Kamis, 05 Mei 2011

FRS 0

FARMASI RUMAH SAKIT
PHARMACEUTICAL CARE
 Pharmaceutical care adalah penggunaan obat demi tercapainya peningkatan kualitas hidup manusia.
 Tujuan pharmaceutical care :
a) Menyembuhkan penyakit
b) Mengurangi gejala penyakit
c) Menahan/memperlambat proses penyebaran penyakit
d) Mencegah gejala penyakit
e) Mencegah penyakit
 Peran mendasar Apoteker dalam Pharmaceutical Care
a) Mengidentifikasi DRP
b) Mencegah DRP
c) Mengatasi DRP
 Drug Related Problem (DRP) adalah masalah yang timbul pada seseorang yang sedang mengkonsumsi obat.
 Kategori DRP
a) Masalah yang timbul karena tidak tepat indikasi
Pasien DB diberi Antipiretik (Parasetamol, Asetosal), Alergi diberi Antibiotik (Amoxicilin)
b) Masalah yang timbul karena tidak tepat regimen
Obat Diuretik seharusnya diberikan pada pagi hari agar tidak menyebabkan pengeluaran urin yang sering. Ciprofolxacin seharusnya diberikan 2x1, tapi pada kenyataannya diberikan 3x1.
c) Masalah yang timbul karena tidak tepat obat
Parasetamol tidak boleh diberikan pada pasien gagal ginjal. Kloramfenikol diberikan pada ibu hamil. Tetrasiklin diberikan pada bayi.
d) Masalah yang timbul karena interaksi obat
Parasetamol + Asam Mefenamat. Tetrasiklin + Antasid
e) Masalah yang timbul karena efek samping obat
Obat Antihipertensi Captopril dapat menyebabkan batuk. Kloramfenikol tidak untuk Anemia, karena dapat menyebabkan kerusakan sumsum tulang, sehingga dapat terjadi Anemia Aplastik. Phenylpropanolamin menyebabkan mengantuk.
f) Masalah yang timbul karena tidak mendapat obat
Pasien tidak punya biaya untuk membeli obat, harga obat terlalu mahal, obat tidak ada/habis
 Pedoman pendekatan sistematika terhadap pasien

a. Location = dimana letak sakitnya
b. Intensity = seberapa kuat sakitnya (misal 1-5)
c. Nature = bawaan dari pasien
d. Duration = berapa lama sakitnya (jam)
e. Occurrence = pencetus timbulnya suatu penyakit
f. Concomittance = Sakit penyerta lainnya
g. Aggravating = yang membuat sangat sakit (misal pada saat kerja, duduk, atau berdiri)
h. Radiating = sakitnya sudah diperluas belum
i. Relieving = yang membuat rasa sakit berkurang (misal pada saat tidur)
j. Frequency = seberapa sering sakitnya (dalam sehari)

MANAGING DRUG SUPPLY
 Menurut WHO obat jadi masalah, karena :
a. Obat merupakan Life Saving (menyelamatkan hidup)
Harus dapat diakses segera agar dapat segera dapat digunakan
b. Obat mempengaruhi kinerja pelayanan kesehatan secara keseluruhan
Apabila ada pasien kecelakaan lalu masuk UGD dan harus segera dioperasi, operasi berhasil, kemudian masa2 pengobatan/penyembuhan menggunakan obat yang mutunya jelek maka operasi jadi sia2, luka menjadi infeksi, jika hal ini terjadi maka pasien tsb akan menilai RSnya jelek, padahal yang membuat gagal adalah obatnya yang menyebabkan tujuan pengobatan tidak tercapai.
c. Obat itu mahal
Karena proses dari sintesa sampai menentukan zat aktifnya mengalami riset yang panjang dan harus melalui uji klinik.
d. Obat bukan komoditi biasa
Perlu penanganan oleh tenaga profesional sperti dokter, apoteker, karena setiap obat mempunyai efek samping.
e. Manajemen dapat meningkatkan kinerja obat
Kinerja dalam manfaat terapeutik obat.





 Siklus Manajemen Obat

a) Seleksi = obat apa saja yang dipilih, data yang dibutuhkan :
- Pola penyakit di RS tsb / Penyakit yang ada di RS
- Rasio antara efektifitas dan keamanan yang besar
- Mutu obat dibuktikan dengan Bioavailability
- Data literatur yang paling lengkap
b) Pengadaan
- Penyimpangan persediaan
- Pergudangan
- Inventory control
c) Distribusi
SDO Rawat Inap dan Rawat Jalan
d) Penggunaan
Menekan DRP semaksimal mungkin




 Sistem Distribusi Obat di Rawat Inap
Tergantung dari :
1. Lokasi Farmasi
a) Sentralisasi yaitu dari farmasi pusat langsung ke tiap ruangan
b) Desentralisasi yaitu dari farmasi pusat ke Depo Farmasi dulu baru ke ruangan
c) Gabungan keduanya yaitu sebagian obat didistribusi secara sentralisasi dan sebagian lagi secara desentralisasi
Keuntungan Desentralisasi :
- Mempermudah dalam hal kecepatan, karena ada obat yang harus ada di ruang rawat inap ada yang tidak
- Mempermudah dalam hal pengawasan
Kerugian Desentralisasi : butuh tenaga dan biaya yang banyak

ORGANISASI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT
 Klasifikasi RS Berdasarkan Kepemilikan :
1) RS Pemerintah
- Dibiayai oleh pemerintah
- Diselenggarakan oleh departemen, TNI, Pemda atau BUMN
- Contoh RSPAD Gatot Subroto, RUMKITAL Dr. Mintohardjo
2) RS Non Pemerintah
- Diselenggarakan oleh yayasan
- Disahkan oleh badan hukum
- Berada dibawah naungan organisasi sosial atau agama
- Contoh : RS Islam, RS UKI
- Berdasarkan KepMenKes RI no 806/Menkes/SK/XII/1987 klasifikasi menjadi :
a) RSU Swasta
Pelayanan medis umum, spesialistik dan sub spesialistik
b) RSU Swasta Madya
Pelayanan medis umum dan 4 spesialistik dasar lengkap yaitu kebidanan/penyakit kandungan, penyakit anak, penyakit dalam dan bedah
 Klasifikasi RS Berdasarkan Jenis Pelayanan :
1) RSU
Pelayanan medis yang bersifat dasar, spesialistik dan sub spesialistik
2) RS Khusus
Fungsi primer, memberikan diagnosis dan pengobatan bagi penderita dengan kondisi medik khusus
3) RS Pendidikan
Melaksanakan program pendidikan di bidang kedokteran
 Klasifikasi RS Berdasarkan Pelayanan dan Jumlah Tempat tidur :
1) RS Kelas A
- Pelayanan medis spesialistik luas dan sub spesialistik dasar
- Berfungsi sebagai RS Pendidikan
- Jumlah tempat tidur > 1000
- RSCM, RS Hasan Sadikin
2) RS Kelas B
- Pelayanan medis spesialistik luas dan sub spesialistik terbatas
- Jumlah tempat tidur 500-1000
- RS Fatmawati, RS Persahabatan
- Digolongkan menjadi RS Kelas B1 dan B2
a) RS Kelas B1 : minimal 11 pelayanan spesialistik luas dan belum memliliki sub spesialistik luas, jumlah tempat tidur 500-750
b) RS Kelas B2 : pelayanan spesialistik luas dan sub spesialistik terbatas, jumlah tempat tidur 300-500
3) RS Kelas C
- Memiliki 4 pelayanan spesialistik dasar
- Jumlah tempat tidur < 200
4) RS Kelas D
- Pelayanan medis dasar, belum ada pelayanan spesialistik
- Jumlah tempat tidur <100
 Tugas IFRS (SK Menkes no 1189/1985)
1) Penyediaan dan pengelolaan, penerangan, pendidikan dan penelitian obat, gas medis serta bahan kimia
2) Penyediaan dan pengelolaan alat kedokteran, alat perawatan dan alat kesehatan
 Kegiatan pelayanan FRS
1) Perencanaan perbekalan farmasi
2) Pengadaan baik melalui pembelian atau droping
3) Penerimaan perbekalan farmasi
4) Penyimpanan perbekalan farmasi
5) Produksi dan pengemasan kembali
6) Distribusi dan penyerahan obat untuk pasien rawat jalan dan rawat inap
7) Penyediaan informasi dan edukasi bagi staf medik, tenaga kesehatan lainnya dan pasien
 Kegiatan pelayanan farmasi klinik
1) Melakukan konseling
2) MESO
3) Pencampuran obat suntik secara aseptik
4) Menganalisa efektifitas-biaya
5) Penentuan kadar obat dalam darah
6) Penanganan obat sitostatika
7) Penyiapan Total Parenteral Nutrisi (TPN)
8) Pemantauan penggunaan obat
9) Pengkajian penggunaan obat
10) Visite (kunjungan pada pasien)
 Perbekalan Farmasi
1) Obat : Injeksi, Tablet, Sirup, Drop, Salep, Cairan Infus, Bahan Baku
2) Gas Medis (O2)
3) Film Rontgen
4) Reagensia (pereaksi untuk uji lab)
5) Alkes habis pakai (jarum suntik)
6) Alat Kedokteran inventaris (stetoskop, tensimeter)
PANITIA FARMASI DAN TERAPI
 PFT adalah badan yang membantu pimpinan RS untuk menetapkan kebijakan menyeluruh tentang pengelolaan dan penggunaan obat di RS.
 Tujuan PFT adalah penggunaan obat yang rasional : 4T + 1 W (tepat indikasi, tepat penderita, tepat obat, tepat dosis, waspada efek samping)
 Dasar pembentukan PFT yaitu obat merupakan komponen penting dalam pelayanan kesehatan, menyerap 40-60% dari anggaran pelayanan kesehatan, kebutuhan makin meningkat, jumlah obat semakin banyak, penggunaan meningkat.
 Peran Farmasis :
1) Menyusun standar diagnosis dan terapi
2) Menyusun formularium RS
3) Menyusun tata laksana obat
4) Pengkajian penggunaan obat
5) Monitoring ESO

 Tugas umum PFT
1) Memformulasikan kebijakan tentang evaluasi, seleksi dan terapi obat yang digunakan di RS.
2) Memformulasikan kebijakan RS untuk meningkatkan pengetahuan dokter, perawat dan farmasi RS tentang obat dan penggunaan obat
 Tugas khusus PFT
1) Menentukan “Automatic Stop Order” untuk obat-obatan berbahaya, contohnya : narkotik, sedatif, hipnotik, dan antikoagulan
2) Membuat daftar obat emergency
3) Membuat pelaporan MESO
4) Melaksanakan program pengkajian obat
 Fungsi PFT :
1) Sebagai badan penasehat bagi pimpinan RS dan staf medik dalam segala hal yang menyangkut obat
2) Mengadakan dan mengembangkan formularium obat yang disepakati digunakan di RS
3) Menyeleksi obat yang boleh dan ditolak digunakan di RS
4) Membuat kategori obat yang dipakai di RS
5) Membantu farmasis RS mengkaji dan mengembangkan kebijaksanaan dan peraturan pemakaian obat yang berkaitan dengan peraturan pemerintah
6) Mengkaji penggunaan obat di RS dan mempromosikan standar terapi untuk pengobatan yang rasional
7) Mengumpulkan dan melengkapi laporan ESO
8) Mengadakan edaran/buletin yang bersifat ilmiah dan mendidik tentang obat untuk lingkungan RS


KONAS
 Kebijakan Obat Nasional (KONAS) adalah dokumen resmi berisi pernyataan komitmen semua pihak yang menetapkan tujuan dan sasaran nasional di bidang obat beserta prioritas, strategi, dan peran berbagai pihak dalam penerapan komponen-komponen pokok kebijakan untuk pencapaian tujuan pembangunan kesehatan.
 Tujuan KONAS :
1) Ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial.
2) Keamanan, khasiat, dan mutu semua obat yang beredar serta melindungi masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat.
3) Penggunaan obat yang rasional.
DOEN
 Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) merupakan daftar berisikan obat terpilih yang paling dibutuhkan dan diupayakan tersedia di unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya.
 Tujuan DOEN untuk meningkatkan ketepatan, keamanan, kerasionalan penggunaan dan pengelolaan obat yang sekaligus meningkatkan daya guna dan hasil guna biaya yang tersedia sebagai salah satu langkah untuk memperluas, memeratakan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
 Macam-macam DOEN :
1) DOEN untuk RSU kelas A, B, C, dan D
2) DOEN untuk RS Swasta
3) DOEN untuk Puskesmas
4) DOEN untuk Pos Obat Desa

 Kriteria pemilihan DOEN :
1) Memiliki rasio manfaat-resiko (benefit-Risk ratio) yang paling menguntungkan penderita.
2) Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavaibilitas.
3) Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan.
4) Praktis dalam penggunaan dan penyerahan yang disesuaikan dengan tenaga, sarana dan fasilitas kesehatan.
5) Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh penderita.
6) Memiliki rasio manfaat-biaya (Benefit-Cost Ratio) yang tertinggi berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung.
7) Bila terdapat satu pilihan yang memiliki efek terapi yang serupa, pilihan dijatuhkan pada :
- Obat yang sifatnya paling banyak diketahui berdasarkan data ilmiah
- Obat dengan sifat farmakokinetik yang diketahui paling menguntungkan
- Obat yang stabilitasnya lebih baik
- Mudah diperoleh
- Obat yang lebih dikenal
8) Obat jadi kombinasi tetap, harus memenuhi kriteria berikut :
- Obat hanya bermanfaat bagi penderita dalam bentuk kombinasi tetap
- Kombinasi tetap harus menunjukkan khasiat dan keamanan yang lebih tinggi daripada masing-masing komponen.
- Perbandingan dosis komponen kombinasi tetap merupakan yang tepat untuk sebagian besar penderita yang memerlukan kombinasi tersebut
- Kombinasi tetap harus meningkatkan rasio manfaat-biaya (benefit-cost Ratio)
- Untuk antibiotika kombinasi tetap harus dapat mencegah atau mengurangi terjadinya resistensi dan efek merugikan lainnya.
FORMULARIUM
 Formularium adalah dokumen berisi kumpulan produk obat yang dipilih PFT disertai informasi tambahan penting tentang penggunaan obat tersebut serta kebijakan dan prosedur berkaitan obat yang relevan untuk RS tsb yang terus menerus direvisi agar selalu akomodatif bagi kepentingan penderita dan staf profesional pelayanan kesehatan, berdasarkan data konsumtif dan data morbiditas serta pertimbangan klinik staf medik RS.
 Sistem Formularium adalah suatu metode yang digunakan staf medik dari suatu RS yang bekerja melalui PFT, mengevaluasi, menilai dan memilih dari berbagai zat aktif obat dan produk obat yang tersedia yang dianggap paling berguna dalam perawatan penderita.
 Kelompok Obat :
1) Obat Formularium
Obat yang direkomendasi sebagai obat esensial untuk perawatan pasien dan ada di pasaran. Semua dokter boleh menulis obat ini
2) Obat yang disetujui untuk periode percobaan
Obat yang sudah beredar di pasaran tapi baru diusulkan masuk formularium dan perlu dievaluasi selama 6-12 bulan. Selama masa ini dokter boleh menulis obat ini, kemudian dievaluasi dan diputuskan diterima atau tidak
3) Obat Formularium khusus
Obat yang beredar di pasaran direkomendasikan untuk pasien tertentu. Obat ini diterima rapat atas usul anggota PFT atau dokter lain dan ditentukan siapa yang boleh menulis resep obat itu
4) Obat uji klinik
Obat ini belum beredar di pasaran, tapo oleh BPOM diijinkan dipakai oleh peneliti utama.

 Keuntungan Formularium :
1) Terapeutik : memberikan manfaat besar bagi pasien dan dokter
2) Ekonomi : menghilangkan duplikasi obat dengan mengurangi duplikasi pengadaan obat dan memberikan harga yang rendah kepada pasien
3) Edukasi : formularium yang baik berisi informasi bagaimana membuat resep dan informasi tambahan mengenai obat untuk kepentingan edukasi
 Kerugian Formularium :
1) Sistem Formularium menghilangkan hak prerogratif dokter untuk menuliskan dan menuliskan dan memperoleh merek obat pilihannya.
2) Sistem Formularium dalam banyak hal, memungkinkan apoteker bertindak sebagai penilai tunggal atas merek dagang obat yang di beli dan di dispensing.
3) Sistem Formularium memungkinkan pembelian obat bermutu rendah, terutama dalam RS yang tidak memiliki apoteker, atau oleh apoteker yang tidak memiliki rasa komitmen pada mutu pelayanan penderita yang baik.
 Formularium dapat meningkatkan penggunaan obat secara rasional sebab Formularium membantu para klinisi dalam memilih obat yang paling efektif, aman dan ekonomis, selain itu Formularium selalu diperbaharui secara berkala sesuai dengan perkembangan ilmu farmasi dan kedokteran.
 Formularium membantu manajemen farmasi sebab dengan adanya Formularium pengaturan dan pengendalian mutu, pengelolaan, peredaran dan penggunaan obat di RS dapat terlaksana dengan tertib, selain itu Formularium menghilangkan duplikasi obat sehingga dapat menghemat dalam hal pengadaan.




SIKLUS PENGADAAN
 Pengadaan adalah suatu kegiatan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi berdasarkan fungsi perencanaan, penentuan kebutuhan dan penganggaran sesuai dengan peraturan yang berlaku.
 Proses pengadaan yang efektif, yaitu :
1) Membeli obat-obatan yang tepat dalam jumlah yang tepat
2) Memperoleh harga pembelian serendah mungkin
3) Yakin bahwa seluruh obat yang dibeli telah diketahui standar kualitasnya
4) Mengatur pembelian obat dari penyalur secara berkala (dalam waktu tertentu), untuk menghindari kelebihan maupun kekurangan persediaan.
5) Yakin akan kehandalan penyalur dalam hal pemberian pelayanan dan kualitas terjaga.
6) Mengatur jadwal pembelian obat.
7) Tingkat penyimpanan yang aman untuk mencapai total biaya rendah.
 Siklus pengadaan meliputi langkah-langkah berikut :
1) Meninjau kembali obat yang telah dipilih
2) Menentukan jumlah obat yang dibutuhkan
3) Menyesuaikan kebutuhan obat dengan anggaran yang tersedia
4) Memilih metoda pembelian
5) Memilih penyalur dan lokasinya
6) Menentukan masa kontrak
7) Memonitor status masa kontrak
8) Menerima dan memeriksa obat-obatan yang diterima
9) Melakukan pembayaran
10) Distribusi obat
11) Mengumpulkan informasi pemakaian

 Visible Cost and Hidden Cost
Visible cost yaitu biaya yang sudah direncanakan contohnya biaya obat tambahan, biaya inventaris, biaya operasional pembelian dan biaya kekurangan (biaya yang dikeluarkan apabila dibutuhkan pengadaan secara cepat).
Hidden cost yaitu biaya yang berhubungan dengan kekurangan persediaan dan kinerja yang buruk dari pihak penyalur obat, tidak dapat terlihat jelas. Contoh :
a) Biaya pergantian karena barang hilang atau harus dimusnahkan karena kemasan yang buruk, kondisi pendistribusian yang buruk atau waktu daluarsa yang singkat.
b) Biaya pergantian karena bentuk sediaan yang salah.
 Mekanisme Metode Pengadaan Obat
1) Penawaran terbuka (tender)
2) Penawaran terbatas
3) Penawaran kompetitif
4) Pengadaan langsung

CARA PENGADAAN OBAT YANG BAIK
 Prinsip :
1) Pengadaan berdasarkan nama generik
2) Pengadaan terbatas dari daftar obat esensial atau formularium
3) Pengadaan dalam jumlah besar
4) Kualifikasi dan pemantauan penyalur resmi
5) Pengadaan yang bersaing
6) Komitmen sumber tunggal
7) Jumlah pesanan berdasarkan perkiraan kebutuhan sebenarnya
8) Pembayaran dan manajemen keuangan yang baik
9) Prosedur yang transparan dan tertulis
10) Pemisahan fungsi-fungsi pokok
11) Program jaminan mutu produk
12) Publikasi pemeriksaan tahunan
13) Laporan pengadaan secara periodik
 Fungsi-fungsi pengadaan apa saja yang harus ditangani secara terpisah, hal ini dikarenakan
Terdapat beberapa fungsi kunci pada pengadaan yang secara khusus memerlukan keahlian berbeda. Secara umum, fungsi ini harus ditangani secara terpisah, baik secara individu, unit, komite, maupun subkomite. Beberapa fungsi meliputi :
1. Pemilihan obat-obatan
2. Penentuan jumlah kebutuhan obat
3. Penyiapan spesifikasi produk
4. Persetujuan dari penyalur (sebelum maupun setelah kualifikasi)
5. Penunjukkan dan penawaran melalui tender
Mengapa demikian : Tanpa pemisahan fungsi, proses pengadaan jauh lebih sulit dalam menetapkan pengadaan suatu obat. Pemasok atau personil pengadaan dapat menjadi bias dalam pemilihan obat, dapat memanipulasi pesanan untuk meningkatkan pengadaan sejumlah obat-obatan tertentu, keliru dalam menetapkan kualifikasi pemasok, memanipulasi keputusan akhir tender, dan menurunkan spesifikasi produk untuk membatasi persaingan. (misalnya, dengan cara memilih bentuk dosis tidak umum). Pemisahan dari kunci-kunci tersebut berkontribusi dalam profesionalitas dan akuntabilitas.
 Pengadaan yang baik
1) Barang yang diterima mutunya baik sesuai mutu obat yang baik
2) Harga yang termurah
3) Fareness terjamin
4) Obat yang tepat, jumlah yang tepat dan waktu pengiriman yang tepat


DONASI OBAT
 Tiga prinsip utama untuk penggunaan donasi obat adalah sbb:
1) Donasi seharusnya hanya diniatkan untuk membantu penerima
2) Donasi seharusnya diberikan dengan penuh rasa hormat terhadap kekuasaan/hak penerima
3) Barang-barang yang tidak diterima di Negara pendonor karena alasan kualitas, juga tidak bisa diterima sebagai donasi, karena tidak ada dua standard kualitas disana.
 Jenis donasi obat
1) Donasi obat dalam keadaan darurat
2) Donasi obat sebagai bagian dari pengembangan bantuan oleh pemerintah.
3) Donasi dari obat-obatan yang dikembalikan

METODE PENGHITUNGAN KEBUTUHAN
 Metode umum yang digunakan dalam penghitungan kebutuhan :
1) Metode Konsumsi merupakan metode yang menggunakan data konsumsi obat individu sebelumnya (disesuaikan dengan barang keluar dan perubahan rencana dalam pemanfataan obat) untuk penyediaan kebutuhan yang akan datang
2) Metode Morbiditas merupakan merupakan metode dengan perkiraan kebutuhan berdasarkan pada jumlah kehadiran pasien (kasus) dan pola pengobatan standar untuk pertimbangan penyakit.
3) Metode konsumsi yang disesuaikan merupakan metode dengan perkiraan kebutuhan menggunakan data insiden penyakit dan atau pengeluaran obat dari sebuah sistem suplai dan perhitungan konsumsi obat sistem pasokan target, berdasarkan cakupan populasi atau tingkat layanan yang akan disediakan.
4) Metode anggaran merupakan metode dengan perkiraan kebutuhan anggaran menggunakan biaya pengadaan obat rata-rata per pertemuan atau per tempat tidur per hari dalam berbagai jenis fasilitas kesehatan dalam sistem standar untuk proyek biaya obat dalam jenis fasilitas dan sistem target yang sama.

MANAJEMEN PERSEDIAAN
 Tujuan persediaan
1) Memahami konsep-konsep manajemen persediaan sebagai dasar dalam mengelola barang farmasi secara efisien dan efektif
2) Meningkatkan efisiensi penggunaan dana dalam kaitannya dengan tingkat persediaan minimal yang sesuai dengan kebutuhan operasional
3) Melakukan perencanaan kebutuhan bahan sesuai dengan tingkat kebutuhan produksi dan permintaan pemakaian barang farmasi
4) Peranan farmasi dalam meningkatkan mutu pelayanan RS
 Fungsi persediaan
1) Menghilangkan resiko keterlambatan pengiriman barang atau barang farmasi yang dibutuhkan RS
2) Menghilangkan resiko jika barang yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan
3) Menghilangkan resiko terhadap kenaikan harga barang akibat inflasi
4) Untuk menyiapkan bahan baku/obat yang dihasilkan secara musiman sehingga RS tidak akan kesulitan bahan baku tsb tidak tersedia di pasaran
5) Mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan potongan kuantitas (quantity discount)
6) Memberikan pelayanan kepada pasien

 Pengelompokan persediaan berdasarkan fungsinya
1) Fluctuation stock: tidak dapat diperkirakan kesalahan perkiraan pengiriman barang
2) Anticipation stock: permintaan yang dapat diramalkan, misalnya DB
3) Lot size inventory: potongan kuantitas
4) Pipe line inventory: sedang dalam proses kirim
 Biaya-biaya dalam persediaan
1) Biaya item: biaya dari pembelian dari suatu item persediaan.
Biaya item = harga per unit x jumlah obat
2) Biaya pemesanan: biaya yang terjadi akibat adanya pemesanan (biaya pengetikan, telepon, transportasi, dll). Jika item diproduksi sendiri disebut Biaya Set up
3) Biaya penyimpanan: biaya yang timbul akibat penyimpangan pengiriman dalam suatu periode ttt. Biaya ini terdiri dari 3 komponen :
- Cost of capital: jika item disimpan di gudang, biaya bunga, lost opportunities
- Cost of storage: asuransi, pajak, sewa, gedung, fasilitas fisik gedung
- Cost of obsolescence: biaya kerusakan, kekurangan/ketinggalan mode, obat hilang
4) Biaya stock : biaya yang timbul akibat dari kekurangan persediaan, tidak dapat memenuhi permintaan pelanggan
 Analisa ABC (Analisa Pareto)
1) Kelas A : pengawasan ketat, nilai pemakaian tahunan tinggi (misal 80%), jumlah item 5%
2) Kelas B : pengawasan sedang, nilai pemakaian tahunan sedang (misal 15%), jumlah item 30%
3) Kelas C : pengawasan ringan, nilai pemakaian tahunan rendah (misal 5%), jumlah item 50%
 Analisa VEN
1) Vital (life saving) : persediaan obat untuk penyelamatan hidup manusia. Contoh obat Hipertensi, DM, Struk, epilepsi, dll
2) Esensial (banyak digunakan)
3) Non esensial : obat penunjang, misal suplemen, vitamin
 Analisa VEN-ABC
V E N
A VA EA NA
B VB EB NB
C VC EC NC

VA : obat-obat mahal, belum tentu fast moving, membeli dalam jumlah sedikit. Contoh obat Norvask, Transamin
VB : obat-obat dengan merek dagang, nilai pembelian sedang.
VC : obat vital golongan generik, harus diprioritaskan terlebih dahulu, harga penjualan murah. Contoh Captopril, Glibenklamid
EA : merupakan obat fast moving
EC : obat yang digunakan untuk racikan. Contoh Prednison, CTM
NA : harus diperiksa, biasanya merupakan suplemen mahal. Contoh Thermolyte, Nourish Skin.
NB dan NC : vitamin dengan harga terjangkau. Contoh Sangobion, Hemaviton.
 Tugas apoteker dalam melakukan pembelian :
1) Menyiapkan daftar nama, alamat dan no. Telepon dari industri farmasi, distributor, representative
2) Menyiapkan spesifikasi detail dari obat, bahan kimia, dll
3) Menyiapkan formulir perencanaan
4) Menyiapkan memo penerimaan obat bila telah diterima
5) Menyiapkan memo retur obat-obat bila diperlukan


 Persyaratan penerimaan yang baik
1) Perbekalan farmasi yang tepat (bentuk sediaan)
2) Jumlah yang tepat
3) Mutu terjamin :
- Distributor resmi
- Sertifikat analisis (CA)
- Sertifikat keaslian (CO)
- Lembar data pengaman (MSDS)
- Waktu kadaluarsa min 2 thn
 Tujuan penyimpanan
1) Memelihara mutu obat
2) Menghindari kehilangan
3) Menjaga kelangsungan persediaan
4) Memudahkan pencarian
5) Memudahkan pengawasan
 Persyaratan penyimpanan
1) Dalam gudang yang baik : pengaturan tata ruang, penyusunan obat, peralatan, kondisi penyimpanan
2) Ada pencatatan/administrasi : kartu stok, buku induk, laporan mutasi
3) Ada pengawasan : pengendalian mutu obat, stok opname, insendentil (pemeriksaan tiba-tiba)
4) Petugas gedung : profesional kompeten, terlatih, kejujuran, tanggung jawab
 Kondisi penyimpanan
1) Suhu ruangan
2) Suhu dingin (refrigerator)
3) Gudang umum
4) Gudang khusus narkotika, termolabil, tahan api
5) Peralatan gudang (rak, palet, troli, pengangkat beban, dll)
 Cara penyimpanan
1) Kelas terapi
2) Bentuk sediaan
3) Alfabetis
4) FIFO (First In First Out), FEFO (First Expired First Out)
5) Berat ringan
6) Besar, kecil
7) Slow, fast moving

UJI KLINIK OBAT di RS
 GCP (Good Clinical Practice) merupakan pedoman untuk melakukan uji klinik obat yang dibuat sebagai tuntutan globalisasi dalam bidang kefarmasian.
 GCP menentukan standar ilmiah tentang pencatatan & pelaporan sehingga hasilnya dapat lebih dipercaya dengan memperhatikan etika penelitian & HAM.
 Yang terlibat dalam Uji Klinik:
1) Sponsor: perusahaan farmasi, individual, investigator, institusi/organisasi.
• Membuat SOP/protokol
• Memilih investigator
• Etika/peraturan
• Menyediakan produk
• Menyediakan kompensasi/honor
• Monitor, supervisi, report, data akhir
2) Monitor
• Ditunjuk sponsor
• Bertanggung jawab kepada sponsor
• Monitoring & melaporkan kemajuan uji klinik
• Menjembatani sponsor & investigator
• Memilih tempat
• Membantu investigator (informasi)
3) Investigator: Co-investigator, perawat, laboratorium, farmasis.
• Qualified: pendidikan, training, pengalaman
• Mengerti penuh obat & penyakit yang diteliti
• Menunjuk peneliti pembantu
• Punya waktu cukup, potensi mendapat pasien
• Medical care keadaan darurat
• Alasan bila terjadi drop out
• Record, report kemajuan, masalah, ADR, publikasi
4) Pasien
• Menandatangai informed consent
• Bila perlu ada saksi
• Tidak boleh merasa ditekan (HAM)
• Resiko, harapan-manfaat
• Kompensasi, termasuk bila cedera
• Sukarela
• Boleh menarik diri
• Lama penelitian
• Penghentian penelitian
• Subyek yang ikut penelitian
• Alamat peneliti
5) Auditor: meminta pertanggungjawaban
6) Inspektor: yang berwenang & harus independen
 Prinsip etik penelitian:
1) Rasa hormat pada subyek penelitian
Dua pertimbangan etik yang fundamental:
• Rasa hormat kepada hak setiap individu untuk menentukan pilihannya sendiri
• Perlindungan terhadap subyek yang tidak mempunyai kebebasan/otonomi
2) Azas manfaat
Penelitian mempunyai kewajiban etik untuk mendapatkan hasil maksimal sambil menekan sekecil mungkin bahaya/dampak negatif penelitian, akibatnya setiap uji klinik harus memenuhi syarat:
• Resiko yang dapat diterima
• Desain yang baik
• Ditangani peneliti yang kompeten dibidangnya
• Terjaminnya keselamatan/kesejahteraan subyek
3) Azas keadilan
• Memberikan kepada setiap subyek, apa yang menjadi haknya
• Waspada pada subyek yang mudah mengancam
 Definisi ESO menurut WHO adalah tiap respon terhadap obat yang merugikan / tidak diharapkan, yang terjadi pada dosis yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis & terapi.
 Aspek yang harus dipertimbangkan dalam pemakaian obat adalah efektifitas, keamanan, mutu, rasional, harga. Dalam aspek keamanan tidak terlepas dari kemungkinan terjadinya ESO.
 MESO diperlukan karena informasi secara lengkap mengenai obat sebelum beredar di pasaran sulit didapat, sehingga perhatian terhadap reaksi yang tidak diinginkan selama pemakaian sulit diketahui.
 Evaluasi obat:
PRA PEMASARAN:
• Uji coba pada hewan: tidak cukup menjamin keamanannya pada manusia
• Uji klinis terbatas: baik kualitas maupun kuantitas, karena:
 500-3000 kasus ESO yang tidak biasa timbul umumnya < 1% kasus.
 Populasi sangat selektif, misal Gol. umur ttt, wanita hamil, pasien dengan penyakit yang bukan indikasi, pasien yang pada saat bersamaan menggunakan obat lain.
 Lama penelitian terbatas (1-2tahun) setelah jangka panjang tidak dapat menemukan ESO.
POST MARKETING SURVEILLANCE (PMS). Perlu pengawasan jangka lama setelah obat dipasarkan, demi keamanan pemakaian obat.
 Faktor yang menentukan kejadian ESO:
1) Faktor obat
 Efek sitotoksik dalam dosis terapi
 Obat dengan “Margin of safety” yang sempit
 Perubahan formulasi
 Perubahan fisik obat
2) Faktor penderita
 Kelainan genetik
 Keadaan umum penderita
 Penyakit yang menyertai
3) Faktor pemberi obat
 Penggunaan yang berlebihan
 Interaksi obat
4) Faktor perusahaan obat
 Sumber informasi satu-satunya bagi dokter
 Menutupi kekurangan/bahaya penggunaan obat
5) Faktor regulasi
Peraturan yang terlalu longgar dalam hal pengadaan, distribusi, penyimpanan, penandaan dan penggunaan.

 Tujuan MESO langsung & segera:
1) Menemukan ESO sedini mungkin, terutama yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang
2) Menentukan frekuensi & insidensi ESO baik yang sudah dikenal sekali & yang baru saja ditemukan
3) Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi timbulnya ESO / mempengaruhi angka kejadian & hebatnya reaksi ESO
 Tujuan MESO selanjutnya:
1) Memberi umpan balik adanya interaksi pada petugas kesehatan
2) Membuat peraturan yang sesuai
3) Memberi peringatan pada umum bila dibutuhkan
4) Membuat data esensial yang tersedia sesuai sistem yang dipakai WHO
 Kegunaan MESO:
1) Badan Pengawas Obat; menilai hubungan kausal obat dengan gejala yang dicurigai sebagai keluhan ESO, berdampak pada peredaran & penandaan
2) Perusahaan Obat; pengamanan investigasi yang telah ditanam dalam pengembangan & penelitian obat baru, berdampak pada keamanan obat
3) Sisi Akademik; menguji suatu hipotesis, analisa struktur kimia obat/golongan obat. Misal: MESO Cimetidine dilakukan karena struktur kimianya mirip Methiamide yang telah ditarik karena menyebabkan agranulositosis
 Cara MESO:
1) Laporan Insidental
2) Laporan sukarela
3) Laporan intensif di RS
4) Laporan wajib
5) Laporan lewat catatan medis

 Setiap kejadian ESO walau masih dugaan, bila ragu2 lebih baik melapor daripada tidak melapor sama sekali. Yang harus dilaporkan yaitu: ESO yang tidak diketahui sebelumnya oleh pelapor, ESO yang berat dan dugaan ketergantungan obat.
 MESO bagian dari PFT, karena :
1) Kegiatan ini menyangkut pengetahuan, kemampuan dan kewaspadaan dan dari tim pelayanan kesehatan (dokter, perawat, farmasis)
2) KFT merupakan forum komunikasi para dokter dan farmasis tentang segala aspek obat dalam seluruh kegiatan pelayanan kesehatan di RS
 Peran Farmasis dalam Uji klinik obat:
1) Menyimpan obat dengan baik & aman
2) Mencatat setiap mutasi obat
3) Obat hanya untuk penelitian
4) Mengikuti prosedur randomisasi

AKREDITASI PELAYANAN FRS
 Akreditasi adalah sebuah pengakuan kepada RS yang telah memenuhi standar yang ditetapkan.
 Kegiatan akreditasi mencakup Self Assesment & proses Peer review oleh Komisi Akreditasi.
 Tujuan umum akreditasi adalah meningkatkan mutu pelayanan RS.
 Tujuan khusus akreditasi:
1) Jaminan kepuasan & perlindungan
2) Pengakuan atas penerapan standar yang telah ditetapkan
3) Membentuk lingkungan yang kondusif untuk penyembuhan, pengobatan & pencegahan sesuai standar
 Sasaran akreditasi yaitu seluruh RS & sarana kesehatan lainnya (pemerintah/swasta)
 Manfaat akreditasi:
1) Bagi pasien & masyarakat
2) Bagi pegawai/petugas RS
3) Bagi RS
4) Bagi pemilik RS
5) Bagi perusahaan asuransi
6) Bagi pemerintah
 Pelaksanaan akreditasi: RS dapat memilih tingkat akreditasi sesuai kemampuan
1) Tahap I: Akreditasi (tingkat dasar) meliputi 5 pelayanan Administrasi, Pelayanan Medik, Gawat darurat, Keperawatan, Rekam Medis.
2) Tahap II: Akreditasi (tingkat lanjut) meliputi 12 pelayanan terdiri dari 5 pelayanan ditambah Kamar Operasi, Lab, Radiologi, Farmasi, K3, PIN, Peristi.
3) Tahap III: Akreditasi lengkap meliputi 16 pelayanan terdiri dari 12 pelayanan ditambah Perpustakaan, Pemeliharaan Sarana, Pelayanan Anastesi, Pelayanan Sterilisasi.
 Hasil akreditasi:
1) Tidak terakreditasi: ada 1/lebih pelayanan yang mendapat skor <60% / nilai rata2 dari semua pelayanan ≤65%
2) Akreditasi bersyarat
 Memenuhi persyaratan minimal
 Skor total 65% < skor < 75% tanpa 1 pelayanan dengan skor <60%
 Berlaku untuk 1 tahun
3) Akreditasi penuh
 Berlaku untuk 3 tahun
 Total skor ≥75% tanpa 1 pelayanan dengan skor <50%
4) Akreditasi istimewa: memenuhi standar akreditasi selama 3 periode berturut2 dan status akreditasi untuk masa 5 tahun.
SISTEM DISTRIBUSI OBAT
 SDO bagi pasien dirawat:
1) SDO Persediaan lengkap di ruangan (Total Floor Stock) adalah sistem pengelolaan obat & distribusi yang dilakukan perawat yang berada di ruangan rawat inap pada RS. Cara ini biasa dipakai pada RSU milik pemerintah, karena umumnya jarang dipakai obat2an yang mahal kecuali resep khusus. Pemakaian cara ini sudah semakin berkurang karena menurut penelitian sering terjadi kesalahan obat yang merugikan.
Keuntungan:
a. Obat yang dibutuhkan cepat tersedia
b. Meniadakan retur obat
c. Pasien tidak harus membayar obat berlebih
d. Mengurangi jumlah personil farmasi
Kelemahan:
a. Sering terjadi kesalahan obat (salah order dari dokter, salah peracikan oleh perawat dan salah etiket obat)
b. Persediaan obat di ruangan banyak
c. Kemungkinan kehilangan & kerusakan obat lebih besar
d. Menambah beban pekerjaan bagi perawat
2) SDO Resep individual / permintaan lengkap (Individual Prescription) adalah sistem pengelolaan & distribusi yang sering digunakan di RS Swasta. Pada sistem ini obat diberikan kepada pasien berdasarkan resep yang ditulis dokter. Bagian farmasis adalah dalam mereviev resep asli dokter & bukan transparansi dari perawat sebelum dosis pertama diberikan.
Keuntungan:
a. Resep dikaji dulu oleh dokter
b. Ada interaksi antara apoteker, dokter, perawat
c. Ada pengendalian persediaan
Kelemahan:
a. Bila obat berlebih, pasien harus bayar
b. Obat dapat terlambat sampai ke pasien
c. Masih memerlukan tenaga perawat untuk menyiapkan obat
d. Kehilangan & kesalahan penggunaan obat masih cukup besar karena tidak adanya proses pengawasan ganda
3) SDO Unit Dosis (Unit dose) adalah sistem pengelolaan & distribusi yang sepenuhnya bertanggung jawab pada bagian farmasi yang bekerjasama dengan perawat, administrasi & staf medik sehingga kesalahan /pun keterlambatan & pemberian obat kepada pasien dapat direkam sekecil mungkin. Sistem distribusi ini menggunakan wadah dosis tunggal untuk tiap dosis obat baik pada peroral, cairan peroral, terapi pernafasan / injeksi yang diberikan.
Keuntungan:
a. Pasien hanya membayar obat yang telah dipakainya
b. Tidak ada kelebihan obat / yang tidak terpakai di ruang perawatan
c. Semua obat dipersiapkan oleh farmasi, sehingga perawat mempunyai waktu yang lebih untuk merawat pasien
d. Menciptakan sistem pengawasan ganda yaitu oleh farmasi ketika membaca resep dokter, sebelum & sesudah menyiapkan obat serta oleh perawat ketika membaca formulir instruksi obat sebelum memberikan obat kepada pasien. Hal ini akan mengurangi kesalahan pengobatan
e. Mengurangi ruang untuk persediaan obat di ruang perawatan
f. Memperbesar kesempatan komunikasi antara farmasi, perawat & dokter
g. Memungkinkan farmasi mempunyai profil farmasi penderita yang dibutuhkan untuk Drug Use Review (pengkajian penggunaan obat)
h. Farmasi dapat keluar dari bagian farmasi & masuk ke ruang perawatan dimana dia dapat berfungsi sebagai konsultan obat serta membantu dokter & perawat demi perawatan yang lebih baik
4) kombinasi
 Semua sistem tsb dapat dilakukan secara:
1) Sentralisasi
2) Desentralisasi
 Sistem distribusi harus menjamin:
1) Instruksi pengobatan dari dokter harus jelas
2) Obat yang tepat diberikan kepada pasien yang tepat
3) Dalam dosis & jumlah yang tepat
4) Dikemas dalam kemasan yang menjamin mutu obat
 Perbandingan SDO
Faktor Persediaan di Ruangan Resep Individu Unit Dosis
Biaya obat Rendah Sedang-Tinggi Tinggi
Biaya tenaga farmasi Rendah Sedang Tinggi
Biaya tenaga perawat Sedang- Rendah Rendah Rendah
Resiko kebocoran Tinggi Sedang Rendah
Resiko kesalahan Tinggi Sedang-Tinggi Rendah

 Sarana yang diperlukan dalam pelaksanaan Unit Dose: kereta obat, formulir resep, formulir instruksi obat, formulir pemberian obat insidentil, formulir lembar pemakaian obat, map pasien, klip plastik, lemari emergensi.

DRUG USED STUDY
 Indikator inti & pelengkap dalam DUS sesuai pandangan WHO:
Indikator Inti:
a. Indikator penulis resep obat / tenaga kesehatan
• Jumlah rata2 obat setiap kali kunjungan (C). C = B/A
• Presentase penulisan resep dengan nama generik (E). E = (d/B) x 100%
• Presentase penulisan resep antibiotik(G). G = (F/A) x 100%
• Presentase penulisan resep injeksi (I). I = (H/A) x 100%
• Presentase penulisan resep sesuai DOEN / Formularium
b. Indikator pelayanan pasien
• Rata2 waktu konsultasi (P): OIN menit
• Rata2 waktu dispensing (S) S= R/Q detik
• Presentase dari obat yang diberikan (V) V = (T/L) x 100%
• Presentase dari obat dengan etiket lengkap (W) W = (L/T) x 100%
• Pengetahuan pasien tentang dosis yang tepat
c. Pelengkap fasilitas kesehatan
• Tersedianya buku DOEN / Formularium
• Tersedianya obat esensial & obat formularium dalam jumlah yang cukup
Indikator Pelengkap:
a. Rata2 biaya obat perlembar resep
b. Rata2 biaya antibiotik
c. Rata2 biaya injeksi
d. Presentase pasien yang tidak diberi obat
e. Presentase obat yang masih dalam standar diagnosa & terapi
f. Presentase pasien yang puas terhadap pelayanan yang diterimanya
g. Presentase fasilitas kesehatan yang memberi informasi obat
 Tujuan DUS:
1) Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter ttt.
2) Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter yang satu dengan yang lain / kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
3) Penilaian berkala atas penggunaan obat yang spesifik.
4) Menilai pengaruh investasi atas pola penggunaan obat. Disini perlu pengkajian yang sahih sebelum & sesudah intervensi, pada kelompok yang diintervensi pada kelompok kontrol.

CENTRALIZED STERILE SUPPLY DEPARTEMENT (CSSD)
 CSSD adalah tempat dilaksanakan proses sterilisasi alat2 medik & alat lain dalam upaya pencegahan infeksi nosokomial.
 Bertanggung jawab atas penerimaan & pendistribusian semua alat/instrument yang memerlukan kondisi steril untuk pemakaiannya.
 Unit sterilisasi sentral berada dibawah Instalasi Farmasi/berdiri sendiri.
 Perbedaan Sterilisasi & Disinfeksi:
1) Sterilisasi: semua mikoorganisme akan mati termasuk spora
2) Disinfeksi: mikroorganisme akan dimusnahkan pada level yang tidak berbahaya bagi manusia, tidak termasuk spora.
 Tujuan CSSD:
1) Menyiapkan peralatan medis untuk perawatan pasien
2) Mendistribusikan alat2 yang dibutuhkan oleh ruang perawatan, kamar operasi/ruangan lain.
3) Berpartisipasi dalam pemilihan peralatan yang aman & efekif
4) Mempertahankan stok inventori yang memadai untuk keperluan perawatan pasien
5) Mempertahankan standar yang telah ditetapkan
6) Mendokumentasikan setiap aktivitas pembersihan, disinfeksi maupun sterilisasi sebagai bagian dari program upaya pengendalian mutu.


 Klasifikasi alat2 medis:
Kelas/Resiko Alat-alat Metode
Critical/high (kontak dengan kulit yang luka & membran mukosa) Implant, Skalpel, Laparoskopi, Instumen operasi lainnya Sterilisasi/otoklaf desinfeksi tingkat tinggi
Semicritical/Medium (kontak dengan kulit yang luka & membran mukosa) Endoskopi yang fleksibel, ventilator tubes, endotracheal tubes Pasteurisasi, desinfektan kimia
Noncritical/Low (menyentuh kulit luar) Stetoskop, lantai, dinding, permukaan tempat tidur Pembersihan secara fisik (deterjen)

 Kategori disinfeksi:
1) High Level Desinfectan (HLD): HLD dapat menghancurkan semua mikroorganisme vegetative, tubercle bacilli, fungi, virus & sejumlah ttt spora bakteri. Contoh: Glutaraldehid 2%, H2O2 6%, Formaldehid 8% + Alkohol 70%.
2) Intermediate Level Desinfectan (ILD): ILD membunuh mikroorganisme vegetative, fungi, Mycobacterium, Tuberculosis, virus, tapi efektif terhadap spora bakteri. Contoh: Alkohol (Ethyl/Isopropil Alkohol) (60-90%), Klorin (Na-hipoklorit), Formaldehid 4-8%, Iodophor.
3) Low Level Desinfectan(LLD): desinfektan jenis ini tidak memiliki daya bunuh terhadap spora bakteri, Mycobacterium, semua fungi, maupun semua virus ukuran kecil & sedang. Contoh: Formaldehid dengan konsentrasi ≤ 4%, Phenolic.
 Kelas ruangan:
1) Area umum/unclean/desinfeksi
2) Area persiapan/packing/clean area/preparation
3) Area sterilisasi
4) Area penyimpanan alat steril
 Pengemasan
Untuk membungkus peralatan medis yang akan disterilkan & mempertahankan sterilitas alat tsb sampai waktu penggunaan.
Syarat2 bahan pengemasan:
1) Memungkinkan penetrasi sterilan secara efektif terhadap seluruh kemasan & isi kemasan
2) Memastikan bahwa sterilitas kemasan dapat terjamin sampai waktu kemasan tsb dibuka
3) Memungkinkan untuk mengeluarkan isi dari kemasan tanpa menimbulkan kontaminas
Contoh: Linen, Plastik Film, Kertas, Kombinasi Plastik Film & Kertas (Pouches)
 Metode Sterilisasi
1) Sterilisasi Uap Panas (Steam Sterilization)
2) Sterilisasi Gas Etilen Oksid (Ethylene Oxide Sterilization)
3) Sterilisasi Panas Kering (Dry Heat Sterilization)
4) Sterilisasi Radiasi (Radition Sterilization)
5) Sterilisasi Plasma (Plasma Sterilization)
 Indikator Sterilisasi
1) Indikator mekanik; bagian dari instrument mesin sterilisasi. Contoh: Gauge, Tabel & Indikator suhu/tekanan.
2) Indikator kimia: indikator yang menandai paparan sterilitas oleh uap panas/gas EO. Bentuk: strip, tape, kartu, vial.
Internal: complay (3M)
Eksternal: autoclave tape
3) Indikator biologi: berisi populasi mikroorganisme spesifik dalam bentuk spora yang non patogenik & sangat resisten dalam jumlah ttt.
Contoh:
a) Bacillus stearothermphyllus untuk sterilisasi uap panas
b) Bacillus subtilis untuk sterilisasi gas EO & panas kering
 Tipe Desinfektan:
1) Desinfektan kulit = antiseptic
Contoh: Alkohol, Iodine-Iodophors (Betadine), Hexachlorophene (Triclosan), Chlorhexidine (Primasept)
2) Desinfektan lingkungan
Contoh: Fenol (Lisol), Presept
3) Desinfektan alat
Contoh: Glutaraldehid (Cidex), NaOCl
 Efektifitas desinfektan dipengaruhi:
1) Kontak yang cukup
2) Kecenderungan ternetralisir
3) Konsentrasi
4) Stabilitas
5) Kecepatan mula kerja
6) Jangkauan kerja

ASEPTIK DISPENSING
 Aseptik dispensing adalah melakukan kegiatan dalam suasana steril, untuk sediaan steril & menghasilkan sediaan yang steril (bukan hasil sterilisasi).
 Kegiatan Aseptik dispensing:
1) Total Parenteral Nutrisi (TPN): pencampuran karbohidrat, protein, lipid, vitamin & elektrolit sesuai dengan yang dibutuhkan menjadi suatu sediaan yang siap pakai.
2) IV Admixture: penyiapan sediaan IV untuk kebutuhan masing2 pasien sesuai dengan dosis yang diperlukan.
3) Pencampuran obat kanker (obat sitotoksik): pencampuran / penyediaan obat kanker ke dalam cairan pembawa sesuai dosis yang diperlukan.
 Persamaan & perbedaan Aspetik Dispensing dengan Produksi Obat Steril:
Persamaan: keduanya melakukan kegiatan dalam suasana steril untuk mendapatkan hasil yang steril.
Perbedaan: Aseptik dispensing: melakukan kegiatan dalam suasana steril, untuk sediaan yang sudah steril.
Produksi Obat Steril: melakukan kegiatan dalam suasana steril untuk sediaan yang belum steril & hasilnya disterilkan terlebih dahulu.
 Centrilized Sterile Supply Departement (CSSD) adalah tempat dilaksanakannya proses sterilisasi alat2 medik & alat2 lain untuk pencegahan infeksi nosokomial. CSSD bertanggung jawab atas penerimaan & pendistribusian alat/instrumen yang perlu kondisi steril untuk pemakaiannya.
 Hubungan CSSD dengan IFRS:CSSD berada dibawah naungan Instalasi Farmasi yaitu pada bagian produksi / berdiri sendiri.

CARA PERACIKAN OBAT YANG BAIK (GOOD DISPENSING PRACTICE)
 Dispensing/peracikan obat adalah proses yang mencakup berbagai kegiatan yang dilakukan oleh seorang tenaga farmasi / apoteker, mulai dari penerimaan resep atau permintaan obat bebas dengan memastikan penyerahan obat yang tepat pada penderita/pasien serta kemampuan mengonsumsi/menggunakan obat tersebut dengan baik.
 Praktek dispensing yang baik adalah suatu proses praktik yang memastikan bahwa suatu bentuk yang efektif dari obat yang benar di berikan kepada pasien yang tepat, dalam dosis dan jumlah yang tertulis, dengan instruksi yang jelas, dan dalam suatu kemasan yang memelihara potensi obat.
 Dispensing termasuk semua kegiatan yang terjadi antara waktu resep diterima sampai obat diserahkan kepada pasien.
 Tujuan:
1) Mendapatkan obat dgn dosis yg tepat dan aman dengan mutu yg baik
2) Menyediakan nutrisi bagi penderita yang tidak dapat menerima makanan secara oral atau emperal
3) Menyediakan obat kanker secara efektif, efisien dan bermutu
4) Menurunkan total biaya obat
 Faktor2 yang mempengaruhi proses dispensing:
1) Lingkungan peracikan
 Kebersihan dari suatu lingkungan peracikan dapat mempengaruhi mutu obat yang dihasilkan, dengan menghindari terjadinya kontaminasi obat-obat maupun obat –lingkungan / manusia.
 Lingkungan tersebut juga harus diorganisir sedemikian sehingga peracikan dapat dilakukan secara akurat dan efisien .
 Meliputi: Staff (tenaga peracik); Sekeliling fasilitas fisik; Rak dan Ruang penyimpanan; Ruang peracikan; Permukaan yang digunakan selama bekerja (misalnya, meja kerja); Peralatan; Bahan pengemas / wadah
2) Tenaga Peracikan (Personal Dispensing)
 Tanggung jawab untuk kebenaran dan mutu obat terletak sepenuhnya pada Apoteker pengawas dispensing, apoteker, dan asisten apoteker yang langsung mengerjakan resep
 Seorang apoteker/farmasis atau tenaga peracik harusnya memiliki kemampuan membaca resep, menulis, menghitung, dan meracik
 Pengetahuan tentang obat yang sedang diracik yaitu aturan pakai, dosis, cara/metode penggunaan, efek samping, interaksi dengan obat lain atau makanan, mekanisme kerja obat, dan cara penyimpanan obat.
 Keterampilan menghitung dosis
 Kemampuan menilai mutu sediaan
 Bersifat bersih, teliti dan jujur
 Kemampuan membangun komunikasi/berkomunikasi yang efektif dengan pasien dan profesional kesehatan
3) Proses Peracikan/Dispensing
 Menerima dan memvalidasi resep
 Mengkaji Resep untuk kelengkapan
 Mengerti dan menginterpretasi resep
 Mencatat profil pengobatan pasien (P-3)
 Menyiapkan, Membuat, atau Meracik Sediaan Obat
 Menyerahkan obat kepada pasien
4) Nilai Jual dari Pelayanan kefarmasian
5) Pengawasan sebelum pengawasan

KESELAMATAN KERJA, KEBAKARAN & KEWASPADAAN RS (K3)
 Tujuan K3: agar tercipta cara kerja, lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman & dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan karyawan RS.
 Manfaat K3:
1) RS: meningkatkan mutu pelayanan citra RS & mempertahankan kelangsungan operasional
2) Karyawan RS: melindungi karyawan dari Penyakit Akibat Kerja (PAK) & mencegah terjadinya kecelakaan akibat kerja (KAK)
3) Pasien & Pengunjung RS: mendapat mutu layanan yang baik & kepuasan pasien & pengunjung.
 K3 menurut WHO/ILO (1995)
Meningkatkan derajat kesehatan para pekerja dengan cara pencegahan kecelakaan & penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan & rehabilitas.
 Upaya K3 di RS
Menyangkut: Tenaga kerja, cara/metode kerja, alat kerja, proses kerja & lingkungan kerja.
Meliputi: peningkatan, pencegahan, pengobatan & pemulihan.
 Komponen K3: kinerja setiap petugas merupakan resultan dari 3komponen K3 yakni:
1) Kapasitas kerja: kemampuan pekerja menyesuaikan pekerjaannya dengan baik pada suatu kerja dalam waktu ttt.
2) Beban kerja: kondisi yang membebani pekerjaan secara fisik/non fisik dalam menyelesaikan pekerjaannya.
3) Lingkungan kerja: kondisi lingkungan tempat kerja yang meliputi faktor fisika, kimia, biologi, ergonomic & psikososial yang mempengaruhi pekerjaan dalam pelaksanaan pekerjaan.
 Bahaya potensi di RS:
1) Faktor fisika: suhu, cahaya, bising, listrik, getaran, radiasi.
2) Faktor kimia: antiseptic, gas anestesi, zat kemoterapi, radionuklir
3) Faktor biologi: virus, bakteri, jamur
4) Faktor ergonomik: cara kerja, alat kerja
5) Faktor psikososial: kerja bergilir, hubungan sesama pekerja & atasan
 Respon kegawatdaruratan di RS:
Kegawatdaruratan dapat terjadi di RS, merupakan suatu kejadian yang dapat menimbulkan kematian/luka serius bagi pekerja, pengunjung maupun masyarakat sekitar/dapat menutup kegiatan usaha, menganggu operasi, menyebabkan kerusakan fisik, lingkungan/mengancam financial & citra RS. RS mutlak mempunyai sistem tanggap darurat sebagai bagian dari manajemen RS.
 Penerapan K3 di IFRS:
• Keselamatan terhadap faktor penyebab penyakit
• Keselamatan terhadap faktor peralatan medik / non medik
• Keselamatan dari bahan berbahaya & beracun
• Keselamatan dari kebakaran
• Keselamatan dari bencana
 K3 perlu ada disuatu RS karena RS harus memperhatikan keselamatan terhadap faktor penyebab penyakit, faktor peralatan medik & non medik, keselamatan bahan berbahaya & beracun, kebakaran, bencana, selain itu harus perhatikan kondisi & lingkungan tempat kerja, kesadaran & kualitas kerja serta perencanaan dalam kualitas manajemen.

 Klasifikasi Limbah Klinis:
1) Golongan A
a. Dresssing bedah, swab & semua limbah terkontaminasi dari daerah ini
b. Bahan2 linen dari kasus penyakit infeksi
c. Seluruh jaringan tubuh manusia (terinfeksi maupun tidak)
2) Golongan B: Syringe bekas, jarum, cartridge, pecahan gelas & benda2 tajam lainnya
3) Golongan C: Limbah dari ruang lab & post marcum kecuali yang termasuk dalam golongan A
4) Golongan D: Limbah bahan2 kimia & bahan2 farmasi ttt
5) Golongan E: Pelapis bad-pan disposible, urinair, incotipence-pad & stamogbaps.
 Cara menangani limbah klinis:
No. Warna Kantong Jenis Limbah
1. Hitam Limbah RT biasa, tidak digunakan untuk menyimpan / mengangkut limbah klinis
2. Kuning Semua jenis limbah yang akan dibakar
3. Kuning dengan strip hitam Jenis limbah yang sebaiknya dibakar tapi biasanya dengan dibuang, di sanitary lanafil, bila dilakukan pengumpulannya terpisah & pengaturan pembangunan
4. Biru muda / transparan dengan strip biru tua Limbah untuk autoclaving / pengolahan sejenis sebelum pembuangan akhir

 Cara pemusnahan limbah klinis:
1) Cara pemusnahan limbah padat:
Dibakar di incinerator untuk limbah infectus, sedangkan untuk limbah RT bisa dibuang seperti biasa
2) Cara pemusnahan limbah cair dengan Instalasi Pembuangan Air Limbah:
Dibuang seperti biasa hanya saja dibiarkan dahulu dengan air mengalir untuk beberapa saat untuk tujuan pengenceran agar limbah yang dibuang tidak meracuni air pembuangan yang nantinya ada kemungkinan digunakan oleh masyarakat.
3) Cara pemusnahan limbah gas:
Dengan lemari asam, yaitu dengan cara dibuang ke udara bebas dengan cerobong asap yang setinggi mungkin untuk tujuan apabila gas tsb sampai dibawah konsentrasinya sudah kecil sehingga bahayanya bisa diminimalisir


QUALITY ASSURANCE
 QA adalah kegiatan pemantauan & penelitian terhadap pelayanan yang diberikan secara terencana & sistematis sehingga dapat di identifikasi peluang untuk peningkatan mutu serta menyediakan mekanisme tindakan yang diambil sehingga terbentuk peningkatan mutu yang berkesinambungan:
1) Audit obat yang tengah dibuat
2) Pengkajian efisiensi
3) Pengkajian2 sumber daya
4) Pengkajian penggunaan obat
5) Peer review
 Siklus QA
Lingkar QA
Evaluasi Pemantauan
Umpan Balik
Tindakan Penilaian
1) Pemantauan: pengumpulan data untuk menidentifikasi masalah yang dikaji, data dari laporan kegiatan, survey & angket.
2) Penilaian: menyusun, membandingkan dengan teliti & menafsirkan data2 dari informasi terhadap sering terabaikan, sehingga adanya kekurangan / kesalahan tidak terlihat.
3) Tindakan: aksi yang dilakukan berdasarkan hasil penelitian
4) Evaluasi: efektifitas tindakan untuk peningkatan mutu pelayanan
5) Umpan balik: bagian integral dari setiap tahapan QA. Umpan balik penting agar semua staf merasa tertarik dengan dillihatkan dalam program QA.




PRODUKSI RUMAH SAKIT
 Bagian produksi di RS:
1) Karena formula khusus
Ada permintaan khusus dari dokter, terutama sering dilakukan penelitian di RS Pendidikan. Misalnya peracikan sirup OBH, tapi dokter minta ditambah obat lain, dimana dokter tsb akan menggunakan formula tsb secara terus menerus / larutan infus yang harus ditambah obat lain.
2) Produk di pasaran diskontinyu
3) Untuk keperluan uji klinik
4) Pengemasan kembali (Repackaging)
Alasan utamanya faktor ekonomi, biasanya terjadi pada RS yang besar, karena dengan membeli produk dalam wadah yang besar lebih murah daripada produk dengan wadah yang kecil, misalnya Betadine.
5) Aseptik dispensing : IV Admixture & Rekonstitusi Obat Sitostatika
6) Obat tidak stabil. Contoh H2O2 3%
7) Terjalin hubungan dengan dokter & Apoteker (kerasionalan resep)
 Faktor2 yang harus diperhatikan:
1) Jumlah & frekuensi kebutuhan
2) Spesifikasi bahan baku
3) Mesin/alat & proses produksi
4) SDM
5) Kestabilan produk
6) Ukuran & jenis kemasan
7) Labeling
8) Biaya produksi
9) Quality control
 IV Admixture:
1) Proses dilakukan secara aseptik dispensing
2) Jaminan tidak terjadinya interaksi obat antara obat jadi dengan zat tambahan & teknik pencampuran
3) Labeling, dispensing & penyimpanan produk akhir secara tepat
 Rekonstitusi Obat Sitostatika:
1) Bersifat karsinogenik
2) Operator berpotensi terpapar
3) Memerlukan ruangan steril
4) Memerlukan Laminar Air Flow khusus
5) Tekanan udara diluar lebih besar dari didalam
6) Baju perlindungan menyeluruh

Tidak ada komentar: