Kamis, 05 Mei 2011

FARMAKOTERAPI

FARMAKOTERAPI
ASTHMA
1. Jelaskan patofisiologi dari asthma
Jawab :
Merupakan gangguan peradangan steril (dan alergi) kronis pada saluran nafas yang bercirikan serangan sesak nafas akut secara berkala, mudah tersengal-sengal, disertai batuk dan hipersekresi dahak. Kronologis awal terjadinya peradangan dan bronkokonstriksi. Pada beberapa pasien status asma sering disertai faktor alergen spesifik, misalnya alergen debu, pohon/bunga tertentu, udara dingin atau pengaruh kelembaban yang tinggi. Pada penderita asma, mastcells bertambah banyak di sel-sel epitel serta mukosa dan melepaskan mediator vasoaktif kuat seperti histamin, serotonin, dan bradikinin, yang mencetuskan reaksi asma akut.

2. Berikan klasifikasi obat-obat asthma yang lazim dipakai!
Jawab :
Obat yang paling sering digunakan pada pengobatan asma :
a. Adrenoseptor (digunakan untuk meringankan atau bronkodilator)
Golongan metilxantin, yaitu teofillin dan aminofillin (garam etilen diamin dari teofillin
Adrenoseptor agonis : termasuk epinefrin (adrenalin), isoproterenol, dan efedrin
Agonis selektif β2 seperti termasuk metaproterenol (Alupent), terbutalin, isoetarin, dan albuterol yang merupakan bronkodilator yang kuat
Antagonis muskarinik, misal : Ipratropium
b. Corticosteroid per inhalasi (digunakan sebagai pengendali atau antiinflamasi)
Cromolyn yamg bekerja menstabilkan membran sel mastosit, sehingga manghalangi pembebasan mediator-mediator hipersensitivitas
Kortikosteroid (misal Prednison, prednisolon, beklometason) menghilangkan/mengurangi inflamasi dan edema serta memperkuat efek bronkodilatasi obat-obat adrenergik
3. Apa manfaat obat asthma yang diberikan secara inhalasi?
Jawab :
Manfaat obat asthma yang diberikan secara inhalasi antara lain
a. Dapat memberikan efek terapi yang lebih cepat.
b. Dosisnya jauh lebih rendah sehingga memberikan efek sistemik yang rendah.
c. Tidak diresorpsi ke dalam darah sehingga resiko efek sampingnya ringan sekali
4. Ada berapa macam bentuk sediaan inhalasi yang saudara ketahui? Jelaskan!
Jawab :
a. Metered Dose Inhalers (MDI’s)
± 80% mempengaruhi orofaring
b. Dry Powder Inhalers (DPI’s)
Yang tersupply dengan inhalasi adalah bentuk serbuk
c. Nebuliser
Menggunakan master yang dihirup
5. Jelaskan pula perbedaan mekanisme kerja dari golongan β2-Adrenergik agonis dengan golongan glukokortikoid?
Jawab :

6. Apa yang dimaksud dengan Metered Dose Inhalers itu?
Jawab :
Metered Dose Inhaler merupakan inhaler (aerosol) bertekanan. Dengan memberikan jarak antara inhaler dan mulut, alat ini mengurangi kecepatan aerosol dan benturan pada orofaring serta menambah waktu evaporasi aerosol sehingga semakin banyak partikel yang dapat terhirup dan terdeposisi di paru-paru. Dengan alat ini tidak begitu dibutuhkan koordinasi antara inspirasi dengan saat pemberian aerosol, sehingga lebih mudah.
7. Jelaskan dengan diagram bahwa alergen dapat menginduksi inflamasi dan spasme bronkus pada asthma.
Jawab :
Lihat dalam fotocopy materi kuliah hal. 750

TUBERCULOSIS
8. Jelaskan 2 cara mendiagnosa yang tepat untuk Tuberculosis dan sebutkan karakteristiknya!
Jawab :
a. Chest Roentgenogram
b. Tuberculin Skin Test
9. Apa yang saudara ketahui tentang Tuberculin Skin Test
Jawab :
Merupakan salah satu cara untuk mendiagnosa TBC. Purified Protein Derivative (PPD) adalah reagen yang digunakan, dan standar dosisnya 5 Tuberculin Unit (TU)
10. Seleksi regimen kemoterapi yang efektif adalah “backbone” dari keberhasilan terapi TBC. Sebutkan beberap prinsip seleksinya!
Jawab :
a. Terapi yang efektif memerlukan sedikitnya 2 obat. Paling penting gunakan kombinasi obat yang dapat mencegah terjadi bahaya organisme yang resisten terhadap obat.
b. Kontribusi bahaya dari jumlah obat-obat yang digunakan resisten. Resisten yang hebat terjadi pada saat pemakaian 2 obat.
c. Seharusnya paling efektif penggunaan obat anti TBC tunggal atau kombinasi regimen yang sub populasi dari Bacilli.
11. Mengapa Tuberculosis sering diderita pada penderita infeksi HIV? Jelaskan!
Jawab :
Karena disebabkan adanya infeksi dengan Mycobacterium Acium Intracellulare (MAI) di mana pasien yang terkena kedua penyakit ini : yaitu infeksi HIV dan TBC, 85% seharusnya mendiagnosa TBC nya setelah 1 bulan mendiagnosa AIDS nya.
12. Bagaimana penerapan terapinya untuk penderita TBC yang tidak kena infeksi dan yang mana yang kena infeksi?
Jawab :
a. Penerapan terapi untuk penderita yang tidak terkena infeksi :
Penggunaan INH (500 mg) dan Rifampisin (600 mg), digunakan bersamaan agar durasinya lebih pendek dari 18-24 bulan atau menjadi 6-9 bulan.
Kombinasi INH, Rifampisin ditambah STM atau EMB
Kombinasi INH-RMP-PZA ditambah STM atau EMB
b. Penerapan terapi untuk penderita yang terkena infeksi :
Diberikan INH-RMP, 2 bulan kemudian ditambah PZA atau EMB, jika PZA tidak dapat digunakan
Etambutol harus ditambahkan pada INH-RMP-PZA jika INH diduga resisten
13. Bagaimana prinsip pengobatan sehingga tidak terjadi resisten mikroba dan relapse?
Jawab :
Regimen pengobatan terdiri dari fase awal (intensif) selama 2 bulan dan fase lanjutan selama 4-6 bulan. Selama fase intensif yang biasanya terdiri dari 4 obat, terjadi pengurangan jumlah kuman disertai perbaikan klinis. Pasien yang infeksi menjadi noninfeksi dalam waktu 2 minggu. Penggunaan 4 obat selama fase awal dan 2 obat selama fase lanjutan akan mengurangi resiko resistensi selektif.
14. Berikan obat-obat anti Tuberculosis yang lazim digunakan dalam terapi yang tergolong first line dan second line!
Jawab :

BUKU INTERAKSI OBAT
DOWNLOAD

1. Interaksi obat pada pengobatan alergi (antihistamin)
Antihistamin menekan sistem syaraf pusat. Obat inimenekan atau mengurangi sejumlah fungsi tubuh eperti koordinasi dan kewaspadaan. Depresi berlebihan dan hilangnya fungsi tubuh dapat terjadi jika antihistamin digunakan bersama dengan dengan depresan sistem syaraf pusat lainnya.
2. Interaksi obat pada obat asma (bronkhial)
Obat yang paling umum digunakan untuk asma adalah obat dari kelompok epinefrin dan teofilin. Ke2nya merupakan stimulan sistem saraf pusat. Bila obat jenis ini diberikan bersama stimulan sistem saraf pusat lainnya, dapat terjadi rangsangan berlebihan.

3. Interaksi obat pada pil keluarga berencana
Pil KB jika diberikan bersama antibiotika golongan penisislin, tertasiklin,sulfonamid, dan antibiotik tunggal (kloramfenikol, Neomisin, rifampin), maka antibiotik tersebut akanmengurangi penyerapan hormon yang terkandung dalam pil KB, sebagian lagi akan menyebabkan tubuh lebih cepat menghilangkan zat tersebut.
4. Interaksi obat pada pencegahan koagulasi darah.
a. Interaksi yang akan meningkatkan efek antikoagulan adalah dengan : Alupurinil, Aspirin, Kloral hidrat, Kloramfenikol, Simetidin, Klorfibrat, Obat diabetets, Disulfiram, Asam etakrinat, Indometasin, Vaksin Influensa, Hormon pria, Asam mefenamat, Metimazol, Metronidazol, asam nalidiksat, Oksifenbutazon, Pepto bismol, Fenilbutazon, Propiltiourasil, kinidin, kinin, Sulfinpirazol, sulindak, Sulfonamid, Antibiotik tetrasiklin, tiroid.
b. Interaksi yang akan menurunkan efek antikoagulan adalah dengan: Alokohl, pil KB, Karbamazepin, Kolestriamin, Kortikosteroid, Estrogen, Etklorvinol, Glutetimida, Grisefulvin, Fenitoin, Primidon, Rifampin, Vit K.
5. Interaksi obat pada penanganan kanker
Obat kanker – Kloramfenikol = dapat meningkatkan resiko depresi sumsum tulang.
Oabt kanker – vaksin cacar (dan vaksin hidup lainnya) = dapat meningkatkan kepekaan terhadap infeksi dengan menekan sistem kekebalan tubuh.
6. Interaksi obat pada pengobatan flu dan batuk.
c. Interaksi obat pelega hidung.
Pelega hidung adalah stimulan sistem saraf pusat. Rangsangan berlebihan dapat terjadi jika suatu pelega hidung digunakan bersama stumulan sistem saraf pusat lainya.
d. Interaksi antihistamin.
Obat ini menekan atau mengurangi fungsi seperti koordinasi dan kewaspadaan. Depresi berlebihan dan pengurangan fungsi dapat terjadi jika suatu histamin digunakan dengan sistem saraf pusat lainya.
e. Interaksi pada sediaan batuk
Kodein – digoksin = efek digoksin bertambah.
Dekstrometorfan – antidepresan = menyebabkan tekanan darah rendah, mual, demam, dan koma.
Kalium iodida – litium = menyebabkan hiperparatiroidisme.
7. Interaksi obat pada penanganan antidepresan
8. Antidepresan siklik dan trazzdon adalah penekan sistem saraf pusat. Obat-oabt ini menekan atau mengurangi fungsi koordinasi dan kewaspadaan. Depresi jasmani yang kuat serta kehilangan fungsi akan terjadi jika suatu antidepresan digunakan bersama depresan sistem saraf pusat lainnya.
9. Interaksi obat pada penanganan diabetes.
f. Interaksi yang dapat meningkatkan efek obat diabetes adalah dengan: Alkohol, Alopurinol, Antikoagulan, Antidepresan (IMAO), Aspirin, Obat jantung pemblok beta, Kloramfenikol, Klofibrat, Insulin, Hormon pria, Oksifenbutazon, Pepto-Bismol, Fenilbutazon, Probensid, dan Sulfonamida.
g. Interaksi yang dapat mengurangi efek obat diabetes adalah dengan: Amfetamin, Obat asma, Obat jantung pemblok beta, senyawa pelega hidung, Kortikosterioda, pil pelangsing, yang mengandung fenilpropanolamin, Diuretika, Metilfenidat, Pemolin, Fenitoin, rifampin dan obat tiroid.
10. Interaksi obat pada pengobatan gangguan pencernaan(pengobatan dengan antasida)
Mula-mula terjadi 2 jenis interaksi. Pada interaksi pertama, antasida mempengaruhi penyerapan beberapa obat sehingga efek obat menurun. Pada interaksi ke-2, antasida mengubahh keasaman air kemih, menyebabkan beberapa obat diserap kembali oleh tubuh dan bukan dikeluarkan sehingga efefk obat meningkat. Kebanyakan interaksi dapat dicegah bila obat yang menunjukan interaksi digunakan 1 atau 2 jam setelah penggunaan antasida.
11. Interaksi obat pada penanganan insomnia.
Pil tidur adalah depresan susunan saraf pusat. Obat akan menekan atau mengganggu fungsi seperti koordinasi dan kesadaran. Penekanan atau gangguan fungsi yang berlebihan dapat terjadi bila pil tidur digunakan bersamaan dengan obat lainnya yang juga menekan susunan saraf pusa



IKATAN PROTEIN
DOWNLOAD
Faktor penting dalam distribusi obat ialah ikatan protein (protein binding), terutama protein plasma, protein jaringan dan sel darah merah.
Sesuai struktur kimia protein, pada ikatan protein bisa melalui ikatan ion, ikatan jembatan hydrogen dan ikatan dipol-dipol serta interaksi hidrofob. Ini menjelaskan mengapa protein dapat mengikat beberapa senyawa. Tetapi ikatan pada protein ini biasanya bukan ikatan yang khas.

Pada albumin serum manusia dapat dibuktikan terdapat dua tempat ikatan berbeda. Beberapa bahan obat terikat selektif hanya pada satu dari kedua tempat ikatan, misalnya antikoagulansia dikumarol pada tempat ikatan I, benzodiazepine pada tempat ikatan II dan ada beberapa zat yang dapat terikat pada kedua ikatan.

Ikatan I Ikatan II
Obat % Terikat Obat % Terikat
Warfarin
Furosemide
Nalidixic Acid
Phenytoin
Tolbutamide
Naproxen
Indomethacine
99
91 – 99
93 – 97
87 – 99
95 – 99
98 – 99
92 - 99 Diazepam
Ethacrynic Acid
Cloxacillin
Probenecid
Tolbutamide
Naproxen
Indomethacine 98
85
95
85 – 95
95 – 97
98 – 99
92 - 99

Pada senyawa basa; propranolol, lidokain, disopiramid, petidin atau antidepresi trisiklik, α1-glikoprotein asam membantu juga pembentukan ikatan protein plasma.
Untuk senyawa tubuh sendiri seringkali terdapat protein transport spesifik dari fraksi globulin, misalnya transkortin untuk kortisol.
Ikatan protein adalah bolak-balik. Ikatan yang tidak bolak-balik (kovalen) misalnya reaksi sitostatika yang mengalkilasi protein, tidak termasuk ke dalam ikatan protein.
Makin besar tetapan afinitas bahan yang bersangkutan, pada protein, makin kuat ikatan protein. Sejauh tetapan afinitas terhadap berbagai protein, misalnya terhadap protein plasma dan protein jaringan berbeda, maka kesetimbangan distribusi juda ikut terpengaruh dan kesetimbangan akan bergeser ke protein dengan afinitas yang lebih besar. Ikatan protein juga juga tergantung kepada pH plasma dan umur., contohnya pada asidosis barbiturate, ikatan protein pada bayi baru lahir lebih rendah daripada pada orang dewasa karena perbedaan kepekaannya.
Ikatan protein mempengaruhi intensitas kerja, lama kerja dan eliminasi bahan obat sebagai berikut: bagian obat yang terikat pada protein plasma tidak dapat berdifusi dan umumnya tidak mengalami biotransformasi dan eliminasi. Artinya obat dalam bentuk bebas yang dapat mencapai sasaran sehingga dapat berkhasiat.
Bentuk yang terikat juga berfungsi sebagai cadangan. Jika dalam darah terdapat beberapa obat, kemungkinan terjadi persaingan terhadap tempat terikat sehingga mempengaruhi intensitas dan lama kerja, terutama jika yang terikat > 80%.
Harus diingat pula bahwa obat juga dapat mengusir senyawa tubuh sendiri, misalnya bilirubin atau glukokortikoid dari ikatannya pada protein plasma dan menyebabkan bagian yang tidak terikat menjadi meningkat.

FARMAKOTERAPI DAN TERMINOLOGI MEDIK
DOWNLOAD
Obat yang spesifik hanya bekerja pada satu reseptor tetapi dapat memberikan efek ganda karena lokasi reseptor ada diberbagai organ. Jelaskan penjabaran dari prinsip tersebut dengan memberikan contohnya
Maksudnya reseptor tidak hanya berfungsi dalam pengaturan fisiologi dan biokimia saja, tetapi juga diatur atau dipengaruhi oleh mekanisme homeostatik lain.
Contohnya : Obat adrenergik seperti efedrin (0,1%), hidroksiamfetamin (1%), dan fenilefrin (1-2,5%) memiliki efek midriatik, tetapi ada sedikit resiko menimbulkan glaukoma akut sudut sempit pada penderita yang sensitif

Sebelum dilakukannya pemberian atau penggantian terapi pada pasien, bagi seorang Farmasis perlu memperhatikan pedoman SOAP. Apa maksud dan manfaatnya? Jelaskan secara singkat.
S = Subjektif
Dokter menanyakan keluhan si pasien (berdasarkan cerita si pasien)

O = Objektif
Konfirmasi tentang gejala penyakit, sehingga pasien dapat langsung diberikan pengobatan atau tidak. Harus dilakukan pemeriksaan yang objektif yang memerlukan pemeriksaan laboratorium seperti USG, fungsi hati, urin, etc. Misalnya demam dapat sebabkan oleh flu, malaria, infeksi

A = Assesment (penilaian)
Membandingkan data-data antara subjektif dan objektif yang memberikan korelasi sehingga diadakan penilaian dan diberi pengarahan untuk dapat diambil keputusan

P = Plan
Penerapan obat berikut bentuk sediaan yang dipilih. Misalnya pemberian obat controliase adalah pencapaian suatu keadaan Steady state yang dapat meningkat/berjalan sedikit demi sedikit.
Manfaat SOAP
Untuk menilai rencana terapeutik dan mengembangkannya secara sistemik.
Dapat bisa menentukan terapi yang akan diperbaiki
Dapat bisa menentukan dosis obat berdasarkan umur, jenis kelamin, berat badan, fungsi hati, dan ginjal
Dapat bisa memantau kalkulasi farmakokinetik
Dapat bisa mengoreksi bentuk sediaan, rute dan jadwal pemberian untuk kepentingan pasien yang spesifik
Dapat bisa menentukan koreksi masa pemberian obat
Dapat menentukan perencanaan berupa terapeutik obat yang harus dihindarkan, tujuan akhir pengobatan, parameter terapeutik dan toxicity monitoring, pacient education & future plan.
Para pasien secara individual akan memberikan variasi respon yang luas terhadap dosis yang sama dari banyak obat. Jelaskan faktor-faktor berikut sehingga menghasilkan respon yang berbeda : - Faktor penyakit - Faktor genetik - Faktor usia
Faktor penyakit
Untuk pasien yang mengalami gangguan fungsi hati/ginjal akan berpengaruh terhadap proses farmakokinetik, sehingga akan memberikan respon yang berbeda. Misalnya;
Pasien yang mengalami gangguan fungsi hati, maka metabolismenya di dalam tubuh agak lama sehingga pemberian dosis obatnya dikurangi, jika tidak dikurangi maka obat akan terakumulasi dalam hati dan terjadi toksisitas
Untuk pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal, maka berpengaruh terhadap ekskresinya, di mana:
- Jika dosis ditingkatkan, kadar obat dalam darah menurun, sehingga ekskresi obat di dalam tubuh cepat.
- Sebaliknya jika dosis diturunkan, kadar obat dalam darah meningkat, sehingga ekskresi obat dalam tubuh lambat.

Faktor genetik
Kemampuan metabolisme obat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Metabolisme obat yang dikendalikan oleh gen akan membentuk distribusi kemampuan metabolisme yang berbentuk unimodal pada suatu populasi. Misalnya:
- Obat : Isoniazid, hydrazine, prokainamid, sulfametazin, dapson
- Respon : - Asetilator cepat : respon menurun, toksisitas oleh derivat N- asetil meningkat
- Asetilator lambat : toksisitas meningkat
- Mekanisme kerja : berdasarkan perbedaan aktivitas enzim N-asetil- transferase
Faktor Usia
Anak : Usia, berat badan, luas permukaan tubuh atau kombinasi faktor-faktor ini dapat digunakan untuk menghitung dosis anak dari dosis dewasa
Neonatus dan bayi prematur
Pada usia ekstrim ini terdapat perbedaan respon yang terutama disebabkan oleh belum sempurnanya berbagai fungsi farmakokinetik tubuh ;
1. Fase biotransformasi hati (terutama glukuronidasi, dan juga hidroksilasi) yang kurang
2. Fase ekskresi ginjal (filtrasi glomerulus dan sekresi tubuh) yang hanya 60-70% dari fase ginjal dewasa.
3. Kapasitas ikatan protein plasma (terutama albumin) yang rendah
4. Sawar darah otak serta sawar kulit yang belum sempurna.
Dengan demikian diperoleh kadar obat yang tinggi dalam darah dan jaringan. Disamping itu, terdapat peningkatan sensitivitas reseptor terhadap beberapa obat. Akibatnya terjadi respon yang berlebihan atau efek toksik pada dosis yang biasa diberikan berdasarkan perhitungan luas permukaan tubuh
Faktor Usia
Usia lanjut
Penurunan fase ginjal (filtrasi glomerulus dan sekresi tubuli) merupakan faktor farmakokinetik yang terpenting
Perubahan faktor farmakodinamik, yakni peningkatan sensitivitas reseptor, terutama reseptor di otak dan penurunan mekanisme homeostatik misalnya homeostatik kardiovaskular (terhadap obat-obat antihipertensi)
Adanya berbagai penyakit
Penggunaan banyak obat sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya interaksi obat. Akibatnya seringkali terjadi respon yang berlebihan atau efek toksik serta berbagai efek samping yang bila mereka mendapat dosis yang biasa diberikan kepada penderita dewasa muda.
Contoh obatnya : Digoksin
Respon : Intoksikasi
Mekanisme kerja : berat badan turun, filtrasi glomerulus turun, adanya gangguan elektrolit, dan penyakit kardiovaskular yang lanjut.
Faktor usia
Metabolisme obat dan fungsi ginjal pada bayi yang sangat muda dan orang tua (lanjut usia) kurang efisien. Oleh karena itu obat cenderung memberikan efek yang lebih kuat dan efek yang lebih panjang.
Terhadap penyerangan mikroorganisme, secara alami tubuh kita selalu dapat mengadakan mekanisme pertahanan tubuh (“Natural Host Defense”) berupa “Natural Barriers”. Coba jelaskan mekanismenya jika mikroorganisme menyerang
Intact skin
Saluran napas
Saluran cerna
Saluran genitouriner
Intact Skin
Kulit berfungsi melindungi jaringan terhadap kerusakan kimia dan fisika, terutama kerusakan mekanik dan terhadap masuknya mikroorganisme misalnya luka, trauma
Saluran napas
Ada silia-silia (rambut-rambut hidung) sebagai filter yang dapat menyaring udara yang masuk pada saluran pernapasan atas
Saluran cerna
Sekresi getah lambung, merupakan larutan HCl yang berfungsi untuk membunuh bakteri yang terbawa bersama makanan.
Gerakan peristaltik & sel-sel epitel yang hilang akan memindahkan mikroorganisme yang berbahaya dari saluran gastrointestinal
Saluran genitouriner
Pria : Dilindungi dengan panjangnya uretra yaitu 20 cm untuk dewasa, bakteri sangat jarang untuk dapat berpenetrasi
Wanita : Dilindungi dari pH yang asam dari vagina
Virus penyebab Commond Cold
Rhinovirus
Parainfluenza virus
Respiratory syncytial virus
Enterovirus
Coxsackie virus
Coronavirus
Golongan obat untuk mengobati Commond Cold
Antihistamin : Gol etanolamin (Difenhidramin), gol etilendiamin (pirilamin), gol alkilamin (feniramin, bromfeniramin, klorfeniramin)
Simpatomimetik : gol feniletamin (pseudoefedrin, efedrin, fenilefrin, fenilpropanolamin)
Antikolinergik intranasal ipratropium (spray)
Analgesik : aspirin, asetaminofen, AINS (ibuprofen), kafein
Antitusif : narcotic agent (kodein, hidrokodon, dan noskapin), dextrometorphan, difenhidramin)
Expectoran : guaifenesin, terpinhidrat, sirop ipekak, ammonium klorida, potassium guaiakol sulfonat, potassium iodida.
Antiviral : turunan benzimidazol (enviroxime)
Vitamin C
Perbedaan terminologi antara : Commond cold, Sinusitis, Otitis media, Pharyngitis
Commond cold : Rhinorrhea (radang selaput lendir hidung), hidung tersumbat, bersin, sakit tenggorokan, batuk tidak berdahak

Sinusitis : facial pain (daerah hidung sakit), sakit kepala, obstruksi hidung, infeksi saluran pernafasan atas

Otitis media : radang pada telinga bagian tengah, telinga sakit, hilang pendengaran, demam.

Pharyngitis : kesakitan dari ringan sampai berat, suara serak,iritasi faring

PERBEDAAN RESPON OBAT TIAP INDIVIDU
DOWNOAD
4 PERJALANAN OBAT DALAM TUBUH
Absorpsi
Distribusi
Metabolisme
Ekskresi

MEKANISME ABSORPSI
Difusi Pasif
Transpor Aktif
Filtrasi Celah Pori
Pinositosis
DIFUSI PASIF
Adanya perbedaan konsentrasi di dua sisi membran
Terjadi pada zat-zat yang Larut dalam lemak
Tidak memerlukan energi metabolik
Contoh: hormon steroid, vitamin A, D, E, K serta bahan-bahan organik yang larut dalam lemak, O,CO2, HO, dan H2O
Transpor Aktif
Harus ada protein pembawa
Memerlukan energi metabolik (ATP)
Contoh: Na+, K+, asam amino, glukosa, l-methyldopa, levodopa
Filtrasi Celah Pori
Untuk sediaan yang ukuran partikelnya sangat kecil (< 100 nm)
Jarang ada obat yang ukurannya sekecil itu
PINOSITOSIS
Molekul besar, ukuran partikel < 150 nm
Ditelan oleh sel
Contoh: protein, polinukleotida, dan polisakarida


FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ABSORPSI ORAL
1. Formulasi Obat
2. Karakteristik Pasien
3. Keberadaan zat lain dalam saluran pencernaan
4. Karakter farmakokinetik obat
1. FORMULASI OBAT
Faktor-faktor pengaruhnya:
Waktu disintegrasi
Waktu disolusi
Keberadaan eksipien
2. KARAKTERISTIK PASIEN
Faktor-faktor pengaruhnya:
pH dalam rongga pencernaan
Waktu pengosongan lambung
Waktu pengosongan usus halus
Luas penampang saluran pencernaan
Ada tidaknya penyakit pencernaan
3. KEBERADAAN ZAT LAIN DALAM SALURAN PENCERNAAN
Faktor-faktor pengaruhnya:
Adanya ion-ion atau obat lain
Adanya makanan
4. KARAKTER FARMAKOKINETIK OBAT
Faktor-faktor pengaruhnya:
Metabolisme obat lain
Bakteri pencernaan
Metabolisme oleh dinding pencernaan
RUTE PEMBERIAN OBAT SELAIN PER ORAL
1. Intramuskular (IM) dan Intravena (IV)
2. Bukal (di bawah lidah/pipi)
3. Rektal
4. Perkutan (kulit)
5. Paru-paru
1. Intramuskular (IM) dan Intravena (IV)
Mudah terurai di lambung: Benzylpenicillin
Dimetabolisme di hati: Lignokain

Problem Pemberian IM & IV:
Jika obat tak larut air akan mengendap sebeleum absorpsi: Diazepam
Penyerapan lambat jika pasien syok/serangan jantung: Morphin

2. Bukal
Mengharapkan kecepatan kerja obat langsung ke sirkulasi darah (sistemik): Glyceril trinitrat
Cocok untuk obat yang terurai di lambung



3. Rektal
Bentuk supositoria
Mengharapkan kecepatan kerja obat & lama efek farmakologi
Cocok untuk obat yang terurai di lambung

Kelemahan:
efek terapi berkurang penyerapan lambat Luas penampang rektum kecil
4. Perkutan (kulit)
Dapat langsung terserap ke sirkulasi darah (sistemik)
Dapat menghindari “first pass effect”
Cocok untuk sediaan lepas lambat (SR) yang bekerja selama 24 jam: Glyceril trinitrat
dilepasPengobatan mudah dihentikan
5. Paru-paru
Dengan inhaler (aerosol), serbuk dengan ukuran partikel 2-5 mikron
Untuk menghasilkan efek cepat dengan dosis kecil: salbutamol, terbutalin
Digunakan untuk obat yang kurang baik melalui saluran pencernaan: Na kromoglycate
MELEKATNYA & DISTRIBUSI OBAT

ADVERSE DRUG REACTION (ppt)
DOWNLOAD
DEFINISI

Menurut WHO : respons terhadap obat baru yang bersifat berbahaya dan tidak diharapkan terjadi pada dosis lazim yang digunakan untuk tujuan profilaktik, diagnosis ataupun terapi.

KEJADIAN

Angka kejadian ADR ini bervariasi, tergantung metode pengambilan data yang digunakan. Jika sistem yang digunakan adalah dengan bertanya secara spesifik pada pasien, maka hasilnya lebih besar dari pada pasien relawan. Jumlah prevalensinya dpt diperkirakan yakni 1-3% dari total pasien RS
OBAT OBAT TERCAKUP SEBAGAI ADVERSE DRUG REACTION

Obat obat yg sering dilaporkan dan menimbulkan ADR :
antibiotika aspirin
digoxin heparin
diuretika insulin
prednison warfarin

FAKTOR TERJADINYA ADR

Beberapa faktor penentu terjadinya ADR :
Usia dan jenis kelamin
Riwayat alergi pasien
Efek penyakit yang diderita
Faktor kehamilan
Dosis obat
Lamanya pemakaian obat
Kombinasi obat
TIPE TIPE ADVERSE DRUG REACTION

Tipe A :
- Kejadiannya dapat diramalkan dari efek farmakologinya
- Tergantung pada dosis yang digunakan
- Angka kematian yang diakibatkan rendah
- Cara penanganannya adalah titrasi dosis
- Prevalensi kejadiannya besar

Tipe B :
- Kejadiannya sulit diramalkan
- Tidak tergantung pada dosis
- Resiko kematian tinggi
- Cara penanganan adalah dengan penghentian obat
- Prevalensi kejadian baik

INTERAKSI OBAT (ppt)
DOWNLOAD
Pendahuluan
Kemungkinan untuk timbulnya efek yang merugikan akan meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah jenis obat dalam satu resep, Namun tidak semuanya interaksi obat itu bersifat merugikan, beberapa obat justru dikombinasi untuk meningkatkan efektifitas dan memperkecil efek yang merugikannya.
Mekanisme Interaksi
Yang menjadi dasar interaksi obat adalah farmakodinamik atau farmakokinetik dari suatu obat.

Interaksi farmacokinetik obat sendiri tergantung pada konsentrasi obat bebas yang ada dalam plasma darah atau pada jaringan.
Interaksi pharmacodinamik sendiri diakibatkan oleh interaksi antara obat dengan reseptor.

Jenis Mekanisme Kerja Interaksi Obat
Interaksi Farmakodinamika
Interaksi Farmakokinetika

Lokasi Interaksi
Lokasi atau tempat terjadinya interaksi obat terjadi di beberapa tempat :
Interaksi awal;
Penyerapan obat;
Protein pengikat;
Metabolisme obat;
Ekskresi obat;
Interaksi pada reseptor.
Interaksi awal
Interaksi awal diakibatkan oleh sifat dari bahan kimia yang terkandung pada suatu sediaan (misal rentan pH, sensitif terhadap slah satu bahan wadah, atau berinteraksi dengan sifat bahan obat lainya).
Sehingga dalam memformulasikan suatu sediaan yang mengandung berbagi macam zat perlu diperhatikan sifat masing-masing zat.
Absorpsi obat
1. Di dalam lumen usus.

Kalsium, aluminium dan magnesium berinteraksi dengan tetracycline membentuk suatu bagian yang tak terserap. Sehingga antacids berisi yang kation ini ( atau bahkan susu) tidak boleh diberikan bersama tetracycline, atau jika terpaksa diberikan terpisah dalam rentang waktu yang cukup lama.

Cholestyramine, akan mengikat obat yang bersifat asam seperti warfarin dan digitoxin, sehingga mengurangi penyerapannya.

2. Mortilitas usus.

Jika suatu obat yang pada saat lambung kosong penyerapannya ditingkatkan, atau penyerapannya berkurang, diberikan bersama dengan obat yang sebagian besar diabsorpsi di usus halus, maka tingkat penyerapannya mungkin berubah.

3. Perubahan oleh mikroba pada usus.

Di masa lalu pada wanita, antibiotik dan kontrasepsi oral menyebabkan peningkatan pendarahan pada saat menstruasi, pemicunya mungkin disebkan adanya hydrolisis oleh bakteri yang ada di usus.

Namun dimasa sekarang proses tersebut jarang terjadi lagi karena hasil hydrolisis bakteri ini akan di ekresi melalui feses.

4. Di dalam dinding usus.

Dinding usus adalah suatu organ penting untuk metabolisme. Sebagai contoh sekitar 40 persen isoprenaline akan dimetabolis menjadi sulfat konjugasi, dan jika ada salicylamide yang (mana) bersaing (competes for available sulphate) untuk sulfat tersedia, diberikan bersama dengan steroid, konsentrasi ethinyloestradiol pada plasma meningkat secara drastis.
Protein pengikat
Banyak obat yang di transportasikan kedalam darah terikat dalam albumin atau globulin.
Jika suatu obat 90% terikat pada protein plasma maka persentasenya akan menurun sampai menjadi 80 % diakibatkan interaksinya dengan protein.
Kemudian adanya distribusi relatif antara plasma dan jaringan juga mempengaruhi efek teraputik obat. Banyaknya obat yang terikat pada plasma dan jaringan jumlahnya harus sama cukup agar suatu obat dapat memberikan efek terapeutik.
Metabolisme Obat
Banyak obat yang larut lemak menyebabkan stimulasi yang nonspesifik terhadap metabolisme obat tersebut.
Obat yang dimetabolisme berpengaruh pada efek klinis obat tersebut. Efek klinis suatu obat akan menurun seiring peningkatan metabolisme obat tersebut.
Suatu contoh, jika barbiturat diberikan pada pasien yang sedang terapi warfarin atau steroid kontrasepsi oral, maka dalam periode 2 atau 3 minggu maka efek klinisnya akan menurun karena konsentrasi pada plasma akan berkurang seiring peningkatan metabolisme.
Jika penggunaan barbiturat dihentikan maka tingkat metabolismenya secara perlahan akan kembali level sebelumnya.
Interaksi pada ginjal
Perubahan akibat pH urine.
Urine berisfat basa atau alkali, Fakta ini dipakai untuk mengobati overdosis phenobarbital dan aspirin. Alkalisasi pada urin meningkatkan eliminasi zat tersebut.

Akibat ekresi tubular ginjal
Salah satu contoh adalah, Quinidine (bersifat basa lemah) menghalangi sekresi digoksin dari tubular ginjal, namun interaksi ini bisa juga diakibatkan oleh faktor lain yang masih belum bisa dipastikan lebih lanjut.

Perubahan akibat cairan elektrolit

Perubahan oleh elektrolit mungkin akan mempengaruhi efek terapeutik dari obat yang aktif di miokardium dan ginjal.
Contohnya penyimpanan cairan yang disebabkan phenilbutazone akan bersifat antagonis dengan efeft antihipertensi
Interaksi pada reseptor
Banyak contoh yang memperlihatkan adanya saling pengurangan effek pharmakodinamik dari dua jenis zat yang terjadi pada reseptor.
Relaksasi otot oleh tubocurarine bisa dibalik oleh neostigmin yang menghalangi kolinesterase dan meningkatkan konsentrasi asetilkolin.

EPIDEMIOLOGI KLINIK (ppt)
DOWNLOAD

LATAR BELAKANG
Epidemiologi menekankan pada upaya menerangkan bagaimana frekuensi & distribusi penyakit serta bagaimana berbagai factor dapat menjadi factor penyebab.Sebenarnya ilmu kedokteran klinis dan epidemiologi lahir bersamaan. Penemu-penemu di bidang epidemiologi sebagian besar adalah juga para dokter (klinikus) hanya saja dalam beberapa dekade terakhir ini mulai tampak ada pemisahan dalam segi pendidikan, latihan, jurnal dan macam pekerjaannya. Namun demikian para dokter (klinikus) dan ahli epidemiologi menjadi semakin sadar bahwa sebenarnya mereka perlu saling berhubungan.
Untuk itu diperlukan suatu "jembatan" antar klinikus dan ahli epidemiologi dengan suatu disiplin ilmu yang disebut dengan epidemiologi klinis. Bisa dikatakan lain, epidemiologi klinis adalah suatu aplikasi dari prinsip-prinsip epidemiologi dalam praktek untuk pengobatan.
penyakit.
TINJAUAN PUSTAKA
Pada mulanya epidemiologi diartikan sebagai studi tentang epidemi. Hal ini berarti bahwa epidemiologi hanya mempelajari penyakit-penyakit menular saja tetapi dalam perkembangan selanjutnya epidemiologi juga mempelajari penyakit-penyakit non infeksi, sehingga dewasa ini epidemiologi dapat diartikan sebagai studi tentang penyebaran penyakit pada manusia di dalam konteks lingkungannya.
Mencakup juga studi tentang pola-pola penyakit serta pencarian determinan-determinan penyakit tersebut. Dapat disimpulkan bahwa epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang penyebaran penyakit serta determinan-determinan yang mempengaruhi penyakit tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA
Di era modern dan perkembangan teknologi seperti sekarang ini memicu jangkauan epidemiologi semakin meluas. Secara garis besarnya jangkauan atau ruang lingkup epidemiologi antara lain:
1. Epidemiologi Penyakit Menular
2. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular
3. Epidemiologi Kesehatan Reproduksi
4. Epidemiologi Kesehatan Lingkungan
5. Epidemiologi Kesehatan Kerja
6. Epidemiologi Kesehatan Darurat
7. Epidemiologi Kesehatan Jiwa
8. Epidemiologi Perencanaan
9. Epidemiologi Prilaku
10. Epidemiologi Genetik
11. Epidemiologi Gizi
12. Epidemiologi Remaja
13. Epidemiologi Demografi
14. Epidemiologi Klinik
15. Epidemiologi Kausalitas
16. Epidemiologi Pelayanan Kesehatan
17. dan sebagainya.


Epidemiologi klinik

merupakan salah satu dari dasar ilmu pengetahuan berhubungan dengan obat. Epidemiologi klinis diarahkan pada satu populasi yang digambarkan dengan pasien-pasien yang dibandingkan dengan satu populasi masyarakat. Epidemiologi klinis ini berperan penting dalam meningkatkan pelatihan dalam hal klinis dari dokter, perawat, ahli fisioterapi dan tenaga kesehatan lainnya. Pertimbangan lainnya dalam epidemiologi klinis adalah dalam hal pengambilan keputusan klinis harus didasarkan pada prinsip-prinsip ilmiah yang memerlukan hasil yang relevan, dengan melakukan riset, sehingga diperoleh hasil epidemiologi yang kuat.

Epidemiologi klinis ini berpusat pada: ketelitian dari uji diagnosis; dugaan dari suatu penyakit; efektivitas dari perawatan; dan pencegahan penyakit di dalam praktek klinis.

PEMBAHASAN
Epidemiologi ini dapat digambarkan dalam suatu spektrum penyakit. Spectrum penyakit yaitu urutan peristiwa yang terjadi pada manusia, sejak saat pajanan terhadap agen etiologi, lalu terjadi perubahan patologi, timbulnya gejala, kemudian didiagnosis penyakitnya, dan kalau sudah parah bisa terjadi kematian. Hanya sebagian kecil pada umunya disadari oleh pengamatan kesehatan yaitu pabila umumnya kasus telah berkembang penuh.
Bisa kita lihat tujuan dari epidemiologi adalah mendiagnosis masalah kesehatan masyarakat, menentukan riwayat alamiah dan etiologi penyakit, dan menilai dan merencanakan pelayanan kesehatan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dilakukan surveillance epidemiologi dan penelitian epidemiologi.
Surveillance epidemiologi meliputi pengumpulan data secara sistematis dan kontinu; pengolahan, analisis dan interpretasi data sehingga menghasilkan info; penyebarluasan info tersebut kepada instasi yang berkepentingan; penggunaan informasi tersebut untuk pemantauan, penilaian, dan perencanaan program kesehatan

KESIMPULAN
1. Epidemiologi klinis adalah suatu aplikasi dari prinsip-prinsip epidemiologi dalam praktek untuk pengobatan.
2. Epidemiologi klinis ini berpusat pada: ketelitian dari uji diagnosis; dugaan dari suatu penyakit; efektivitas dari perawatan; dan pencegahan penyakit di dalam praktek klinis.
3. Tujuan dari epidemiologi adalah mendiagnosis masalah kesehatan masyarakat, menentukan riwayat alamiah dan etiologi penyakit, dan menilai dan merencanakan pelayanan kesehatan.

INTERAKSI OBAT
DOWNLOAD
Pengaruh interaksi beberapa macam obat yang kita konsumsi secara bersamaan, atau yang lebih dikenal dengan istilah drug interaction, merupakan salah satu kesalahan pengobatan yang paling banyak dilakukan saat ini. Namun, biasanya kesalahan pengobatan karena drug interaction ini jarang terungkap, karena kekurang-pengetahuan kita, baik dokter, apoteker, apalagi pasien tentang hal ini.

Jika terjadi kegagalan pengobatan, umumnya sangat jarang dikaitkan dengan drug interaction. Padahal kemungkinan terjadinya drug interaction ini cukup besar, terutama pada pasien yang mengonsumsi lebih dari 5 macam obat pada saat yang bersamaan. Pada saat ini lebih dari 25 jenis obat baru dilempar ke pasar setiap tahunnya. Dan, tampaknya hampir mustahil jika seorang dokter atau apoteker harus menghafalkan dan menguasai masalah interaksi obat dari sekian ribu macam obat yang beredar sekarang ini. Sebab itu setiap pusat pengobatan modern, apakah itu rumah sakit, puskesmas atau praktek dokter pribadi, dan juga apotek, sebaiknya atau bahkan seharusnya memiliki akses paling tidak ke salah satu pusat data interaksi obat. Agar berbagai macam obat yang diberikan kepada pasien dapat diperhitungkan terlebih dahulu dengan seksama kemungkinan interaksinya.
Swamedikasi atau pengobatan sendiri yang kini banyak dilakukan juga sangat potensial menimbulkan masalah interaksi obat. Demikian pula jika pasien berkonsultasi dan mendapat obat dari beberapa orang dokter pada saat bersamaan. Karena itu, konsumen harus selalu memberi tahu dokter yang mengobatinya, obat apa yang sedang dikonsumsinya saat itu. Selain itu, pasien juga harus menginformasikan kepada dokter apakah pada saat itu ia juga sedang mengikuti program KB tertentu, atau sedang minum jamu atau suplemen makanan tertentu. Agar dokter pemberi resep dapat mempertimbangkan dan memilih obat yang akan diberikan kepada pasien, yang tidak ada atau paling sedikit efek negatif interaksi obatnya. Konsumen juga sebaiknya tidak malas dan tidak bosan mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang berbagai obat yang dikonsumsinya, baik obat yang diresepkan dokter ataupun obat-obat OTC (over the counter, atau obat yang dapat dibeli bebas tanpa resep dokter). Informasi tentang obat dan interaksi obat ini dapat ditanyakan pada dokter yang memberikan resep, pada apoteker di apotek, atau dapat mencari sendiri di buku-buku farmasi dan kesehatan, atau di pusat-pusat data interaksi obat yang dapat dipercaya.
Pada penulisan resep sering beberapa obat diberikan secara bersamaan, maka mungkin terdapat obat yang kerjanya berlawanan. Dalam hal ini obat pertama dapat memmperkuat atau memperlemah, memperpanjang atau memperpendek kerja obat kedua. Karena interaksi obat pada terapi obat dapat menyebabkan kasus yang parah dan kerusakan-kerusakan pada pasien, maka interaksi obat harus lebih diperhatikan daripada sekarang dan dengan demikian dapat dikurangi jumlah dan keparahannya.
Pemakaian beberapa obat secara bersama-sama sudah lama digunakan sejak adanya terapi obat itu sendiri. Masalah interaksi baru menjadi akut sejak baru-baru ini, karena di satu pihak selalu tersedia obat-obat yang lebih berkhasiat yang dapat menimbulkan efek-efek yang tidak diinginkan apabila obat-obat ini mempunyai pengaruh yang berlawanan dan di pihak lain baru beberapa tahun yang lalu dikembangkan cara membuktikan interaksi demikian dan juga ditemukan mekanisme-mekanisme yang menyebabkannya. Walau pun demikian, dibuktikan bahwa istilah interaksi mula-mula tidak menyatakan apakah berarti negatif atau positif, yang dapat merupakan persyaratan untuk terapi yang bermanfaat (bandingkan pemberian antidot pada keracunan; pemakaian parasimpatomimetik tak langusng pada akhir pembiusan).
Ketika dua atau lebih obat dikonsumsi secara bersamaan, akan ada kemungkinan terjadi interaksi. interaksi yang terjadi ini bisa menambah atau mengurangi efektivitas maupun efek samping obat. Bahkan bisa saja interaksi menyebabkan adanya efek samping baru, yang seharusnya gak muncul kalo obat dikonsumsi sendirian.Secara teori, peluang terjadinya interaksi obat sebanding dengan jumlah obat yang dikonsumsi. Karena itu, seseorang yang mengkonsumsi banyak obat dalam waktu bersamaan, kemungkinan memiliki risiko terjadinya interaksi cukup besar. Adanya interaksi obat juga bisa menyebabkan peningkatan biaya karena adanya kemungkinan efek samping yang harus ditangani. Selain itu interaksi obat juga bisa saja menyebabkan munculnya penyakit yang seharusnya bisa dicegah.Interaksi obat yaitu interaksi antara obat dengan substansi lain yang dapat mempengaruhi efektivitas obat, sehingga obat tidak bekerja seperti yang diharapkan. bisa saja terjadi antara interaksi obat dengan obat maupun obat dengan makanan dan zat lainnya.

Menurut jenis mekanisme kerja, interaksi obat dibedakan menjadi 2 bagian :
1. Interaksi farmakodinamik
Interaksi ini hanya diharapkan jika zat berkhasiat yang saling mempengeruhi bekerja sinergis atau antagonis pada suatu reseptor, pada suatu organ membran atau pada suatu rangkaian pengaturan.

Jika sifat-sifat farmakodinamika yang kebanyakan dikenal baik, dari obat-obat yang diberikan secara bersamaan diperhatikan interaksi demikian dapat berguna secara terapeutik apabila menguntungkan atau dapat dicegah apabila tidak diinginkan.
Pada prinsipnya interaksi obat dapat menyebabkan dua hal penting. Yang pertama, interaksi obat dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan khasiat obat, baik melalui penghambatan penyerapannya atau dengan mengganggu metabolisme atau distribusi obat tersebut di dalam tubuh. Yang kedua, interaksi obat dapat menyebabkan gangguan atau masalah kesehatan yang serius, karena meningkatnya efek samping dari obat-obat tertentu. Risiko kesehatan dari interaksi obat ini sangat bervariasi, bisa hanya sedikit menurunkan khasiat obat namun bisa pula fatal.

2. Interaksi Farmakokinetika
Interaksi obat bisa ditimbulkan oleh berbagai proses, antara lain perubahan dalam farmakokinetika obat tersebut, seperti Absorpsi, Distribusi, Metabolisme, dan Ekskresi (ADME) obat. Kemungkinan lain, interaksi obat merupakan hasil dari sifat-sfat farmakodinamik obat tersebut, misal, pemberian bersamaan antara antagonis reseptor dan agonis untuk reseptor yang sama.
Interaksi Obat yang berkaitan dengan metabolisme
Banyak interaksi obat disebabkan oleh perubahan dalam metabolisme obat. Satu sistem yang terkenal dalam interaksi metabolisme adalah sistem enzim yang mengandung cytochrome P450 oxidase. Sebagai contoh, ada interaksi obat bermakna antara sipfofloksasin dan metadon. Siprofloksasin dapat menghambat cytochrome P450 3A4 sampai sebesar 65%. Karena ini merupakan enzim primer yang berperan untuk memetabolisme metadon, sipro bisa meninggikan kadar metadon secara bermakna. Sistem ini dapat dipengaruhi oleh induksi maupun inhibisi enzim, sebagaimana dibahas dalam contoh berikut.
Aada beberapa mekanisme kenapa obat yang satu berinteraksi dengan obat lainnya, hasil dari interaksi tersebut bisa menyebabkan pertambahan ato penurunan:
• absorpsi obat oleh tubuh
• distribusi obat dalam tubuh
• perubahan pada tubuh yang disebabkan oleh obat (metabolisme)
• eliminasi obat dari tubuh
Yang paling penting dari interaksi obat yaitu adanya perubahan pada absorpsi, metabolisme, atau ekskresi obat. Interaksi obat juga bisa terjadi ketika dua obat yang punya efek sama (aditif) ato efek berlawanan yang diberikan bersamaan.Lantas, mengapa kalau terjadi interaksi obat?Interaksi obat bisa meningkatkan ato mengurangi manfaat maupun efek samping dari obat yang diberikan. Ketika interaksi obat memberikan manfaat tanpa menimbulkan peningkatan efek samping, obat yang saling berinteraksi tersebut bisa dikombinasikan untuk meningkatkan penilaian penyait yang sedang diterapi. misalnya obat yang dapat mengurangi tekanan darah dengan mekanisme kerja yang berbeda bisa saja dikombinasikan karena efek penurunan tekanan darah yang dihasilkan dari adanya interaksi obat tersebut bisa saja lebih baik dibandingkan obat diberikan sendiri (tanpa kombinasi). Absorpsi beberapa obat meningkat dengan adanya makanan. Karena itu obat-obat ini diberikan bersamaan dengan makanan untuk meningkatkan konsentrasinya dalam tubuh dan efeknya. Sebaliknya, bila absorpsi obat berkurang dengan adanya makanan, maka obat diberikan saat perut kosong. faktor yang diperhatikan dalam interaksi obat yaitu apakah ada pengurangan efek yang diharapkan ataukan peningkatan efek sampingnya.. Obat yang mengurangi absorpsi ato meningkatkan metabolisme ato eliminasi obat lain dapat mengurangi efek obat lain. Hal ini bisa saja menyebabkan kegagalan terapi. Ck.. ck.. Tapi perlu diingat juga, interaksi obat yang pada teorinya itu buanyak banget, kadang tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. So, ada penatalaksanaannya tersendiri.Insya Allah nanti ada bagian selanjutnya deh. Sekalian saya belajar juga. Anggap saja ini bagian pengantar ^^



Penghambatan penyerapan obat, misalnya, dapat terjadi jika Anda mengonsumsi suatu obat tertentu bersama-sama dengan norit. Norit dapat dibeli bebas dan sering dipakai untuk mengurangi kembung dan diare. Norit ini bersifat menyerap racun dan zat-zat lainnya di lambung. Sifat inilah sebenarnya yang dipakai untuk mengurangi kembung dan diare. Namun, norit menyerap zat-zat di lambung hampir tak pilih bulu sehingga obat-obat yang Anda minum dalam waktu bersamaan atau dalam rentang waktu 3-5 jam sekitar waktu makan norit juga akan ikut diserap oleh norit. Akibatnya, penyerapan obat oleh tubuh justru berkurang sehingga efek atau khasiat obat yang Anda minum tersebut akan berkurang, dan mungkin efek pengobatan tidak akan tercapai.
Penurunan atau pengurangan penyerapan obat oleh tubuh juga dapat terjadi jika Anda mengkonsumsi suatu obat tertentu bersamaan dengan obat, makanan atau suplemen makanan yang banyak mengandung kalsium, magnesium, aluminium atau zat besi. Mineral-mineral ini banyak terdapat dalam berbagai macam suplemen vitamin dan juga dalam obat maag (antasida). Kalsium, magnesium, aluminium dan zat besi dapat bereaksi dengan beberapa obat tertentu, misalnya antibiotika tetrasiklin dan turunan fluoroquinolon seperti ciprofloxacin, levofloxacin, ofloxacin, dan trovafloxacin, membentuk senyawa yang sukar diabsorpsi atau diserap oleh tubuh. Jika ini terjadi, maka tujuan pengobatan dengan antibiotika untuk membunuh kuman penyakit di dalam tubuh akan terganggu dan mungkin tidak tercapai.
Satu penelitian mengungkapkan bahwa penurunan absorpsi antibiotika karena drug interaction dengan mineral-mineral tersebut dapat mencapai 50-75 persen. Antibiotika Rifampicin dapat mengurangi efektivitas dari berbagai pil kontraseptif. Sehingga ibu-ibu yang menggunakan pil KB sebaiknya berhati-hati ketika mengonsumsi antibiotika. Bisa-bisa pil KB-nya tidak bekerja pada saat Ibu diterapi dengan rifampicin, sehingga program KB nya bisa gagal. Kombinasi rifampicin-pil KB ini juga dapat meningkatkan ririko terjadinya perdarahan. Obat-obat antihistamin atau antialergi juga sangat potensil mengadakan interaksi obat. Antihistamin sering diberikan dalam obat flu atau obat batuk. Kombinasi antihistamin dengan obat-obat penenang atau obat-obat yang bekerja menekan sistem syaraf pusat seperti luminal dan diazepam harus dihindari, sebab kombinasi ini dapat mengadakan potensiasi, sehingga dapat terjadi efek penekanan sistem syaraf pusat secara berlebihan. Antihistamin juga harus sangat hati-hati diberikan pada pasien yang sedang mendapatkan terapi antihipertensi (tekanan darah tinggi).


Contoh interaksi obat yang kini digunakan untuk memberikan manfaat adalah pemberian bersamaan karbidopa dan levodopa (tersedia sebagai karbidopa/levodopa). Levodopa adalah obat antiParkinson dan untuk menimbulkan efek harus mencapai otak dalam keadaan tidak termetabolisme. Bila diberikan sendiri, levodopa dimetabolisme di jaringan tepi di luar otak, sehingga mengurangi efektivitas obat dan malah meningkatkan risiko efek samping. Namun, karena karbidopa menghambat metabolisme levodopa di perifer, lebih banyak levodopa mencapai otak dalam bentuk tidak termetabolisme sehingga risiko efek samping lebih kecil.
Induksi enzim - obat A menginduksi tubuh untuk menghasilkan lebih banyak obat yang memetabolisme obat B. Hasilnya adalah kadar efektif dari obat B akan berkurang, sementara efektivitas obat A tidak berubah.
Inhibisi enzim - obat A menghambat produksi enzim yang memetabolisme obat B, sehingga peninggian obat B terjadi dan mungkin menimbulkan overdosis.
Ketersediaan hayati – obat A mempengaruhi penyerapan obat B.
Sayangnya, karena jumlah obat yang beredar di pasar sangat banyak, tidak mungkin bagi perusahaan obat manapun memeriksa profil kompatibilitas obatnya dengan obat lain secara lengkap. Oleh karena itu, klinisi sebaiknya memeriksa dengan seksama informasi peresepan sebelum memberikan obat, khususnya obat yang baru dikenal.

Tidak ada komentar: