digunakan pada CMV, HSV, VZV, herpes keratokonjungtivitas & cyndlomata acuminata (genital warts).

12. Trifluridine
Satu2nya obat yang diindikasikan sebagai pengobatan topikal dari infeksi okular yang disebabkan oleh HSV tipe 1 & 2. Obat ini diberikan untuk mengobati keratokonjungtivitas akut & epithelial keratitis yang kambuh kembali. Kerja antiviral merupakan hasil dari penghambatan sintesis DNA. ES yang sering adalah rasa terbakar pada daerah setempat & panas. Disediakan dalam bentuk larutan tetes mata 1%. Diteteskan pada kornea setiap 2jam.

13. Vidarabine
Diindikasikan untuk mengobati keratokonjungtivitas akut & epithelial keratitis yang kambuh kembali yang disebabkan oleh HSV tipe 1 & 2. Efek antiviral merupakan hasil dari polimerase DNA Virus & terminasi prematur dari pertumbuhan rantai DNA virus. ES yang sering terjadi: rasa terbakar, fotofobia & lacrimation. Tersedia dalam bentuk salep mata 3%.

14. Idoxuridine
Merupakan obat antiviral pertama yang efektif untuk digunakan pada manusia. Efek antiviral merupakan hasil dari penggabungan metabolisme idoxuridine kedalam virus DNA. Hanya diindikasikan untuk keratitis yang disebabkan oleh HSV tipe 1 serta tidak aktif untuk tipe 2. Karena Vidarabine & Trifluridine lebih efektif & kurang toksik daripada Idoxuridine. ES: radang, panas, fotofobia, bengkak pada mata, kemacetan pembuluh lakrimal & kerusakan pada epitel kornea. Tersedia dalam bentuk salep mata 0,5% & tetes mata 0,1%.







ANTIVIRAL: DRUGS FOR HIV INFECTIONS
1. Karakteristik HIV
HIV adalah retrovirus. Retrovirus mengurangi perlengkapan untuk replikasi sendiri & oleh karena itu, mereka adalah parasit intraselular obligat. Berbeda dengan virus lainnya, retrovirus mempunyai untaian RNA tunggal positif sebagai bahan genetiknya. Jadi untuk bereplikasi, retrovirus harus menerjemahkan RNA menjadi DNA. Enzim yang digunakan dalam proses ini adalah viral RNA-dependent DNA polymerase, yang biasa disebut reverse transcriptase. (untuk membedakan dari DNA-dependent RNA polymerase, enzim induk yang menjelaskan DNA menjadi RNA, yang sering disebut meneruskan proses transkripsi)
Ada 2 tipe dari HIV, yaitu HIV-1 & HIV-2. Meskipun berbeda secara tampilan & antigenitas, tapi disebabkan oleh sindrom penyakit yang sama. Tidak semua obat aktif terhadap kedua tipe ini.
2. Target sel: sel CD4 T (limfosit helper T).

3. Laju replikasi:
HIV secara cepat bereplikasi selama tahap infeksi. Selama fase awal infeksi, replikasi adalah besar, hal ini disebabkan karena:
- Populasi sel CD4 T masih besar, sehingga membentuk daerah pekembangbiakan yang besar untuk virus
- Sel inang tidak meningkatkan respon imun terhadap HIV, karena itu replikasi dapat terjadi tanpa perlawanan.
Sebagai hasil dari replikasi yang besar, tingkat plasma dari HIV dapat meningkat 10 juta virion/ml. Selama tahap dari kenaikan virus ini, pasien sering disebut sebagai sindrom retrovirus akut.
Untuk memelihara tingkat steady state biasanya terlihat selama infeksi HIV kronik, laju replikasi adalah antara 1 & 10 milyar virion/hari.

4. Transmisi infeksi HIV:
Transmisi dapat masuk melalui semen, sekresi vagina & darah. Penyakit dapat bertransmisi melalui hubungan seks, transfusi, pemakaian bersama jarum suntik & spoitnya. Dapat juga masuk kedalam fetus melalui ibu yang telah terinfeksi, biasanya pada periode perinatal. Awalnya, HIV hanya terbatas pada lelaki homoseksual, penggunaan jarum suntik & hemofilia. Resiko dari kontraksi HIV dapat dikurangi dengan penggunaan kondom & persediaan screening darah untuk HIV.








5. Gejala & tanda dari sindrom retrovirus akut:
a. Demam
b. Limfomadenopati
c. Paringitis
d. Ruam-Erythematous maculopapular dengan luka pada wajah & tubuh & kadang berlebihan, termasuk telapak tangan & kaki
e. Ulserasi mukosa pada mulut, esofagus / kelamin
f. Mialgia / arthalgia
g. Diare
h. Sakit kepala
i. Mual & muntah
j. Pembengkakan hati
k. Sariawan
l. Penurunan berat badan
m. Gejala neurologik: meningoencephalitis / aseptic meningitis, Neuropati periperal / radiculopathy.

6. Penghambat Reverse Transcriptase dibagi menjadi:
a. Obat yang analog struktural dengan nukleosida, disebut penghambat nukleosida Reverse Transcriptase.
b. Obat yang tidak analog dengan nukleosida, disebut penghambat non-nukleosida Reverse Transcriptase.

7. Gambaran dari Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI)
Zidovudin Didanosin Zalcitabin Stavudin Lamivudin
Dosis 300 mg bid >60 kg: 200 mg bid
<60 kg: 125 mg bid 0,75 mg tid >60 kg: 40 mg bid
<60 kg: 30 mg bid 150 mg bid
Bioavailabilitas 60% Tablet: 40%
Serbuk: 30% 85% 86% 86%
t ½ serum 1,1 jam 1,6 jam 1,2 jam 1 jam 3-6 jam
t ½ intraselular 3 jam 12 jam 3 jam 3,5 jam 12 jam
Eliminasi Metabolisme hati diikuti dengan ekskresi ginjal Metabolisme sebagian diikuti dengan ekskresi ginjal Metabolisme sebagian diikuti dengan ekskresi ginjal Metabolisme sebagian diikuti dengan ekskresi ginjal Ekskresi ginjal (tidak berubah)
Toksisitas utama • Anemia & Neutropenia
• Intoleransi GI
• Sakit kepala
• Insomnia
• Miopati • Pankreatitis
• Neuropati periperal
• GI: mual, diare • Neuropati periperal
• Pankreatitis (jarang)
• Stomatitis • Neuropati periperal
• Pankreatitis (jarang) Toksisitas kecil
First of choice: Lamivudin / Stavudin, kecuali ada resisten

8. Gambaran dari Non-nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI)
Nevirapin Delavirdin
Dosis 200 mg 1x/hari selama 14 hari, lalu 200 mg 2x/hari 400 mg tid (campur 4 tablet 100 mg pada 3 ons/ lebih air agar mudah ditelan)
Bioavailabilitas >90% 85%
t½ serum 25-30 jam 5,6 jam
Eliminasi Dimetabolisme oleh P-450 diikuti dengan ekskresi di urin (80%) & feses Idem
Toksisitas utama Ruam Ruam
Interaksi obat • Menurunkan P-450 & level dari berbagai obat: efek pada penghambat protease & kontrasepsi oral adalah yang perlu diperhatikan
• Rifampin & Rifabutin juga menurunkan P-450 & level dari Nevirapin • Menghambat P-450 & mungkin meningkatkan level dari berbagai obat
• Karena penghambatan P-450, obat yang dikontraindikasikan: Astemizol, Terfenadin, Alprazolam, Midazolam, Triazolam & Cisapride
• Karena penghambatan P-450, obat yang diberikan dengan perhatian: Indinavir, Saquinavir, Klaritomisin, Dapson, Alkaloid ergot, Dihidropiridin, Penghambat kanal Ca, Kuinidin & Warfarin
• Antasid & Didanosin menurunkan absorpsi dari Delavirdin; tidak boleh diberikan selama 1 jam dari Delavirdin


















9. Gambaran dari Protease Inhibitors
Indinavir Ritonavir Saquinavir Nelfinavir
Dosis 800 mg q 8 h 600 mg q 12 h 600 mg q 8 h 750 mg q 8 h
Pemberian 1 jam sebelum makan / 2 jam setelah makan, dapat diberikan bersama susu / daging rendah lemak Bersama makanan Bersama daging tinggi lemak Bersama makanan
Penyimpanan Suhu kamar, lindungi dari kelembaban Kulkas Suhu kamar Suhu kamar
Bioavailabilitas 30% Adequate Kapsul gelatin keras: rendah (4%) & eratis 20-80%
t ½ plasma 1,5-2 jam 3-5 jam 1-2 jam 3,5-5 jam
ES • Nefrolitiasis
• Intoleransi GI
• Lainnya: sakit kepala, astenia, pandangan kabur, pusing, ruam, rasa logam, trombositopenia • GI: mual, muntah, diare
• Parestesias (sirkumoral & periperal)
• Astenia (lemah)
• Rasa berkurang Sangat ditoleransi dengan baik; mual, diare & sakit kepala jarang terjadi Diare
Interaksi obat • Menghambat P-450
• Tidak boleh dikombinasi dengan Astemizol, Terfenadin, Cisapride, Triazolam, Midazolam / alkaloid ergot
• Efek Indinavir diturunkan oleh Rifampin & Rifabutin
• Meningkatkan ketokenazol
• Absorpsi diturunkan oleh Didanosin, pemberian selang 1 jam • Menghambat P-450 secara kuat
• Penghambatan P-450 meningkatkan level dari berbagai obat, karena itu penggunaan konkuren dikontraindikasikan
• Efek Ritonavir diturunkan oleh Etinil Estradiol (kontrasepsi oral), Teofilin, Klaritomisin, Sulfametaksazol & Zidovudin
• Absorpsi diturunkan oleh Didanosin, pemberian selang 2 jam • Menghambat P-450
• Tidak boleh dikombinasikan dengan Astemizol, Terfenadin, Cisapride, Triazolam, Midazolam / alkaloid ergot
• Efeknya diturunkan oleh Rifampin & Rifabutin & kemungkinan dengan Fenobarbital, Fenitoin, Deksametason & Karbamazepin
• Efeknya ditingkatkan oleh Ritonavir, Ketokenazol & jus anggur • Menghambat P-450
• Tidak boleh dikombinasikan dengan Astemizol, Terfenadin, Cisapride, Triazolam, Midazolam / alkaloid ergot
• Efeknya diturunkan oleh Rifampin & Rifabutin
• Efeknya diturunkan oleh Etinil Estradiol & Noretindron (kontrasepsi oral)
• Efeknya ditingkatkan oleh Ketokenazol

10. Penyakit HIV akut
Semua pasien dengan penyakit HIV akut harus menerima terapi antiretrovirus secara maksimal efektif. Pengobatannya sama seperti regimen pilihan 1 PI + 2 NRTI.

11. Perubahan regimen
4 alasan untuk penggantian terapi antiretrovirus:
a. Pengobatan gagal
b. Toksisitas obat
c. Pasien tidak patuh
d. Penggunaan regimen yang suboptimal

12. Pengobatan pada wanita hamil:
Menerima terapi antiretrovirus secara optimal, tanpa melupakan kehamilannya. Keberhasilannya adalah untuk menyeimbangkan manfaat dari pengobatan (mengurangi jumlah virus, dengan demikian menaikan kesehatan ibu & mengurangi resiko dari transmisi HIV ke janin) terhadap resiko pengobatan (teratogenik pada janin).
Zidovudin, adalah satu2nya obat yang dapat mengurangi resiko transmisi HIV ke janin sampai 70-80%. Jika infeksi masih dalam tahap awal, ibu hamil tsb dapat menunda terapi sampai kehamilan selesai.

13. Pengobatan pada Pediatrik:
Beberapa studi mengindikasikan bahwa virologi HIV pada anak sama dengan dewasa, sehingga terapi antiretrovirus juga sama. Anak2 harus diobati dengan kombinasi dari obat antiretrovirus yang menghasilkan plasma HIV RNA pada tingkat yang tidak dapat dideteksi dengan pengujian.

14. Postexposure Profilaksis
Resiko terbentuknya penyakit HIV setelah pembukaan pertama dapat dikurangi-tapi tidak dihilangkan-dengan obat profilaksis. Regimen rekomendasi adalah 2 NRTI-Zidovudin (200 mg tid) + Lamivudin (150 mg bid)-selama 4 minggu. Terapi profilaksis berdasarkan pengobatan awal mungkin mencegah infeksi selular dini & perkembangan lokal dari HIV, dengan demikian membiarkan imun inang melawan untuk mengeliminasi virus sebelum menjadi banyak.





15. Pengobatan pada Infeksi Oportunis:
a. Pneumocystis carinii pneumonia
Manifestasi klinik dari PCP umumnya nonspesifik. Gejala awal meliputi demam, batuk, dyspnea, nyeri dada, pallor & sianosis. Pengobatan pilihan untuk PCP adalah TMP-SMX efektif pada 90% pasien. Perubahan klinik tampak pada 4-8 hari. Alternatifnya Pentamidin, Atovaquone, TMP + Dapson, Trimetrexate + Asam Folat & Primakuin + Klindamisin.
b. Cytomegalovirus retinitis
Dengan 3 obat: Ganciclovir, Cidoclovir & Foscarnet. Diberikan secara IV.
c. Mycobacterium tuberculosis-Mycobacterium avium Complex
Mycobacterium tuberculosis: INH + RMP+PZA kemudian diganti dengan INH+RMP selama 2 bulan kemudian.
Mycobacterium avium Complex: Azitromisin / Klaritromisin ditambah obat lain yaitu EMB. Jika dibutuhkan, dapat ditambahkan beberapa obat: Rifabutin, Rifampin, Siprofloksasin, Klofazimin & Amikasin. Untuk profilaksis: Azitromisin / Klaritromisin dapat digunakan.
d. Toxoplasma Encephalitis
Pengobatan menggunakan: Pirimetamin + Sulfadiazin. Sulfadiazin menyebabkan ruam & kristal uria. Pada pasien yang tidak toleransi pada Sulfadiazin dapat menggunakan obat: Pirimetamin + Klindamisin, Pirimetamin + Atovaquone / terapi tunggal: Azitromisin / Klaritromisin.
Ketika Toxoplasma telah terkontrol, terapi pemeliharaan dibutuhkan untuk menurunkan resiko kambuh kembali. Regimennya: TMP-SMX, diberikan tablet kekuatan ganda harian.
e. Cryptococcal Meningitis
Menginfeksi 9% dari 13% pasien AIDS. Gejala umum: demam & sakit kepala. Gejala lainnya: mual, muntah, fotofobia & kemunduran mental.
Pengobatan pilihan: Amfoterisin B infus harian, selama 2 bulan / lebih lama. Oral Flusitosin dapat dikombinasikan dengan Amfoterisin B. ES utama dari Amfoterisin: kerusakan ginjal, depresi (neutropenia,trombositopenia). Terapi pemeliharaan: oral Flukonazol harian.
f. Varicella-Zoster Virus Infection
Terapi pilihan: oral Acyclovir (800 mg 5x/hari selama 7-10 hari). Alternatif: oral Famciclovir & IV Foscarnet.
g. Herpes Simplex Virus Infection
Luka mungkin muncul pada berbagai tempat, termasuk bibir, lidah, kelamin & dubur. Pada pasien dengan komplikasi HIV, HSV mungkin menginfeksi esofagus, kolon, tulang, mata & CNS. Acyclovir adalah obat pilihan yang diberikan secara oral / IV. Respon biasanya tampak selama 3-10 hari. Waktu pengobatan 7-21 hari. Pada pasien resisten Acyclovir, dapat menggunakan Foscarnet IV.
h. Candidiasis
Infeksi oleh Candida albicans yang terdapat pada orofaring & esofagus. Sebesar 70% pasien yang diberikan oral candidiasis (sariawan), dimana sering berespon pada terapi topikal (misalnya mendesir & menelan sebuah suspensi Nistatin / menghisap troches Mikonazol). Sebagai alternatif, dapat diberikan terapi sistemik dengan oral azole (Flukonazol, Ketokenazol / Itrakonazol).

SEXUALLY TRANSMITTED DISEASES (STDs)
1. Chlamydia Trachomatis Infections
Disebabkan oleh bakteri STD. Dapat menyebabkan:
a. Infeksi saluran kelamin (uretra, serviks & epididymitis) biasanya dengan Chlamydia trachomatis. Untuk dewasa, ada 2 pengobatan yang direkomendasikan yaitu dosis tunggal 1-gm oral Azitromisin / 100 mg Doksisiklin 2x/hari oral selama 7 hari. Ofloksasin adalah alternatif.
b. Infeksi kehamilan: obat pilihan untuk infeksi selama kehamilan ini adalah Eritromisin 500 mg oral selama 7 hari. Preparasi lain yang dapat digunakan adalah E. base, E. stearat / E. etilsuksinat. E. estolat kontraindikasi pada kehamilan karena resiko dari kerusakan hati pada bayi. Untuk wanita yang tidak bisa menggunakan Eritromisin, dapat menggunakan Amoksisilin. Meskipun Doksisiklin & Tetrasiklin dapat melawan Chlamydia trachomatis, tapi ke-2 obat ini kontraindikasikan karena dapat menyebabkan kerusakan pada gigi & tulang bayi. Sulfisoksazol & Sulfonamid juga KI, karena menyebabkan kernikterus pada bayi.
c. Neonatal Opthalmia & Pneumonia: sekitar ½ dari kehamilan bayi pada wanita dengan serviks C. trachomatis menimbulkan infeksi selama proses melahirkan. Bayi tsb beresiko terhadap konjungtivitas & pneumonia. Pengobatan pilihan untuk infeksi ke-2nya adalah sistemik Eritromisin 12,5 mg/kg (oral/IV) 4x/hari selama 2 minggu.
d. Lymphogranuloma Venereum: disebabkan oleh rantai unik dari C. trachomatis. Transmisi melalui hubungan seks. Pengobatan pilihan: Doksisiklin 100 mg oral 2x/hari selama 3 minggu.

2. Gonococcal Infections
Disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae, diplokokus gram negatif sering berubah menjadi gonokokus. Transmisi melalui hubungan seks.
Gejala pada pria: rasa terbakar pada saat urinasi & gangguan pus-like pada penis. Pada wanita biasanya asimptomatis, namun infeksi serius dari struktur reproduksi wanita (vagina, uretra, servik, ovarium & saluran fallopian) dapat terjadi, sehingga berpengaruh pada sterilitas.
Bacteremia dapat terjadi pada kedua jenis kelamin ini, menyebabkan lesi pada daerah mukosa, artritis & jarang meningitis & endocarditis.
Obat pilihan untuk uncomplicated gonorrhea: Seftriakson dosis IM tunggal (125-250 mg), alternatif: Sefiksim, Siprofloksasin & Ofloksasin. Apabila terkena infeksi N. gonorrhoeae & C. trachomatis, maka dapat diberikan oral Doksisiklin / Azitromisin.
Untuk gonorrhea yang sudah menyebar (bacteremia, artritis, meningitis), dibutuhkan terapi parenteral, meliputi Seftriakson (1 gm IV harian selama 7-10 hari) / Seftriakson (1 g IV harian selama 3 hari), yang diikuti dengan Sefiksim (400 mg oral 2x/hari)
a. Gonococcal Neonatal Optalmia: 0,5% Eritromisin, 1% Tetrasiklin / 1% silver nitrat. Pada bayi baru lahir dengan optalmia aktif, terapi parenteral Seftriakson (IM) / Sefotaksim (IM / IV)

3. Nongonococcal Urethritis
Disebabkan oleh Chlamydia trachomatis (25-40%), Ureaplasma urealyticum (sekitar 20%) & Trichomonas vaginalis (<5%).
Obat pilihan: Doksisiklin 100 mg 2x/hari selama 7 hari. Pada pasien yang KI, dapat menggunakan Eritromisin.

4. Pelvic Inflammatory Disease
Disebabkan oleh N. gonorrhoeae &/ atau C. trachomatis.
Pada pasien rawat inap, pengobatan awal: Sefotaksim (IV) / Sefotetan (IV) diikuti dengan Doksisiklin (IV).
Pada pasien rawat jalan: Sefoksitin (IM) kombinasi dengan Probenesid / dengan Seftriakson (IV). Terapi awal diikuti dengan oral Doksisiklin selama 14 hari.

5. Acute Epididymitis
Disebabkan oleh N. gonorrhoeae &/ atau C. trachomatis.
Pengobatan: Ofloksasin 300 mg oral 2x/hari selama 10 hari.

6. Syphilis
Disebabkan oleh Treponema pallidum.
Karakteristik: Sifilis terbentuk dalam 3 tahap, primer, sekunder & tersier. T. pallidum masuk kedalam tubuh melalui penetrasi membran mukosa dari mulut, vagina / uretra dari penis. Setelah masa inkubasi 1-4 minggu, luka primer, yang disebut chancre, terbentuk ditempat masuknya. Chancre ini keras, merah, protruding & sangat nyeri. Kerusakan saluran limfa mungkin terjadi. Setelah beberapa minggu chancre sembuh secara spontan, meskipun T. pallidum masih ada.
2-6 minggu setelah chancre sembuh, sifilis sekunder terbentuk. Gejalanya sebagai hasil dari penyebaran T. pallidum melalui aliran darah. Luka kulit & gejala seperti flu (demam, sakit kepala, nafsu makan berkurang & malaise) adalah khas. Pembesaran kelenjar limfa & nyeri mungkin terjadi. Gejala sifilis sekunder ini dapat hilang selama 4-8 minggu-tapi dapat muncul kembali dalam waktu lebih dari 3-4 tahun kedepan.
Sifilis tersier terbentuk 5-40 tahun setelah infeksi dini. Menyerang sebagian besar organ. Infeksi otak-Neurosifilis-adalah umum & menyebabkan kehilangan intelegensia, paralisis & gejala psikiatrik lainnya. Katup jantung & aorta mungkin rusak. Luka mungkin terjadi pada kulit, tulang & mata.
Pengobatan: Penisilin G, dosis tergantung tahap penyakit.
Early sifilis (primer, sekunder & sifilis yang belum terlihat dalam waktu ≤ 1 tahun) dapat diobati dengan dosis IM tunggal Benzatin Penisilin G.
Late Sifilis (≥ 1 tahun) juga diobati dengan IM Benzatin Penisilin G, tapi dosis ditingkatkan (2,4 juta unit seminggu sekali selama 3 minggu).
Neurosifilis membutuhkan terapi lebih aggresif. Pengobatan rekomendasi: 2-4 juta unit IV Penisilin G setiap 4 jam selama 10-14 hari.
Congenital sifilis, 2 pengobatan yang direkomendasikan: Penisilin G (IM/IV) 50.000 unit/kg setiap 8-12 jam selama 10-14 hari / Prokain Penisilin IM 50.000 unit/kg 1x/hari selama 10-14 hari.
Pada kehamilan, harus diterapi dengan Penisilin G dengan dosis yang disesuaikan pada tahapan penyakit.

7. AIDS
Disebabkan oleh HIV

8. Chancroid
Disebabkan oleh Haemophilus ducreyi. Transmisi melalui hubungan seks. Karakteristik infeksi adalah sangat sakit, ulser yang tidak ratapada tempat dari inokulasi, biasanya kelamin luar. Pengobatan:
a. Eritromisin 500 mg oral 4x/hari selama 7 hari
b. Seftriakson 250 mg IM 1x/hari
c. Azitromisin 1 gm oral 1x/hari

9. Trichomoniasis
Disebabkan oleh Trachomonas vaginalis. Pada wanita, infeksi mungkin asimptomatis / disebabkan gangguan cairan vagina, yang diikuti dengan rasa terbakar & panas. Pada pria, tidak ada gejala infeksi. Infeksi dapat dihilangkan dengan dosis tunggal Metronidazol 2 gm. Dosis dapat diulangi jika pengobatan gagal. Metronidazol KI selama kehamilan trimester pertama.

10. Bacterial Vaginosis
Hasil dari perubahan mikroflora vagina. Disebabkan oleh Gardnerella vaginalis (yang dikenal H. vaginalis), Mycoplasma hominis & anaerob lainnya.
Pengobatan: Metronidazol oral 500 mg 2x/hari selama 7 hari. Intravaginal: Metronidazol (0,75% gel) 5 gm 2x/hari selama 5 hari & Klindamisin (krem 2%) 5 gm setiap sore selama 7 hari.

11. Herpes Simplex Infections
Disebabkan oleh HSV-2.
Pengobatan: Acyclovir (oral / IV)

12. Genital & Anal Warts
Disebabkan oleh Human papillomavirus.
Pengobatan pilihan: Cryotherapy
Pengobatan alternatif: Podophyllum resin / Asam trikloroasetat (ke-2nya topikal).


13. Pediculosis Pubis
Disebabkan oleh Phthirus pubis (pubis lice)
Pengobatan: 1% Permethrin (topikal)

14. Scabies
Disebabkan oleh Sarcoptes scabiei.
Pengobatan: 5% Permethrin (topikal).

ADRENOCORTICAL AND OTHER HORMONAL DYSFUNCTION
1. Pemberian klinik dari Steroid: pemberian glukokortikoid harus hati2 karena bersifat imunosupresan.
Kapan Glukokortikoid digunakan:
1. Kekurangan Adrenokortikol primer / sekunder
2. Rematik
a. Artritis gout akut
b. Artritis rematoid
c. Osteoartritis
3. Gangguan ginjal
a. Glomerulonefritis
b. Sindrom nefrotik
4. Gangguan kolagen
a. SLE
b. Polimositis
5. Gangguan alergi
a. Angioderma
b. Urtikardia
6. Gangguan saluran nafas
a. Asma bronkial
b. Pnemonitis
7. Gangguan kulit
8. Gangguan GI
a. Kolitis ulser
b. Penyakit Crohn’s
9. Malignansi
a. Kanker payudara
b. Leukimia
10. Gangguan hati
a. Hepatitis aktif kronik
b. Hepatitis alkohol
11. Miscellaneous
a. Sarkodosis
b. Anemia hemolitik









2. Fungsi Paratiroid:
 Meningkatkan pembentukan Ca & pospat dari resorpsi tulang
 Meningkatkan reasorpsi Ca & Mg melalui ginjal
 Meningkatkan absorpsi intestinal dari Ca secara langsung melalui vit. D
 Meningkatkan konversi metabolisme 25-hidroksikolekalsiferol menjadi bentuk aktif vit D3 melalui rangsangan aktivitas dari tubular ginjal 25-OH-1-α-hidoksilase
 Meningkatkan ekskresi ginjal dari bikarbonat, membentuk asidosis dimana dapat menurunkan kemampuan sirkulasi albumin menjadi Ca, oleh karena itu meningkatkan Ca secara psikokimia.

Tidak ada komentar: